NovelToon NovelToon
PENGANTIN MERAH : KUTUKAN BUNGA MAWAR

PENGANTIN MERAH : KUTUKAN BUNGA MAWAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Doni arda

Deskripsi:
Di sebuah ruang sunyi yang dihiasi mawar merah dan lilin-lilin berpendar redup, seorang pengantin dengan gaun merah darah duduk dalam keheningan yang mencekam. Wajahnya pucat, matanya mengeluarkan air mata darah, membawa kisah pilu yang tak terucap. Mawar-mawar di sekelilingnya adalah simbol cinta dan tragedi, setiap kelopaknya menandakan nyawa yang terenggut dalam ritual terlarang. Siapa dia? Dan mengapa ia terperangkap di antara cinta dan kutukan?

Ketika seorang pria pemberani tanpa sengaja memasuki dunia yang tak kasat mata ini, ia menyadari bahwa pengantin itu bukan hanya hantu yang mencari pembalasan, tetapi juga jiwa yang merindukan akhir dari penderitaannya. Namun, untuk membebaskannya, ia harus menghadapi kutukan yang telah berakar dalam selama berabad-abad.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11: KESEIMBANGAN YANG TERTUKAR

Ruangan itu terasa seperti terhisap ke dalam dimensi lain. Gemuruh suara keras mengguncang batu-batu di dinding, membuat debu dan pecahan kecil runtuh dari langit-langit. Sosok yang muncul dari kegelapan melayang di atas altar, matanya bersinar seperti obor putih yang memancarkan aura dingin. Tubuhnya tidak sepenuhnya berbentuk manusia, tapi lebih menyerupai makhluk setengah roh dengan jubah panjang berkibar, seolah angin tak terlihat mengelilinginya.

"Kalian tidak memahami apa yang telah kalian lakukan," sosok itu berbicara, suaranya menggema seperti gema ribuan suara sekaligus. "Gerbang ini tidak hanya mengurung kegelapan, tetapi juga menjaga keseimbangan dunia ini."

Seta, yang sebelumnya terlihat begitu kuat dan percaya diri, tampak terkejut. Dia mundur beberapa langkah, ekspresi wajahnya berubah menjadi ketakutan. "Tidak mungkin… Kau tidak seharusnya muncul. Aku sudah mengambil alih kuil ini berabad-abad yang lalu!"

Sosok itu menatap Seta dengan dingin. "Kau hanyalah parasit, makhluk rendahan yang memanfaatkan kelemahan manusia. Tapi keberadaanmu telah terlalu lama mencemari keseimbangan ini. Sudah waktunya untuk mengakhiri semuanya."

---

Vera yang berdiri paling dekat dengan altar mencoba mencerna situasi ini. Satu sisi ada Seta, penguasa kegelapan yang jelas ingin mempertahankan kuil ini sebagai sumber kekuatannya. Di sisi lain, sosok misterius ini mengaku sebagai penjaga keseimbangan, tapi aura yang dipancarkannya tidak sepenuhnya terasa baik.

"Kau mengatakan menjaga keseimbangan," Vera berbicara dengan suara lantang, mencoba menyembunyikan rasa takutnya. "Tapi kenapa kuil ini dipenuhi begitu banyak penderitaan dan kegelapan? Kalau kau benar-benar penjaga, kenapa kau membiarkan itu terjadi?"

Sosok itu menoleh padanya, ekspresi wajahnya tak terbaca. "Keseimbangan selalu membutuhkan pengorbanan. Kuil ini adalah tempat di mana cahaya dan kegelapan bertemu. Apa yang kau lihat sebagai penderitaan hanyalah konsekuensi dari dualitas itu."

"Itu tidak masuk akal!" Maya yang terluka di sudut ruangan berteriak, mencoba berdiri meski darah masih mengalir dari lengannya. "Tidak ada yang adil dalam hal ini. Kalau ini keseimbangan, itu artinya kau sama jahatnya dengan Seta!"

Suara Maya memicu reaksi tajam dari sosok penjaga itu. Cahaya putih di matanya berkedip dengan intensitas yang lebih tinggi, dan udara di sekitarnya tiba-tiba menjadi lebih dingin. "Hati-hati dengan kata-katamu, manusia. Aku ada di sini untuk melindungi, tidak untuk dihakimi oleh makhluk fana sepertimu."

Namun, sebelum dia bisa melanjutkan, Seta tertawa dingin. "Kau lihat? Bahkan 'penjaga' ini tidak lebih baik dariku. Dia hanya ingin menggunakan kalian untuk memperbaiki apa yang tidak bisa dia kendalikan lagi."

Seta lalu mengangkat tongkatnya, dan dengan satu gerakan cepat, dia melepaskan gelombang energi gelap ke arah sosok penjaga. Gelombang itu menghantam keras, membuat ruangan berguncang lebih dahsyat. Namun, sosok penjaga tidak bergeming. Dengan satu lambaian tangannya, gelombang energi itu memantul kembali ke Seta, membuat makhluk itu terpental ke dinding.

---

Di tengah kekacauan itu, Raka berusaha mendekati Vera. "Kita harus mengambil keputusan sekarang," bisiknya. "Kita tidak bisa mempercayai keduanya. Mereka berdua punya agenda sendiri, dan itu mungkin tidak akan menguntungkan kita."

