Zahra. wanita yang ditinggal oleh lelaki yang dicintainya dihari yang seharusnya menjadi hari bahagia untuk nya dan keluarga.
setelah mengetahui alasan lelaki itu meninggal kan nya entah membuat nya merasa dikhianati atau kembali bersimpati, rasanya dia sendiri tak bisa membaca isi hati nya lagi.
Belum usai rasanya mengobati hati, Zahra justru di hadapkan dengan pilihan menerima pinangan pak kiyai untuk anaknya dan harus rela dipoligami atau menerima mantan tunangan nya kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trysa Azra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
akad
" saya terima nikah dan kawinnya Zahra Annisa binti Hasan Ahmad dengan mahar cincin emas seberat tujuh gram dibayar tunai."
Dengan menjabat tangan wali nikah Zahra yaitu ayah nya sendiri hafidz dengan lancar mengucapkan ijab kabul, dan para saksi serentak mengatakan SAH yang menandakan hafidz dan Zahra sudah resmi dan sah sebagai suami istri.
Setelah ijab Kabul, tamu undangan yang sebagian besar adalah keluarga Zahra sendiri disuguhkan makanan dan jamuan lain nya. Acara yang hanya di hadiri oleh keluarga inti itu terasa sangat sakral dan penuh kebahagiaan.
Zahra sendiri masih dikamar nya dengan riasan sederhana dia sudah terlihat cantik dan anggun.
" selamat ya, Ra..."
Aulia memeluk Zahra dan kali ini dia tak bisa menahan haru nya atas pernikahan teman nya itu karena dia tau apa yang sudah dilewati oleh teman nya dan ketika pernikahan yang tiba-tiba ini tentu saja semakin membuat nya terharu.
" makasih ya kamu selama ini selalu jadi teman terbaik aku." Zahra ikut terharu.
...----------------...
"Temui istri mu, tanya pada dia akan ikut pulang malam ini atau ingin disini dulu."
kata Abi menyuruh hafidz agar menemui zahra, di karenakan mereka sudah memesan tiket untuk kepulangan malam ini dan juga mereka ada tanggung jawab atas anak-anak di pesantren maka tidak bisa untuk izin begitu saja tanpa persiapan jauh-jauh hari jadi terpaksa kyai Ghafur dan hafidz tetap pulang malam ini.
Hafidz berdiri didepan pintu kamar Zahra yang ternyata disana masih ada Shafa dan aulia.
" eh cepat keluar, pengantin nya datang." kata Shafa mengejek kakak nya.
"Shafa..." Zahra jadi malu.
" ayo Shafa kita yang keluar, beri waktu untuk kakak mu dan juga kakak iparmu." Aulia langsung menarik tangan Shafa untuk keluar.
Hafidz pun terkejut saat mereka berdua keluar karena dia pikir hanya ada Zahra didalam.
" ma'af silahkan masuk, Zahra menunggu didalam." kata Aulia, Zahra yang mendengar nya dari dalam jadi malu karena seolah dia sedang menanti kedatangan hafidz.
Hafidz mengangguk dan kemudian masuk setelah Shafa dan aulia lebih dulu meninggalkan nya.
Zahra yang tadi nya duduk di tempat tidurnya langsung berdiri saat hafidz masuk kedalam kamarnya, sesaat keduanya hening dan diam.
" Aku akan pulang malam ini..." kata hafidz memberi tahu, Zahra hanya mengangguk.
" kalau kamu ingin ikut pulang malam ini kita siap-siap tapi kalau kamu masih mau disini dulu gak papa." hafidz menambahkan.
" Boleh Zahra disini dulu? Masih ada satu hari jadwal ngajar Zahra kosong insya Allah Lusa akan pulang."
Zahra meminta izin kepada laki-laki didepan nya yang sekarang adalah suaminya.
" iya tentu saja boleh." sahut hafidz memberi izin, kedua nya pun kembali terdiam.
Hafidz mengulurkan tangannya, Zahra pun menyalami tangan hafidz dan mencium punggung tangan hafidz namun itu malah membuat hafidz tertawa karena sebenarnya bukan itu maksud dia mengulurkan tangannya. Melihat hafidz yang tersenyum dan tertawa kecil membuat Zahra bingung dan makin gugup apa yang salah dengan dirinya.
" maksud ku sini handphone kamu." hafidz mengisyarat dengan tangan nya.
