Di pagi hari yang cerah tepatnya di sebuah rumah sederhana terlihat seorang gadis yang bernama Alina Astriani atau kerap di panggil Alin.
Saat ini Alin sedang bersembunyi di balik selimutnya. Dia enggan membuka mata dari tidur yang sangat nyenyak. Hingga terdengar suara keributan yang membuatnya harus bangun dari tidurnya.
"Ih, siapa, sih, yang ribut pagi-pagi di rumah orang gini, ganggu aja orang lagi mimpi indah juga," ucapnya kesal. Lalu Alin pun keluar dari kamarnya menuju arah suara keributan tersebut yang ada di ruang tengah rumahnya.
"Cepat kasih tau pada kami di mana kau sembunyikan anakmu!" teriak seorang pria yang mengenakan jas sambil mencengkram kerah baju seorang pria paruh baya.
"Nggak akan. Saya nggak akan menyerahkan anak saya. Apapun yang akan kalian lakukan, saya tidak peduli!"
Karena merasa kesal pria berjas tersebut mendorong pria paruh baya itu ke lantai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 12
Putri terus mondar mandir di depan ruang UGD, berharap tidak terjadi apa-apa pada Alin. Dokter yang tengah memeriksa keadaan sang sahabat belum juga keluar, membuatnya semakin gelisah dan khawatir pada sahabat yang sudah seperti saudara baginya.
"Putri!" panggil Aulia yang baru datang dan langsung berlari ke arah Putri. Wajahnya terlihat cemas, setelah mendapatkan telepon bahwa Alin dibawa ke rumah sakit membuatnya segera meninggalkan pekerjaannya di kafe.
"Kak Lia." Putri terisak lalu memeluk Aulia.
"Ceritain sama aku apa yang terjadi? Kenapa Alin bisa masuk rumah sakit?" tanya Aulia.
Putri mengurai pelukan lalu dengan terisak ia bercerita pada Aulia. "Aku juga nggak tau, Kak. Tiba-tiba aja dia langsung pingsan. Aku takut dia kenapa-napa, Kak."
"Kamu tenang, ya, kita berdoa aja, semoga Alin nggak papa." Mereka kembali berpelukan.
Tak lama Raja datang dari mengurus administrasi lalu menghampiri Aulia dan Putri, Putri langsung melepas pelukannya setelah kedatangan Raja.
"Putri, Abang udah urus administrasinya," ucap Raja.
"Makasih, Bang," jawab Putri seraya menyeka air matanya.
Sementara itu, Aulia terdiam ketika merasa mengenal suara Raja. Aulia pun membalikkan badannya dan matanya langsung melotot melihat pria yang kemarin telah membuatnya kesal bukan main. Tak hanya Aulia, Raja pun sama terkejutnya melihat gadis itu, ia membalas tatapan Aulia dengan netra yang jelas melebar.
"Lo!" Raja dan Aulia kompak menunjuk satu sama lain.
"Kalian saling kenal?" tanya Putri yang menatap keduanya bergantian dengan heran.
Putri sama-sama mengenal Raja dan Aulia, tapi ia tak menyangka kalau dua orang dihadapannya kini saling mengenal.
"Iya. Dia ini cowok gila yang aku ceritain kemarin itu, Put," sergah Aulia tajam pada Raja.
"Heh! Lo ngapain di sini? Lo pasti ngikutin gue, kan?" tanya Aulia sinis dengan nada penuh emosi.
"Ih, PD banget lo. Gue ke sini karena gue ngantarin Alin. Lagian, ngapain juga gue ngikutin cewek stres kayak lo? Najis banget tau nggak," ucap Raja sambil berdecih.
"Ngeselin banget, sih, lo. Dasar cowok gila!" pekik Aulia sambil memukuli Raja.
"Woi, apa-apaan nih, main pukul-pukul orang aja. Dasar stres." Raja mencoba menghindar dari Aulia yang terus memukulinya tanpa ampun.
Melihat mereka berdua bertengkar membuat Putri mulai tak nyaman karena mereka masih di rumah sakit dan takutnya ulah keduanya akan mengganggu para pasien yang lain.
"Kak Lia, Bang Raja, kalian apa-apaan, sih? Ini itu rumah sakit, jangan ribut di sini dong. Aku ini lagi pusing mikirin Alin, jadi jangan kalian tambah dengan kelakuan kalian yang kayak anak kecil," ucap Putri yang sukses membuat Aulia menghentikan aktivitasnya yang memukuli Raja.
"Maaf, Put." Mereka sama-sama tertunduk setelah Putri berucap demikian.
"Maaf, apa kalian keluarga pasien?" tanya dokter yang keluar dari ruang UGD.
"Kami teman-temannya, Dok. Gimana keadaan teman kami?" tanya Putri yang lebih dulu mendekat pada sang dokter.