"Tapi kita tidak punya pilihan," Vera menjawab. "Kalau kita biarkan mereka berperang, kuil ini mungkin akan runtuh, dan kita semua akan mati di sini."

Arjuna, yang masih memegang belatinya, melihat sekeliling, mencari cara untuk menenangkan situasi. Matanya tertuju pada bola kristal hitam di altar. "Bagaimana kalau kita menghancurkan kristal itu? Bukankah itu sumber dari semuanya?"

Raka menggelengkan kepala. "Kristal itu bukan hanya sumber kekuatan kegelapan. Itu juga merupakan inti dari keseimbangan kuil ini. Kalau kita menghancurkannya tanpa rencana, seluruh dimensi ini bisa runtuh."

"Jadi apa yang harus kita lakukan?" tanya Maya, suaranya mulai lemah karena kehilangan darah.

Dimas, yang selama ini diam, tiba-tiba berbicara. "Mungkin kita tidak perlu memilih antara keduanya. Apa pun yang mereka pertahankan, kita harus mencari jalan lain. Jalan yang tidak bergantung pada salah satu dari mereka."

---

Seta, yang kini bangkit dari serangan penjaga, tampak lebih marah dari sebelumnya. Dia melompat ke altar, melindungi kristal hitam itu dengan tubuhnya. "Kalian tidak akan mengambil ini dariku. Ini adalah milikku! Ini adalah inti dari kekuatanku!"

Penjaga mendekatinya, kali ini dengan kecepatan yang sulit diikuti mata manusia. "Kekuatan ini bukan milikmu. Kau hanya mencurinya dari mereka yang lemah, memperpanjang hidupmu yang tidak berarti."

Sementara dua makhluk itu kembali bertarung, Vera, Arjuna, Raka, Maya, dan Dimas menggunakan kesempatan ini untuk mendekati altar. Raka mengeluarkan sebuah jimat dari tasnya, sebuah benda kecil berbentuk lingkaran dengan ukiran rumit di permukaannya.

"Apa itu?" tanya Arjuna.

"Ini adalah jimat pemurnian," jawab Raka. "Aku mendapatkannya dari seorang guru beberapa tahun lalu. Kalau aku benar, benda ini bisa memisahkan energi kegelapan dari kristal tanpa menghancurkannya."

"Jadi kenapa kita tidak langsung menggunakannya?" Vera mendesak.

"Karena prosesnya butuh waktu," Raka menjelaskan. "Dan aku butuh kalian untuk melindungiku sampai selesai."

---

Sementara Raka memulai ritual pemurnian, Seta dan penjaga mulai menyadari apa yang terjadi. Mereka berdua berhenti bertarung dan berbalik ke arah kelompok itu.

"Apa yang kalian lakukan?" teriak Seta. "Kalian akan menghancurkan semuanya!"

Penjaga, meskipun lebih tenang, juga tampak khawatir. "Kalian tidak memahami kekuatan yang kalian ganggu. Jika kalian gagal, bukan hanya kuil ini yang hancur. Dunia kalian juga akan terkena dampaknya."

Namun, Vera berdiri di depan Raka, mengangkat belatinya. "Kami tidak peduli dengan ancaman kalian. Kami di sini untuk menyelesaikan ini, dan tidak ada yang bisa menghentikan kami."

Seta mengerang marah dan meluncur ke arah mereka, tetapi Arjuna dan Dimas menghadangnya dengan serangan gabungan. Arjuna menggunakan belatinya yang bercahaya untuk menahan energi kegelapan Seta, sementara Dimas menembakkan panah energi dari jimatnya.

Penjaga juga mencoba mendekati altar, tetapi Maya, meskipun terluka, menggunakan kekuatan terakhirnya untuk menciptakan penghalang energi yang menghalangi jalannya.

Raka terus membaca mantra dengan cepat, sementara kristal hitam di altar mulai bersinar, berubah dari warna gelap menjadi abu-abu. Proses itu membuat ruangan semakin tidak stabil. Langit-langit mulai retak, dan suara gemuruh semakin keras.

"Cepat, Raka!" teriak Vera, menahan serangan Seta yang semakin brutal.

---

Akhirnya, dengan satu mantra terakhir, kristal hitam itu berubah menjadi putih terang, mengeluarkan cahaya yang begitu kuat sehingga semua orang harus menutup mata mereka. Ketika cahaya itu mereda, kristal itu pecah menjadi butiran kecil yang menghilang di udara.

Seta menjerit kesakitan, tubuhnya mulai memudar. "Tidak! Ini tidak mungkin! Aku tidak bisa kalah!" Dalam hitungan detik, dia lenyap, terseret ke dalam kegelapan.

Sosok penjaga juga melemah, auranya memudar. "Kalian telah mengubah keseimbangan," katanya dengan suara yang terdengar lemah. "Apa yang akan terjadi sekarang adalah tanggung jawab kalian." Dengan kata-kata terakhir itu, dia menghilang, meninggalkan ruangan yang kini mulai runtuh.

Dengan waktu yang hampir habis, kelompok itu berlari secepat mungkin menuju jalan keluar.

1
Airin Livia
bagus. semangat thor! 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!