Reintara Narendra Pratama adalah CEO muda yang dikenal dingin dan penuh wibawa. Di usia 25 tahun, ia sudah membangun reputasi sebagai pria yang tajam dalam mengambil keputusan, namun sulit didekati secara emosional. Hidupnya yang teratur mulai berantakan ketika ia bertemu dengan Apria—seorang perempuan penuh obsesi yang percaya bahwa mereka ditakdirkan bersama.
Awalnya, Reintara mengira pertemuan mereka hanyalah kebetulan. Namun, semakin hari, Ria, sapaan akrab Apria, menunjukkan sisi posesif yang mengerikan. Mulai dari mengikuti setiap langkahnya, hingga menyusup ke dalam ruang-ruang pribadinya, Ria tidak mengenal batas dalam memperjuangkan apa yang ia anggap sebagai "cinta sejati."
Reintara, yang awalnya mencoba mengabaikan Ria, akhirnya menyadari bahwa sikap lembut tidak cukup untuk menghentikan obsesi perempuan itu. Dalam usaha untuk melindungi dirinya, ia justru memicu konflik yang lebih besar. Bagi Ria, cinta adalah perjuangan, dan ia tidak akan menyerah begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 'yura^, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
perang digital
Titik Didih
Reintara tidak bisa lagi menahan amarahnya. Ia menatap Ria dengan mata penuh kemarahan.
“Kau pikir semua ini tentang cinta? Kau tidak mencintaiku, Ria! Kau hanya ingin mengontrolku, memaksaku untuk tunduk pada obsesimu!”
Ria terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis. “Jika itu yang kau pikirkan, maka biarkan saja begitu. Aku tidak peduli bagaimana caraku mencintaimu, yang penting kau akan menjadi milikku.”
“Kau gila,” ujar Reintara dengan nada datar.
Ria melangkah lebih dekat hingga jarak mereka hampir tidak ada. “Gila? Mungkin. Tapi aku tahu satu hal, Rein. Aku adalah satu-satunya orang yang benar-benar peduli padamu.”
Reintara menghela napas berat, mencoba menenangkan dirinya meski sulit. “Pergi dari sini sebelum aku benar-benar kehilangan kesabaran.”
Namun, Ria tidak bergerak. Sebaliknya, ia hanya tersenyum dan berbisik pelan, “Aku akan pergi, tapi aku akan kembali. Karena aku tahu kau tidak bisa hidup tanpaku.”
Langkah Baru
Setelah Ria pergi, Reintara memutuskan untuk mengambil tindakan yang lebih drastis. Ia memanggil tim keamanannya dan memerintahkan mereka untuk memantau setiap gerakan Ria.
“Maya, aku butuh semua data tentang dia. Aku ingin tahu setiap langkahnya, setiap rencananya,” ujar Reintara.
Maya mengangguk. “Baik, Tuan. Tapi apakah Anda yakin ini tidak akan membuatnya semakin berbahaya?”
“Dia sudah berbahaya, Maya. Aku tidak akan membiarkan dia menang.”
Namun, di lubuk hatinya, Reintara tahu bahwa melawan Ria tidak akan mudah. Dia bukan hanya lawan yang cerdas, tetapi juga seseorang yang tidak mengenal batasan.
Strategi Baru
Di ruang kerjanya yang sunyi, Reintara duduk dengan tatapan penuh tekad. Di hadapannya terpampang berbagai grafik dan data pada layar komputer besar. Keputusan untuk melawan Ria dengan cara konvensional terbukti sia-sia. Kini, ia memilih untuk menghadapi Ria di medan yang berbeda: dunia digital.
“Maya, pastikan tim IT kita siap. Kita tidak hanya akan bertahan, tapi menyerang balik,” ujarnya kepada Maya yang berdiri di sampingnya.
“Baik, Tuan. Tapi, apakah kita benar-benar harus mengambil risiko ini? Jika Ria tahu apa yang kita lakukan, dia bisa menjadi lebih berbahaya,” jawab Maya dengan ragu.
“Justru karena dia sudah terlalu berbahaya, kita tidak punya pilihan lain,” jawab Reintara tegas.