"Teman kalian tidak apa-apa. Hanya saja dia tidak bisa menahan sakit akibat luka di tubuhnya yang menyebabkan dia jatuh pingsan. Tapi jangan khawatir, pasien sudah siuman dan lukanya sudah kami obati," jelas dokter
Penjelasan tersebut langsung mengubah raut wajah ketiganya dengan raut yang kaget bukan main.
"Luka? Maksud Dokter apa, ya?" tanya Raja bingung.
"Begini, Pak. Di tubuh pasien terdapat luka bekas benda keras. Sepertinya ada yang melakukan kekerasan secara fisik pada pasien," ucap dokter membuat mereka bertiga menganga tak percaya.
"Kalau bagitu, saya permisi dulu, Pak, Mbak." Raja, Aulia, dan Putri pun masuk ke dalam ruang UGD dimana Alin di rawat setelah kepergian dokter.
Mereka bertiga menatap iba pada Alin yang terbaring lemah di atas brankar dengan wajah pucatnya.
Alin yang melihat mereka masuk langsung mengembangkan senyumannya.
"Kamu nggak papa, kan, Lin?" tanya Putri khawatir sambil memeluk Alin di ikuti Aulia.
"Aku nggak papa kok, Put, kalian nggak usah khawatir, ya?" ucap Alin masih tetap tersenyum, meyakinkan pada mereka kalau dia baik-baik saja.
"Kasih tau aku, Lin, siapa yang udah ngelakuin ini sama kamu? Biar aku yang kasih pelajaran sana orang itu," ucap Raja dengan wajah memerah menahan marah.
"Nggak usah, Bang. Lagian aku juga nggak tau siapa orangnya, soalnya dia pakai penutup wajah."
Alin terpaksa berbohong. Melihat dari wajah Raja, Alin yakin kalau pria itu sangat marah. Tak akan ia beritahu yang sejujurnya jika yang menyiksanya adalah Al. Jika ia mengaku, Raja pasti akan mendatangi Al dan pastinya akan terjadi sebuah masalah besar jika kedua sahabat itu saling menyakiti.
"Ya udah, yang penting kamu nggak papa," ucap Raja dengan wajah yang kembali tenang tapi tak setenang hatinya.
Dering ponsel milik Raja menghentikan obrolan mereka.
"Bentar, ya, aku angkat telepon dulu." Raja keluar dari ruangan Ara untuk menjawab panggilan.
"Halo! Ada apa, char?"
"Pak Raja di tunggu Pak Bos di kantor, karena akan ada meeting penting hari ini, Pak."
Raja menghela napas berat. Sebenarnya dia masih ingin menemani Alin dan tak rela meninggalkannya dengan keadaan seperti ini walaupun sudah ada Aulia dan Putri yang pasti akan menjaganya. Namun, pekerjaannya juga penting apalagi dia adalah sekretaris Al. Bisa terkena omelan tujuh hari tujuh malam ia kalau tak segera ke kantor.
"Bilang sama Al, bentar lagi saya sampai."
"Baik Pak."
Setelah mematikan sambungan teleponnya, Raja pun kembali menemui Alin di ruangannya.
"Putri, Abang pergi dulu, ya, soalnya ada pekerjaan penting di kantor."
"Iya, Bang."
"Alin, kamu cepat sembuh, ya, aku pergi dulu. Maaf aku nggak bisa nungguin kamu," ucap Raja sambil mengelus kepala Alin lembut.
"Iya, Bang, nggak papa. Harusnya aku yang minta maaf, udah ngerepotin Bang Raja."
"Kalau mau pergi, pergi aja, nggak usah pakai pegang-pegang Alin segala," ketus Aulia dengan sinis.
"Alin aja nggak papa, kenapa lo yang sewot, sih?" dumel Raja kesal lalu keluar meninggalkan mereka.
"Kak Lia sama Bang Raja udah saling kenal?" tanya Alin yang yang juga heran sama seperti Putri yang baru tau jika Raja dan Aulia saling mengenal.
"Kamu ingat nggak? Kemarin Kak Lia sempat cerita kalau ada orang yang bikin dia kesal. Nah, orang itu ternyata Bang Raja, Lin," cerita Putri.
"Wah, kayanya, Kak Lia sama Bang Raja jodoh deh. Buktinya kalian selalu ketemu," ucap Alin menaik turunkan alisnya untuk menggoda Aulia.
"Ih, amit-amit deh. Aku nggak mau kalau jodoh aku si cowok gila kayak dia, jadi apa hidup aku entar," kata Aulia sambil bergidik.
"Hahaha!" Tawa Alin dan Putri pecah di ruangan itu.
Setelahnya mereka terdiam dan tak ada yang bicara hingga alin mengeluarkan suara. "Putri, Kak Lia, aku mau keluar dari sini," ucap Alin.
"Nggak!" sahut Aulia dan Putri dengan kompak seraya menatap Alin tajam.
"Kamu itu belum sembuh, Lin, kamu nggak boleh pergi dari rumah sakit ini," ucap Putri lembut tapi tegas.
