Ruby Alexandra harus bisa menerima kenyataan pahit saat diceraikan oleh Sean Fernandez, karna fitnah.
Pergi dengan membawa sejuta luka dan air mata, menjadikan seorang Ruby wanita tegar sekaligus single Mom hebat untuk putri kecilnya, Celia.
Akankah semua jalan berliku dan derai air mata yang ia rasa dapat tergantikan oleh secercah bahagia? Dan mampukah Ruby memaafkan Sean, saat waktu berhasil menyibak takdir yang selama ini sengaja ditutup rapat?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzana Raisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lingkungan Pertemanan Margareth
Usia boleh saja bertambah, namun fikiran harus tetap muda. Tunggangan mewah yang membawa tubuh seorang perempuan paruh baya itu, terhenti di depan gerbang utama sebuah kediaman mewah yang lebih mirip seperti istana.
Margaret muka sedikit kaca jendela, memberikan tanda pengenal sebagai akses masuk kendaraan pada beberapa penjaga keamanan rumah.
"Silakan, Nyonya."
Margareth tak menjawab. Ia kembali munutup kaca mobil dan mulai memasuki halaman luas bangunan berlantai tiga tersebut. Perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik dan awet muda itu lebih dulu merapikan penampilan sebelum keluar. Dari dalam kaca mobil, ia bisa melihat beberapa mobil dari rekan sosialitanya sudah terparkir.
Margareth mengibas rambut panjangnya yang tergerai. Memastikannya rapi tanpa berantakan sedikit pun.
Kaki jenjangnya menapaki lantai area parkir. Dengan elegan ia mulai melangkah, menuju pintu utama di mana dua orang pelayan tampak menyambut kedatangannya.
"Selamat datang Nyonya," sapa kedua pelayan seraya menundukan kepala. "Nyonya Lucia sudah menunggu di dalam," sambung salah seorang pelayan sembari mempersilahkan Margareth untuk masuk ke dalam rumah.
"Terimakasih." Perempuan yang kini mengenakan pakaian serba mahal itu kembali melanjutkan langkah. Di salah satu ruangan suara-suara dari beberapa rekan sudah tertangkap di indra pendengar. Margareth mempercepat langkah.
"Waw, lihat siapa yang datang!." seru perempuan yang tak lain adalah pemilik rumah.
"Lusia." Margareth mendekat. Kedua sahabat itu saling mendekap dan menempelkan pipi satu sama lain.
"Aku senang kau datang," ucap Lucia selepas mengurai pelukan.
"Aku juga, senang bisa bertemu denganmu."
Lucia membawa Margareth untuk bergabung bersama rekan-rekan lain. Di dalam ruangan luas itu beberapa rekan sesama sosialita tengah berkumpul. Mereka asyik bercengkerama dan menikmati hidangan mewah yang sudah dipersiapkan khusus oleh Lucia.
Lucia bukanlah dari kalangan biasa. Ia merupakan istri dari salah seorang konglomerat, pemilik beberapa stasiun televisi swasta yang cukup dikenal di indonesia bahkan mancanegara.
Lucia memiliki tiga orang putri yang ke tiganya sudah berkeluarga. Ia merupakan sahabat dekat Margareth bahkan sebelum mereka dikarunia anak.
"Margareth, kau datang sendiri?." Seorang teman bertanya, saat melihat Margareth datang seorang diri. Biasanya perempuan itu akan datang bersama Selena, putrinya atau hakan Ruby, ah yang sekarang bahkan sudah menjadi mantan menantunya.
"Ya, seperti yang kau lihat. Aku datang sendiri." Begitu santai Margareth berucap. Dengan elegan ia menjatuhkan bobot tubuh di sebuah sofa single.
Dalam ruangan itu bukan hanya diisi rekan-rekan Lusia, namun di sudut Lain beberapa perempuan muda pun membentuk perkumpulan. Mereka adalah para menantu atau pun putri dari para rekan lucia, seperti Margareth.
Saat berkumpul, tak jarang mereka membawa serta anak menatu untuk diperkenalkan sekaligus dipamerkan. Mereka yang notabene keluarga kaya, berbangga diri membawa menatu yang juga berasal dari keluarga kaya dan tentunya memiliki pekerjaan dan gaya hidup mentereng.
Seperti halnya Garneta, teman sesama sosialita yang memiliki seorang menantu yang juga berasal dari keluarga berada. Miranda, perempuan berusia 27 tahun yang menjadi menantunya berprofesi sebagai dokter muda, sekaligus pemilik sebuah klinik kecantikan.
Kehidupan yang mapan serta karir cemerlang membuat Garneta dengan begitu bangga memamerkan menantunya. Ia pun membawa serta Miranda dalam acara-acara khusus, untuk diperkenalkan dengan rekan sesama sosialitanya.
Hal tersebut rupanya menimbulkan rasa iri dalam diri seorang Margareth. Sean, putra yang ia bangga-banggakan justru memilih menikahi gadis yang sungguh jauh dari harapan. Sean seperti menurunkan martabatnya sebagai seorang Ibu, saat dengan terang-terangan menolak gadis yang ia perkenalkan.
