Menikah muda bukan pilihan Arumi karena ia masih ingin menyelesaikan kuliah yang tinggal selangkah lagi. Namun, pertemuannya dengan Adeline anak kecil di mana Arumi bekerja membuat keduanya jatuh hati. Adeline tidak mau perpisah dengan Arumi bahkan minta untuk menjadi ibunya. Menjadi ibu Adeline berarti Arumi harus menikah dengan Davin pemilik perusahaan.
Bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Arumi tertegun mendengar Rose tiba-tiba melamar dirinya untuk pria kejam itu. "Dalam hal ini saya tidak bisa memutuskan saat ini, Tante" Rumi sebenarnya ingin menolak dengan tegas tetapi menjaga perasaan Rose wanita baik itu.
"Tentu saja Rumi" Rose jelas akan memberi waktu untuk Arumi berpikir, menikah bukan main-main tentu saja Rose ingin rumah tangga anak satu-satunya langgeng.
"Ate mau jadi Mama Adel kan? Iya kan?" Adel walaupun diam rupanya mendengarkan percakapan oma. Ia goyang lengan Arumi berharap mendapat jawaban yang sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Arumi dengan Rose saling pandang.
"Iya sayang" Arumi mengangguk, mengundang senyum Rose.
"Holee... Tante mau menjadi istli Papa" Adel kegirangan hingga menjadi perhatian para pengunjung.
"Adel, untuk menjadi Mama kamu, Tante tidak harus menjadi Istri Papa kamu sayang... karena IsyaAllah Tante akan selalu ada untuk kamu" Jujur Rumi.
Senyum Rose tiba-tiba hilang, wanita itu nampak kecewa.
"Beda Ate... kalau Ate menjadi Istli Papa, kita bisa jalan-jalan baleng, tinggal satu lumah. Adel bisa belajal sama Ate, makan sama Ate, sekolah sama Ate, telus bobo sama Ate" jawab Adel lancar nampak memahami apa yang ia ucapkan tidak seperti anak pada umumnya.
Rumi tercengang mendengar penuturan Adel yang mampu berpikir sejauh itu, entah belajar dari mana. "Andai kamu tahu pernikahan tidak sesederhana itu Adel, apa lagi menikah dengan Papa kamu yang arogan itu" batin Arumi.
"Sekarang kita makan dulu" ujar Rose ketika pelayan sudah mengantar makanan.
Malam harinya di kost.
Anjani bertanya-tanya dalam hati, semenjak pulang kerja sore tadi Arumi selalu murung.
"Loe kenapa Rum? Kalau ada masalah cerita sama gue" Anjani akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, mendekati Arumi yang tengah duduk di balkon memandangi sinar rembutan dan gemerlapnya bintang.
"Kamu percaya tidak kalau Tante Rose melamar aku untuk Davin" Arumi pun menceritakan ketika di restoran tadi siang.
"Gue percaya Rum, terus kenapa memang? Beliau kan orang baik. Lalu apa yang membuat loe ragu, lagi pula Adel itu sudah menganggap loe sebagai Mama" Anjani merasa sayang sekali jika Arumi menolak, wanita mana yang tidak ingin menjadi pendamping Davin.
"Tante Rose memang baik An, tapi aku bukan mau menikah dengan beliau bukan? Andai kamu tahu bagaimana perlakuan Bos kamu sama aku, Dia itu pria paling menyebalkan tahu tidak" Arumi kesal mengingat itu.
"Tidak ada orang sempurna di dunia ini Rumi, siapa tahu setelah menikah nanti... Pak Davin baru akan menyadari jika kamu ini wanita yang luar biasa" Anjani yakin jika sebenarnya Davin pria baik.
"Menikah itu ingin bahagi An" Arumi selama ini selalu selektif memilih pria. Diusianya yang mendekati 22 tahun Arumi belum pernah mempunyai pacar. Bukan karena tidak ada yang suka, tapi dia harus berpikir secara matang. Baginya tidak akan terburu-buru menikah jika belum mendapatkan pria idaman. Sebab, keputusan yang tidak matang akan menciptakan pernikahan yang tidak stabil.
"Sudah An, sebaiknya kita tidur" Arumi menutup pembicaraan.
************
Tiga hari berlalu, setelah Rose minta agar Rumi menikah dengan Davin, Arumi seperti menghilang.
Namun, jika biasanya Adeline akan menangis meronta-ronta mengajak mencari Arumi, selama tiga hari itu, Adel selalu diam, murung dan bersedih. Tidak mau melepas boneka yang Arumi berikan ketika ulang tahun. Hal ini membuat seisi rumah ikut bersedih. Karena begitulah Adel jika sudah terlalu kecewa.
