Dalam novel Janji Cinta di Usia Muda, Aira, seorang gadis sederhana dengan impian besar, mendapati hidupnya berubah drastis saat dijodohkan dengan Raka, pewaris keluarga kaya yang ambisius dan dingin. Pada awalnya, Aira merasa hubungan ini adalah pengekangan, sementara Raka melihatnya sebagai sekadar kewajiban untuk memenuhi ambisi keluarganya. Namun, seiring berjalannya waktu, perlahan perasaan mereka berubah. Ketulusan hati Aira meluluhkan sikap keras Raka, sementara kehadiran Raka mulai memberikan rasa aman dalam hidup Aira.
Ending:
Di akhir cerita, Raka berhasil mengatasi ancaman yang membayangi mereka setelah pertarungan emosional yang menegangkan. Namun, ia menyadari bahwa satu-satunya cara untuk memberikan kebahagiaan sejati pada Aira adalah melepaskan semua kekayaan dan kuasa yang selama ini menjadi sumber konflik dalam hidupnya. Mereka memutuskan untuk hidup sederhana bersama, jauh dari ambisi dan dendam masa lalu, menemukan kebahagiaan dalam cinta yang tulus dan ketenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Pertemuan Terlarang
Malam itu, Aira berjalan menuju tempat yang tak pernah ia kunjungi sebelumnya, sebuah gudang tua di pinggir kota. Tempat itu gelap, penuh bayang-bayang yang terasa mencekam. Pesan yang diterimanya beberapa jam lalu—dari pengirim misterius yang selama ini membayanginya—menginstruksikannya untuk datang sendiri, tanpa memberitahukan siapa pun. Aira tahu ini berisiko, tapi rasa ingin tahu mengalahkan ketakutannya. Ia merasa ini adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri teka-teki yang terus menghantuinya.
Sesampainya di sana, Aira melihat sesosok bayangan berdiri di ujung ruangan. Orang itu berdiri membelakanginya, tetapi postur tubuhnya tampak tak asing. Jantung Aira berdebar keras. Apakah ini sosok yang selama ini mengirim pesan-pesan ancaman itu?
"Aira, kamu akhirnya datang," suara rendah dan dingin itu terdengar, membuat bulu kuduk Aira meremang. Sosok itu berbalik, menatapnya dengan mata yang tajam, penuh misteri.
"Siapa kamu sebenarnya? Apa yang kamu inginkan dariku?" tanya Aira, suaranya bergetar, meskipun ia mencoba tetap terlihat kuat.
Orang itu tersenyum tipis, senyumnya terlihat menusuk. "Pertanyaan yang bagus. Kamu sudah lama mencariku, tapi mungkin kebenaran ini akan lebih sulit diterima dari yang kamu bayangkan."
Aira mengepalkan tangannya, berusaha mengatasi ketakutan yang kini semakin mendalam. "Kalau begitu, jelaskan. Apa yang kamu tahu tentang aku? Dan mengapa kamu mengirim pesan-pesan itu?"
Sosok itu melangkah mendekat, membuat Aira mundur satu langkah tanpa sadar. "Kamu mungkin tidak mengenalku, tapi aku tahu segalanya tentangmu, Aira. Tentang rahasiamu, tentang masa lalu yang coba kamu lupakan."
"Masa lalu?" Aira mengernyit. "Aku tidak mengerti maksudmu."
"Benarkah?" Orang itu tersenyum sinis. "Apa kamu yakin tidak ada satu pun rahasia yang kamu sembunyikan? Tidak ada kesalahan yang kamu buat, yang kini kembali menghantuimu?"
Aira terdiam, pikirannya kacau balau. Ia mencoba mengingat apa yang orang itu maksud, tapi setiap ingatannya seakan terhalang kabut tebal yang tak bisa ia tembus.
"Aku akan memberimu satu petunjuk," kata sosok itu sambil mendekatkan wajahnya ke arah Aira. "Ada sesuatu yang hilang dari hidupmu. Sesuatu yang mungkin pernah kamu lupakan. Dan aku di sini untuk memastikan kamu mengingatnya."
"Apa maksudmu?" desak Aira. "Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan!"