Satu kali Ruby pernah menemaninya ke acara perkumpulan kaum sosialita. Ruby yang terbiasa berpakaian sederhana, tak membuatnya lantas bermewah-mewah saat sudah menjadi istri dari Sean. Pakaian yang kenakan kala itu terlihat biasa, dan hanya ada cincin dan anting berukuran mungil sebagai perhiasan yang ia kenakan pada saat acara tersebut.
Paras Ruby memang cantik, semua pasang mata mengakui itu. Akan tetapi, paras saja rupanya tidak mampu membungkam para mulut pedas yang mengunjingnya dibelakang, dan hal itu pun akhirnya sampai ke telinga Margareth. Harga diri perempuan yang selalu ingin tampil sempurna itu, seakan dihempaskan. Ia merasa dipermalukan oleh sang menantu yang dianggap benalu dan menjadi beban untuknya.
Gelak tawa masih terdengar. Margareth memejamkan mata. Bermula dari kejadian itulah, dirinya semakin tak menyukai Ruby. Terlebih saat Sean seakan tak mempermasalahkan kesederhanaan dan penampilan Ruby ketika berhadapan dengan para istri kolega bisnis yang selalu berpenampilan serba Wah. Margareth meradang. Ruby bukanlah sosok menantu idaman sekaligus yang ia harapkan. Maka dengan terpaksa ia pun harus menyingkirkan.
Maafkan aku, Ruby.
💗💗💗💗💗
"Aku dengan Sean bercerai dari Ruby, apakah itu benar?." Lucia sengaja membawa Margareth menjauh dari rekan lain. Di dalam ruangan yang hamya diisi mereka berdua, Lucia lebih leluasa untuk mengorek informasi tentang Sean dari Ibunya.
Margareth mengangguk pelan.
"Ya, mereka sudah resmi berpisah."
Lucia terlihat menghela nafas.
"Masalah apa yang membuat mereka bercerai?."
Margareth memainkan dua tangannya yang bertautan. Wajahnya terlihat tidak nyaman saat harus menjawab pertanyaan sang sahabat.
"Masalahnya tetap sama. Dia, bukanlah menantu yang aku sesuai dengan keinginkanku." Jawaban telak yang membuat Lucia menghela nafas dalam.
"Kau yang sengaja memisahkan mereka?."
"Maaf, itu bukanlah urusanmu." Margareth menatap lucia tajam, hingga perempuan itu pun terdiam.
"Aku berencana untuk menjodohkan Sean dengan Silvia. Putri dari Bramantyo dan Wening." Terselip rasa bahagia saat Margareth menyebut nama konglomerat yang kastanya setara dengan keluarganya.
Lucia mengerutkan dahi. Coba mengingat beberapa nama yang baru saja sang sahabat sebutkan.
"Putri Wening dan Bramantyo? Kau berniat menjodohkan Sean dengan putri mereka?."
Margareth mengangguk. Seratus persen yakin akan rencananya.
"Ya, bukankah mereka serasi. Silvia, selain cantik dan berpendidikan dia juga mempunyai usaha sendiri. Hebat 'kan. Dia kriteria menatu yang selama ini aku idam-idamkan. Terlebih dia juga terlahir dari keluarga kaya." Margareth tertawa pongah. Ia sungguh membanggakan sesuatu yang belum pasti terjadi.
"Wah, Rupaya kau masih belum mendengar kabar terbaru dari keluarga Wening." Lucia ikut tertawa. Lebih tepatnya mengejek Margareth.
"Kabar, kabar terbaru apa?." Margareth menatap penuh tanya pada Lucia.
"Begini, aku memiliki seorang keponakanku yang pada saat itu sedang dijodohkan dengan Silvia, putri Wening. Kau tau 'kan jika kebanyakan putra putri dari kita menikah karna permainan bisnis, ya sebut saja menjalani hubungan saling menguntungkan seperti itulah."
Margareth mendengar penuturan sang sahabat secara seksama. Ia bahkan baru tau jika Silvia sudah pernah dijodohkan sebelumnya.
"Lalu?."
"Pada awalnya hubungan itu mengalir begitu saja sesuai keinginan kedua belah pihak orang tua. Bahkan pertunangan pun sudah terlaksana. Akan tetapi, terhembusnya suatu kabar yang menyatakan jika perusahaan suami Wening Mengalami kebangkrutan dan Bramantyo terlibat sengketa lahan tanah pabrik tekstil, membuat keluarga keponakanku memutuskan perjodohan secara sepihak. Pernikahan itu tak terjadi, dan keponakanku pun sudah mendapatkan pengganti yang lebih kaya dari keluarga Silvi. Jadi jika kau mengatakan keluarga Silvi setara dengan kasta kita, maka kau salah. Kini, mereka sudah menjadi gelandangan."
"Apa!." Margareth menelan saliva berat dengan wajahnya terlihat sangat syok.
Tbc.
Maaf, slow update kakak, soalnya anak lagi sakit 🙏🙏
next Thor🌹
la ini malahan JD bencana gr2 percaya Sama mamaknya