Elle, seorang barista di sebuah kedai kopi kecil di ujung kota, tanpa sengaja terlibat perselisihan dengan Nichole, pemimpin geng paling ditakuti di New York. Nichole menawarkan pengampunan, namun dengan satu syarat: Elle harus menjadi istrinya selama enam bulan. Mampukah Elle meluluhkan hati seorang mafia keji seperti Nichole?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Absolute Rui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12: Panas di Tengah Kegelapan
Hujan kembali mengguyur kota, membawa udara dingin ke apartemen tempat Elle dan Nichole tinggal. Malam itu, keduanya duduk di ruang tamu, diam di tengah ketegangan yang terus menggantung sejak kejadian di bangunan tua.
Di meja antara mereka, kotak besi itu masih ada, tertutup rapat seolah menjadi simbol rahasia yang membelenggu Nichole dan membuat Elle gelisah.
“Elle,” Nichole memulai, memecah keheningan. Suaranya terdengar lebih dalam, lebih lembut dari biasanya. “Ada hal-hal yang aku simpan darimu karena aku ingin melindungimu. Aku tahu itu salah, tapi aku tidak bisa membiarkanmu terluka.”
Elle menatapnya dengan mata tajam. “Kau terus mengatakan itu, Nichole. Tapi kau tidak pernah memberi tahu aku apa sebenarnya yang terjadi. Aku sudah menikah denganmu selama dua bulan, tapi rasanya seperti aku tidak benar-benar mengenalmu.”
Nichole menghela napas panjang, lalu berdiri dan berjalan ke jendela besar di ruang tamu. Punggungnya tegap, tetapi ada sesuatu yang rapuh dalam caranya memandang keluar ke kota yang basah oleh hujan.
“Pernikahan ini,” katanya pelan, “bermula sebagai cara untuk melindungi diriku dan bisnisku. Aku butuh seseorang yang tidak terlibat dalam dunia yang aku jalani. Seseorang yang bisa menjadi tamengku.”
“Dan aku hanya itu bagimu? Tameng?” Elle bertanya, suaranya terdengar lirih tetapi penuh emosi.
Nichole berbalik, tatapannya bertemu dengan mata Elle. Ada rasa bersalah yang dalam di balik mata birunya. “Awalnya, mungkin. Tapi sekarang... kau lebih dari itu, Elle.”
Hati Elle berdetak lebih cepat. Ada sesuatu dalam cara Nichole berbicara—kejujuran yang jarang ia tunjukkan.
“Kau pikir aku akan puas dengan jawaban itu?” Elle berdiri, mendekatinya. “Aku tidak tahu apa yang kau sembunyikan, Nichole, tapi aku tahu satu hal. Aku tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayangmu.”
Nichole menatapnya, dan untuk pertama kalinya, ia merasa kehilangan kata-kata. Di hadapannya, Elle tampak begitu kuat, meskipun matanya memancarkan kebingungan dan luka.
“Kau ingin tahu?” kata Nichole akhirnya. “Baiklah. Aku akan memberitahumu. Tapi jika aku melakukannya, kau harus bersiap menerima apa pun yang datang setelahnya. Dunia ini bukan dunia yang mudah. Jika kau masuk lebih jauh, kau tidak bisa keluar lagi.”
Elle mengangguk. “Aku sudah berada di dalam, Nichole. Sudah sejak hari pertama kau menarikku ke dalam kehidupanmu. Aku hanya ingin kejujuran.”
Nichole mendekat, langkahnya pelan tetapi penuh tekad. Ketika ia berdiri hanya beberapa inci dari Elle, ia meraih tangan Elle, menggenggamnya dengan lembut.
“Aku tidak pernah ingin kau menjadi bagian dari ini,” katanya, suaranya hampir seperti bisikan. “Tapi aku tidak bisa menyangkal bahwa kehadiranmu... membuatku ingin melindungi sesuatu untuk pertama kalinya dalam hidupku.”
Elle merasa panas menjalar di wajahnya. Sentuhan Nichole di tangannya begitu hangat, begitu nyata. “Nichole, aku—”
Kata-kata Elle terhenti ketika Nichole menunduk sedikit, cukup dekat sehingga Elle bisa merasakan napasnya. “Kau membuatku lupa siapa aku, Elle. Kau membuatku ingin menjadi seseorang yang lebih baik. Tapi aku takut, karena menjadi dekat denganmu berarti aku juga membahayakanmu.”