Sosok itu tertawa kecil, tetapi nadanya terdengar dingin. "Aku tidak perlu menjelaskan semuanya sekarang. Pada waktunya, kamu akan tahu. Tapi satu hal yang pasti, Aira—aku adalah bayangan dari kesalahanmu. Bayangan yang akan terus menghantui setiap langkahmu."
Aira mencoba melawan ketakutan yang melanda. Ia tahu ia tidak boleh menunjukkan kelemahan, terutama kepada seseorang yang begitu mengancam. "Apa yang kamu inginkan dariku? Uang? Kekuasaan?"
Orang itu menggeleng. "Aku tidak butuh uangmu, Aira. Yang aku butuhkan hanyalah kebenaran. Aku ingin melihatmu menghadapi kenyataan, dan melihat bagaimana kau berhadapan dengan dirimu sendiri ketika semua terungkap."
Aira menatapnya dengan kebencian. "Jika kau hanya ingin menyiksaku dengan permainan ini, maka kau sudah menang. Tapi aku tidak akan membiarkan diriku hancur hanya karena ancaman kosong."
Sosok itu tersenyum, seolah menikmati ketegangan yang kini menyelimuti ruangan. "Aku akan melihat seberapa lama kamu bisa bertahan, Aira. Tapi ingat, aku akan selalu ada di sini, dalam bayang-bayang, menantimu membuat langkah yang salah."
"Cukup!" teriak Aira, suaranya terdengar penuh amarah dan ketegangan. "Aku tidak akan membiarkanmu menguasai hidupku!"
Namun, sebelum ia bisa bergerak lebih jauh, sosok itu menghilang ke dalam kegelapan, meninggalkan Aira sendirian di ruangan yang kini terasa lebih mencekam. Aira berdiri kaku, merasakan adrenalin yang membuat tubuhnya bergetar. Ia merasa dihantui oleh sesuatu yang tak terlihat, namun nyata adanya.
Saat Aira berjalan keluar dari gudang, pikirannya masih dipenuhi oleh pertemuan tersebut. Ia tak bisa melupakan tatapan sosok itu, penuh misteri dan kebencian yang mendalam. Siapakah sebenarnya orang itu, dan apa hubungan mereka di masa lalu?
---
Pagi harinya, Aira memutuskan untuk menceritakan kejadian itu kepada Adrian dan Raka. Mereka bertemu di kafe, dan Aira menjelaskan semua yang terjadi dengan wajah serius.
"Dia bilang kalau dia tahu rahasia masa laluku," kata Aira, suaranya penuh kebingungan. "Tapi aku tidak tahu apa yang dia maksud."
Adrian menatapnya dengan tajam, terlihat sangat khawatir. "Aira, orang ini jelas punya niat buruk. Kamu tidak seharusnya pergi sendirian tadi malam."
Raka yang duduk di samping mereka terlihat termenung. "Apa kamu yakin tidak ada satu pun yang kamu sembunyikan dari masa lalumu, Aira? Mungkin ada sesuatu yang pernah kamu lupakan atau coba untuk tidak diingat."
Aira menggeleng, tetapi rasa ragu mulai merayapi hatinya. "Aku tidak ingat ada hal seperti itu, Raka. Tapi mungkin... mungkin aku memang melupakan sesuatu."
Adrian meletakkan tangannya di bahu Aira, mencoba menenangkannya. "Kita harus berhati-hati. Orang ini sepertinya tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan apa yang dia inginkan."
"Apa pun yang terjadi, kita akan mencari tahu siapa dia," ucap Raka dengan nada yakin. "Kita tidak akan membiarkannya terus-terusan menghantui hidupmu, Aira."
Aira mengangguk, merasa sedikit lega karena ada yang mendukungnya. Namun, jauh di dalam hatinya, ia tahu bahwa pertempuran ini belum berakhir. Pertemuan terlarang itu hanya awal dari rangkaian peristiwa yang mungkin akan lebih mengguncang.
---
Di malam hari, Aira menerima pesan lain di ponselnya. Pesan itu berbunyi, "Kau mungkin punya teman yang siap melindungimu. Tapi pada akhirnya, kau harus menghadapi bayanganmu sendiri."
Aira merasakan hawa dingin menyusup ke tubuhnya. Pertarungan ini baru saja dimulai, dan ia tahu, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia harus berani menghadapi masa lalu yang mungkin jauh lebih gelap dari yang ia bayangkan.