Nama ku, Muhammad Nathan Mahendra. Aku suka berulah pada kakak angkat ku. Namanya Loly Indah Permatasari. Dia cantik seperti namanya Indah Permatasari. Aku tergila-gila dengannya. Rasa gengsi yang membuat ku suka jahil dengannya. Karena tak ingin Loly mengetahui jika aku menyukainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fii Cholby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17
Aku menoleh karena tidak ada sahutan dari Loly. "Kamu nggak dengerin aku?" Intonasi ku sedikit naik.
"Denger." Ucapnya lirih.
"Aku nitip Ayah sama Bunda."
"Iyaa."
"Jagain Ayah, Bunda. Kamu juga kerjanya jangan capek-capek. Jaga kesehatan." Pesan ku penuh kasih sayang.
"Iyaa."
"Dari tadi kamu nyahutnya iya-iya doang."
Loly menggeleng. Kepalanya menunduk, tangannya memilin-milin ujung jilbabnya. "Nathan, udah malem. Nanti di cariin Ayah sama Bunda."
"Tadi pas bayar bakso aku udah kirim pesan ke Bunda, kalo kita pulangnya bakalan telat."
"Oohh..." Jawabnya singkat. Kok aku dan Loly kayak merasa seperti canggung gini sih.
Ku Hela nafas, apa gara-gara aku kesal tadi sehingga membuat Loly nggak nyaman. Mau minta maaf tapi gengsi.
Ku keluarkan rokok dari saku celana. Mengeluarkannya sebatang, memantik korek.
"Nathan,"
Aku menoleh. "Hmm..."
"Mau sampe' kapan ngerokok?"
"Kenapa emangnya?"
"Nggak baik buat kesehatan. Kamu 'kan pekerja keras. Harus jaga kesehatan."
Loly perhatian juga sama aku. Aku jadi senang dengernya. Baru kali ini Loly perhatian. "Maunya kamu?"
"Berhenti merokok! Paling nggak kurangin ngerokok."
"Cuma itu mau kamu?"
Loly mengangguk. "He'em."
"Hmm.. Okey! Lihat nih!" Ku matikan rokok di atas rumput lalu membuangnya. Rokok satu bungkus milik ku yang masih setengah isi pun juga ku lepar ke jurang.
"Udah! Mulai sekarang aku nggak akan merokok. Makasih yaa."
Mata indah milik Loly membola, bibirnya sedikit terbuka alias melongo. Mungkin dia sedikit terkejut mendengar kata terima kasih keluar dari bibir ku. Yaa baru kali ini aku mengatakan terima kasih padanya.
Ku jentikkan jari di depan wajahnya, menyadarkannya. "Ehh, iyaa sama-sama."
Aku berdiri mengusap-usap celana ku. "Pulang yukk." Ajak ku.
Loly mendongak kemudian mengangguk.
.
.
.
Setelah memasukkan motor ke garasi aku terkejut melihat Loly yang ternyata belum masuk. "Laahh, kamu belum masuk?"
Loly menggeleng. "Nggak enak bangunin Bunda. Kamu bawa kunci cadangan."
Ku rogoh saku mengambil kunci cadangan. "Keluar kota berangkat jam berapa, Nat?" Tanya Loly menunggu ku membuka pintu.
"Jam lima subuh." Ku dorong pintu. Kami masuk, ku tutup kembali pintu tak lupa ku kunci kembali.
"Udah beres-beres?"
"Udah, aku masuk kamar duluan."
"Nat, tunggu dulu."
Aku berhenti melangkah, memutar badan. "Kenapa?" Ku tatap mata Loly dalam. Kayaknya Loly mau mengatakan sesuatu.
"Aku mau jujur sesuatu."
Dahi ku mengerut. Mengatakan sesuatu? Mau mengatakan apa yaa. "Kamu mau jujur soal apa?" Tanya ku menunggunya berbicara.
Laahh, kok malah diam. Katanya mau jujur. "Loly, mau jujur soal apa?"
"Nathan, sebenarnya.. emm.. aku sebenarnya..." Loly menunduk, tangannya memilin ujung jaket ku yang di pakainya.
"Sebenarnya apa, Ly?" Tanya ku tak sabar mendengar apa yang akan di katakan nya.
Loly mendongak menatap ku. "Sebenarnya.. sebenarnya aku sudah baca bucu agenda kamu, Nat."
What? Aku mundur selangkah. Terkejut? Yaa aku terkejut. Jangan-jangan Loly udah tau tentang perasaan aku dong.
"Aku juga denger obrolan kamu sama Ayah Bunda saat di kamarnya. Nathan, aku minta maaf. Aku nggak sengaja."
Aku bingung harus jawab apa. Mau marah, tapi Loly sudah terlanjur tau. Rahang ku mengeras mencoba menahan amarah. Beberapa detik kemudian ku tarik nafas dalam-dalam.
"Iyaa." Setelahnya aku membawa langkah ini menghindar darinya.
"Nat, Nathan.." panggil Loly tapi tak ku hiraukan sama sekali. Semakin ku percepat langkah ini masuk ke kamar. Aku berdiri di balik pintu.
"Nathan... Nat, buka pintunya dulu. Aku belum selesai ngomong. Nathan, kamu juga belum bilang, maafin aku atau nggak nyaa. Nathan, buka pintunya!"
Loly menggedor-gedor pintu kamar ku beberapa kali. Beberapa menit kemudian, tidak ada suara darinya. Sepertinya Loly sudah pergi.
Hanya kata *iyaa* yang mampu ku ucapkan ketika Loly mengatakan kejujurannya. Antara mau marah, malu dan senang. Marah karena dia telah lancang masuk ke kamar ku, membaca buku agenda ku dan menguping pembicaraan ku dengan Ayah Bunda. Malu, karena dia telah tahu perasaan ku yang sebenarnya padanya. Dan senang, karena tanpa mengungkapkan perasaan ku padanya, Loly sudah tau sendiri. Tapi aku juga bingung, harus bersikap bagaimana setelah ini. Aku mengacak rambut frustasi.
double up date nya thor di tunggu
semangat untuk up date nya
semangat untuk up date nya
double up date nya thor di tunggu
semangat untuk up date nya
Loly sdh mulai cemburu
jangan di gantung cerita nya thor
menyala Nathan
semangat untuk up date nya
semoga cepat up date nya
semangat untuk up date nya
semangat untuk up date nya
seru cerita nya
semangat untuk up date nya