"Anak Papa makan dulu" Davin prustasi karena Adel pun mogok makan.
"Adel tidak lapal Pa, Adel mau cilok yang dibeli Ate Lumi" ucapnya memelas.
"Baiklah... Papa cari dulu ya" Davin mengalah mencari cilok daripada anaknya kelaparan.
Hari itu juga Davin mencari makanan yang dia anggap tidak bersih itu. Tentu saja mencari yang bukan di pinggir jalan seperti yang Arumi beli. Hanya waktu 10 menit Davin sudah tiba di rumah karena hanya mengendarai motor.
"Papa membawa sesuatu..." Davin menunjukkan box berisi cilok.
"Tante Lumi mana" Adel pikir Davin kembali mengajak Arumi serta.
"Aunty sedang ada urusan sayang... Papa janji mau mencarinya untuk kamu, tapi anak Papa harus makan dulu" Davin berusaha untuk membuat putrinya makan.
Adeline menerima box yang sudah dibuka Davin, kemudian menggigitnya. "Ini bukan cilok Ate Papa" Adel bisa membedakan cilok yang Rumi beli tekstur nya lembut dan tidak alot ketika dikunyah.
Davin menarik napas dalam-dalam, kesabarannya benar-benar diuji. Dia ambil cilok tersebut membawanya keluar lalu memberikan kepada asisten rumah tangga. Setelah itu menghubungi Derman.
10 menit kemudian Derman sudah tiba dengan motornya. "Ada apa Bos?" Dirman sebenarnya sedang menghandle tugas Davin. Namun, begitu mendapat telepon bos ia segera datang.
"Cari cilok di dekat kost Rumi yang kamu makan di mobil ketika itu"
"Baik Bos" Derman segera berangkat.
Sementara Davin mencoba menghubungi Arumi. "Ini gara-gara wanita itu, dulu sebelum dia datang Adel baik-baik saja" Davin menggerutu sambil menekan nomor hape Arumi tetapi masih sama seperti hari-hari sebelumnya tidak bisa dihubungi.
"Kenapa tidak aku tanyakan Siska saja" Davin merasa menjadi orang bodoh. Karena bingung menghadapi putrinya yang selalu sedih, sampai tidak terpikirkan oleh Davin.
Setelah Derman kembali membawa cilok sesuai permintaan Adeline, Davin mengantarkan cilok tersebut ke kamar. Namun, tiba di sana Adel ternyata tidur sambil memeluk boneka. Davin mencium pipi putrinya lalu mengetuk kamar Rose.
"Aku titip Adel Ma, dia lagi tidur" ucap Davin karena ia hendak ke kantor.
"Kok ke kantor? Katanya mau mencari Rumi" Rose tidak mengerti padahal setelah sarapan tadi menasehati Davin agar mencari Arumi.
"Iya Ma, aku juga mau mencari Dia kok" pungkas Davin lalu berangkat bersama Derman.
Begitu tiba di kantor, yang pertama Davin tuju adalah ruangan Siska menanyakan kapan terakhir Arumi masuk kerja.
"Arumi mengundurkan diri dari perusahaan ini Pak" tutur Siska mengatakan bahwa Arumi terakhir kerja hari senin.
Davin diam berpikir, Arumi memutuskan berhenti kerja hari selesa. Itu artinya hari senin itu Arumi kerja terakhir kali. "Apa mungkin wanita itu marah ketika aku suruh menghandle pekerjaan Anna" batin Davin.
"Apa alasannya dia mundur" Davin kesal sekali, karena selama tidak ada Arumi Adeline menjadi anak pemurung.
"Alasannya, Arumi akan fokus menyusun skripsi Pak"
"Dia kuliah?" Davin terkejut, tidak menyangka jika pesuruh kantor itu ternyata anak kuliahan.
"Saya juga baru tahu kemarin Pak" Siska selama ini mengira jika Arumi hanya lulusan SMA sesuai ijazah ketika melamar pekerjaan di kantor ini.
"Sebaiknya kita tanyakan ke bagian produksi Pak, karena Anjani sahabat Rumi bekerja di sana" Derman mengusulkan.
"Panggil Anjani, saya tunggu sekarang juga di ruang kerja" perintah Davin.
"Baik Bos" Derman akhirnya memanggil Anjani ke ruang produksi.
"Ada apa Pak Derman?" Anjani mengikuti langkah Derman dengan perasaan campur aduk.
"Nanti juga tahu" ucap Derman.
Deg deg deg.
Jantung Anjani berdebar kencang ketika sudah mengijak ruang kerja Davin. "Selamat siang Pak" ucap Anjani ketika berhadapan dengan bos besar itu.
"Di mana Arumi?"
...~Bersambung~...