Seketika wajah Zahra langsung memerah karena malu dia sudah salah faham dan salah mengartikan, dia pun segera mengambil handphone nya lalu menyerahkan nya pada hafidz. Hafidz memasukkan no telpon nya ke handphone Zahra dan juga memasukkan no Zahra ke handphone nya, meski mereka sudah saling kenal ternyata mereka tidak menyimpan no satu sama lain karena itulah hafidz berinisiatif menyimpan nya karena bagaimanapun juga sekarang mereka adalah suami istri sudah seharusnya saling menyimpan no untuk berjaga jaga kalau ada sesuatu.
" Nanti kabari kalau kamu mau pulang." ujar hafidz menyerah kan kembali handphone nya, Zahra mengangguk.
Tidak berhenti disitu hafidz mengambil beberapa uang di sakunya dan memberikan nya pada Zahra, Zahra sendiri masih bingung dan takut untuk mengartikan ini apa.
" Gunakanlah untuk keperluan kamu beberapa hari disini." hafidz memberi tahu uang apa itu.
Mendengar itu Zahra pun mengangguk dan mengambil nya, dia mengerti maksud hafidz kalau itu adalah nafkah dia untuk Zahra karena sekarang dia adalah pasangan suami istri. Meskipun pernikahan mereka adalah perjodohan bahkan bisa di katakan hafidz setengah di paksa oleh Abi untuk menikahi Zahra tapi dia tetap berusaha berlaku baik dan belajar menunaikan hak nya, dari hal kecil itu tentu saja sedikit demi sedikit membuat Zahra luluh dia tidak menyangka kalau hafidz akan memperlakukan nya seperti itu.
Seperti yang sudah dijadwalkan malam ini kyai Ghafur dan hafidz akan balik ke Surabaya dan Zahra akan tinggal beberapa hari di rumah orang tua nya dan akan menyusul nanti. Kyai Ghafur dan Abah Zahra saling berpamitan.
" Hasan, terima kasih sudah menjadi besanku. Terima kasih sudah menerima anak kami menjadi menantu mu dan juga terima kasih mengizinkan Zahra menjadi menantu kami." kyai Ghafur memeluk dan menepuk pundak sahabat nya itu.
" sama-sama fur... Tolong jaga anak ku, anggap dia seperti anak kamu sendiri." pesan Abah Zahra berpesan.
Keduanya yang adalah sahabat jadi semakin lebih dekat dengan ikatan keluarga sebagai besan sekarang.
" Zahra, pamitan dengan suami mu." kata sang Abah nya.
Zahra pun mendekat ke hafidz dan mengulurkan tangan nya untuk bersalaman dan berpamitan dengan suaminya itu, dengan masih agak malu Zahra meraih tangan hafidz dan mencium punggung tangan nya.
Sementara waktu pasangan pengantin baru itu harus terpisah dulu, karena semua berlangsung dalam waktu singkat jadi semua tidak bisa tertata dengan rapi tapi syukurnya semua berjalan dengan lancar. Zahra sendiri tidak berekspektasi apa-apa dia hanya ingin semua yang dia putuskan adalah yang terbaik kedepan nya sedangkan hafidz pastinya harus beradaptasi lagi dengan status baru nya sebagai laki-laki beristri dua. Dia harus belajar berlaku adil dan berusaha untuk selalu menjaga rumah tangga nya dalam kebaikan, sekarang dia harus memikirkan semua nya dengan lebih bijak sebab tanggung jawabnya sekarang lebih besar. Selain ada hati yang harus dia jaga ada juga hati yang harus dia yakinkan karena dia sadar pernikahan ini pastinya tidak mudah juga untuk diterima Zahra begitu saja mungkin ada ego yang juga harus dia kesampingkan menjadi yang kedua dan sadar tak melulu yang diutamakan.
Zahra masuk kamarnya dan memandangi no yang tadi di simpan hafidz masih tanpa nama, dia pun menyimpan no itu ke kontak nya. Dia masih bingung harus menamai no itu dengan sebutan apa, sudah jelas itu suami nya tapi rasanya masih tak pantas baginya menyebut begitu. Jemarinya pun mengetik dengan kalimat " ustadz " sejenak dia terdiam dan menambahkan nya menjadi " ustadz ku". Ya, dia tidak berani untuk berharap apa-apa baginya ini saja sudah cukup.