"Iya, aku sama Putri nggak akan biarin kamu pergi sebelum kamu benar-benar udah pulih," pungkas Aulia.
"Please, aku mohon. Kalian, kan, tau, aku nggak bisa lama-lama di rumah sakit ini. Aku harus masuk kerja, aku butuh biaya untuk kuliah. Tolong jangan halangi aku. Lagian aku nggak papa kok, aku mohon , biarin aku keluar dari sini." Sambil menangkupkan tangan di depan wajah dan tak lupa memasang wajah memelas agar membuat Aulia dan Putri luluh.
Aulia dan Putri saling pandang, lalu setelah itu mereka mengangguk karena tak tega melihat Alin yang memohon seperti itu.
"Ya udah kita izinin, tapi kamu benar nggak papa, kan?"
"Iya, kak aku nggak papa."
"Biar aku tanya sama dokter dulu, ya?" ucap Putri lalu keluar menemui dokter.
Setelah memastikan Putri sudah benar-benar keluar, Aulia duduk di tepi brankar.
"Alin, kamu pasti bohong, kan? Kamu pasti tau siapa yang udah lakuin ini sama kamu, iya, kan? Jangan-jangan dia udah nyiksa kamu lagi sampai kayak gini?" tanya Aulia pelan.
Alin menghembuskan napas panjang lalu mengangguk lemah. "Kak Lia benar. Dia udah nyiksa aku atas kesalahan yang sama sekali nggak pernah aku lakuin, Kak. Aku nggak mau kalau kalian jadi khawatir sama aku, makanya aku bohong sama kalian," ujarnya dengan suara serak menahan tangis ketika mengingat bagaimana Al menyiksanya.
"Benar-benar keterlaluan banget dia, Lin. Lebih baik kamu tinggalin aja dia, aku nggak mau kamu di sakitin lagi sama dia, Lin," geram Aulia.
"Aku nggak bisa, Kak. Kalau aku kabur, dia bakal nyelakain orang-orang yang aku sayang, aku nggak mau kalian kenapa-napa karena aku, Kak, cuma kalian berdua yang aku punya di dunia ini."
Mendengar ucapan Alin, Aulia pun langsung membawa Alin dalam pelukannya.
"Maafin aku, ya, Lin, aku nggak bisa bantuin kamu. Aku cuma bisa berdoa yang terbaik buat kamu," ucap Aulia meneteskan ah mata.
"Kak Lia nggak usah minta maaf, aku udah ikhlas sama jalan takdir aku. Aku yakin aku bisa lewatin semua ini," tukas Alin yang tersenyum.
Tanpa mereka sadari, Putri mendengar obrolan mereka dari balik pintu.
"Sebenarnya apa yang udah kalian rahasiain, sampai kalian nggak mau kasih tau sama aku?" batin Putri sambil menyeka sudut matanya yang berair. Dadanya sesak mengetahui Aulia dan Alin telah menyembuhkan sesuatu darinya.
Lalu Putri pun masuk ke dalam ruangan dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
Melihat Putri, Aulia dan Alin langsung melepaskan pelukan mereka.
"Lin, nanti siang kamu udah di izinin pulang sama dokter," ucap Putri.
"Yah, kelamaan dong. Tapi nggak papa, yang penting aku bisa keluar dari sini." Alin begitu senang karena ia tak akan berlama-lama di rumah sakit.
Mereka bertiga mengobrol bersama sampai akhirnya Alin bisa keluar dari rumah sakit, setelah itu mereka memutuskan menuju kafe tempat mereka bekerja karena hari sudah siang.
***
Setelah terjebak macet yang lumayan panjang, kini Raja pun sudah sampai di depan ruangan Al.
Saat akan membuka pintu, dia berpapasan dengar Bella yang akan keluar dari ruangan Al.
"Apa jangan-jangan, dia yang udah nyakitin Alin?" batin Raja menatap curiga pada Bella.
"Ngapain lo lihatin gue kayak gitu? Naksir lo sama gue?" ucap Bella seraya menatap Raja tajam.
"GR banget lo. Siapa juga yang naksir cewek matre kayak lo? Mendingan lo pergi dari sini, lo di sini bikin gue muak tau nggak," cetusnya.
"Gue juga mau pergi kok, malas banget gue di sini ada lo," dengus Bella yang pergi dari sana.
"Dari mana aja lo, ja? Nggak biasanya siang gini lo baru datang?" tanya Al saat Raja sudah duduk di depannya.
"Gue habis ngantarin Alin ke rumah sakit, Al. Tiba-tiba aja dia pingsan dan kata dokter, ada yang ngelakuin kekerasan fisik sama dia," ucap Raja.
"Terus, ngapain lo lihatin Bella kayak tadi?"
"Gue curiga kalau dia yang udah nyakitin Alin, Al."
"Maksud lo ngomong kayak gitu apa?" tanya Al kesal.
oh iya mampir juga yuk dikarya baruku, judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