Sebelum Elle bisa merespons, Nichole menutup jarak di antara mereka, bibirnya menyentuh bibir Elle dengan lembut. Ciuman itu terasa seperti api yang membakar di tengah badai, penuh dengan emosi yang selama ini terpendam.
Elle membeku sejenak, tetapi kemudian ia membalas ciuman itu, membiarkan dirinya larut dalam momen yang begitu intens. Tangan Nichole bergerak ke pinggangnya, menariknya lebih dekat, seolah-olah ia takut kehilangan Elle.
Ketika mereka akhirnya melepaskan diri, Elle menatap Nichole dengan mata yang masih terkejut. “Apa itu... jawabanmu?”
Nichole tersenyum kecil, wajahnya tampak lebih lembut daripada yang pernah Elle lihat sebelumnya. “Aku tidak tahu bagaimana cara lain untuk menjawabmu.”
Elle menelan ludah, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Tapi sebelum ia bisa berbicara, Nichole mengambil kotak besi dari meja.
“Aku akan menunjukkan sesuatu,” katanya. “Tapi kau harus janji padaku bahwa apa pun yang kau lihat, kau tidak akan pergi.”
Elle mengangguk tanpa ragu. “Aku tidak akan pergi, Nichole.”
Nichole membuka kotak itu dengan kunci kecil yang tergantung di lehernya. Di dalamnya, ada beberapa dokumen lama, foto-foto yang sudah menguning, dan sebuah pistol kecil yang tampak tua.
“Ini adalah bagian dari hidupku yang lama,” kata Nichole, menunjukkan foto seorang pria dan wanita muda. “Ini orang tuaku. Mereka dibunuh oleh seseorang yang aku percaya—seseorang yang menjadi bagian dari bisnis ini.”
“Bisnis?” Elle bertanya, meskipun ia sudah tahu jawabannya.
“Bisnis keluarga,” kata Nichole. “Bisnis mafia. Aku mewarisinya ketika aku masih sangat muda. Dan aku telah menghabiskan seluruh hidupku mencoba melindungi apa yang tersisa dari keluarga ini.”
Elle terdiam, mencoba mencerna semua informasi itu. “Jadi, pernikahan ini... kau melakukannya untuk melindungi bisnismu?”
Nichole mengangguk. “Awalnya, ya. Tapi sekarang, aku ingin melindungimu. Kau adalah satu-satunya hal yang nyata dalam hidupku, Elle. Dan aku tidak bisa kehilangan itu.”
Hati Elle berdebar kencang. Ia tahu apa yang baru saja ia dengar seharusnya membuatnya takut, tetapi di dalam dirinya, ada rasa yang lebih besar dari ketakutan. Ia melihat Nichole, bukan sebagai bos mafia, tetapi sebagai pria yang terluka dan rapuh, yang berusaha melindungi orang-orang yang ia sayangi.
“Kalau begitu,” Elle berkata pelan, “biarkan aku tetap di sisimu. Aku tidak peduli seberapa sulitnya. Aku ingin berada di sini, denganmu.”
Nichole menatapnya dengan mata penuh emosi. “Kau tidak tahu apa yang kau katakan, Elle. Dunia ini bisa menghancurkanmu.”
“Kalau begitu,” Elle menggenggam tangannya lebih erat, “kita akan menghadapi dunia ini bersama.”
Nichole tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya menarik Elle ke dalam pelukannya, membiarkan kehangatan mereka menepis dinginnya malam.
Malam itu, di tengah hujan yang terus mengguyur, mereka menemukan sesuatu yang lebih kuat daripada ketakutan dan rahasia: cinta yang mulai berakar di antara keduanya, meski dunia mencoba memisahkan mereka.
...To be Continued...
Aku membaca sampai Bab ini...alurnya bagus cuma cara menulisnya seperti puisi jdi seperti dibuat seolah olah mencekam tpi terlalu..klo bahasa gaulnya ALAY Thor...maaf ya 🙏...Kisah yg melatar belakangi LN dn itu soal cium" ketua mafia hrsnya lebih greget ngak malu"... klo di Indonesia mungkin sex tdk begitu ganas krn kita mengedepankan budaya timur..ini LN sex hrnya lbih wau....dlm hal cium mencium..ini mlah malu" meong 🤣🤣🤣🤣🤣