Ia memutuskan untuk menyewa seorang ahli keamanan siber bernama Daren, salah satu orang terbaik di bidangnya. Dalam beberapa hari, Daren dan timnya mulai merancang sistem untuk melacak dan menghentikan semua aktivitas digital Ria.
Pancingan Berbahaya
Untuk memulai serangan balik, Reintara dan timnya membuat umpan: sebuah dokumen palsu berisi rencana strategis perusahaan yang terlihat sangat penting. Dokumen ini sengaja disebar melalui saluran yang diketahui sering digunakan oleh Ria untuk memata-matai.
“Jika dia menggigit umpan ini, kita bisa melacak sumber aksesnya,” ujar Daren sambil menunjukkan skema sistem kepada Reintara.
“Pastikan dia tidak menyadarinya,” balas Reintara dengan dingin.
Tidak butuh waktu lama. Malam itu, sistem keamanan perusahaan menunjukkan adanya upaya akses dari alamat IP yang sebelumnya dilacak ke Ria.
“Dia masuk,” kata Daren sambil mengetik cepat. “Kita sedang melacak lokasinya sekarang.”
Reintara mengamati layar dengan serius. “Aku ingin tahu setiap langkahnya. Jangan lepaskan dia.”
Balasan Ria
Namun, Ria bukan lawan yang mudah dikalahkan. Setelah berhasil mengakses dokumen tersebut, ia dengan cepat menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Dengan keahliannya yang tak terduga, ia membalikkan keadaan. Dalam waktu singkat, ia mulai menyerang balik sistem perusahaan Reintara, mencoba mengambil alih server utama mereka.
Daren mengernyit. “Dia menyerang balik! Ini tidak biasa untuk seseorang tanpa latar belakang IT.”
“Ria selalu memiliki cara untuk mengejutkan kita,” ujar Reintara dengan nada tajam.
Sistem keamanan perusahaan mulai kewalahan menghadapi serangan bertubi-tubi. Ria mengirimkan virus ransomware yang mampu mengenkripsi data penting perusahaan.
“Kalau ini terus berlanjut, kita bisa kehilangan semua data!” seru Daren.
“Tahan! Jangan biarkan dia menang!” balas Reintara dengan tegas.
Langkah Drastis
Dalam situasi genting itu, Reintara mengambil keputusan berani. Ia menginstruksikan Daren untuk menggunakan program khusus yang dirancang untuk melumpuhkan perangkat lawan dengan mengirimkan kode destruktif.
“Kita akan menyerang sistemnya langsung,” kata Reintara dengan suara dingin.
“Tapi ini berisiko tinggi, Tuan. Jika gagal, serangan baliknya bisa menghancurkan kita,” kata Daren memperingatkan.
“Lakukan,” jawab Reintara tanpa ragu.
Program itu berhasil diluncurkan, dan beberapa menit kemudian, sistem Ria mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan. Kamera pengawas yang terhubung ke lokasi IP-nya menunjukkan Ria yang terlihat panik di depan laptopnya.
“Dia terjebak,” ujar Daren sambil tersenyum puas.
Namun, Ria bukan orang yang mudah menyerah. Dengan cara yang tidak terduga, ia berhasil memutuskan koneksi sebelum program itu sepenuhnya melumpuhkan sistemnya.
Pertemuan yang Tak Terduga
Keesokan harinya, tanpa diduga, Ria muncul di kantor Reintara. Kali ini, ia tidak membawa senyuman manipulatif seperti biasanya. Wajahnya menunjukkan campuran kemarahan dan frustrasi.
“Kau pikir kau bisa menghentikanku, Rein?” katanya dengan nada dingin begitu memasuki ruangannya.
Reintara berdiri dari kursinya, menatap Ria dengan mata penuh kebencian. “Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan hidupku lagi.”
“Kau pikir ini hanya tentang hidupmu? Ini tentang kita, Rein! Aku tidak akan berhenti sampai kau mengaku bahwa aku adalah satu-satunya yang pantas untukmu,” ujar Ria dengan nada tegas.
“Ini bukan cinta, Ria. Ini obsesi yang menghancurkan segalanya,” balas Reintara.
Ria mendekat, menatapnya dengan mata yang penuh tekad. “Kalau begitu, mari kita lihat siapa yang akan menyerah lebih dulu. Aku atau kau.”