Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Kesalahan
"Lepas bajumu. Biar sekalian kucuci," ucap Lilis. Meskipun perkataannya lembut tetap saja terasa seperti sebuah perintah yang mengintimidasi.
Andre masih ragu-ragu melepas bajunya yang kotor. Laki-laki itu kini berdiri di dalam kamar mandi rumah Lilis. Di hadapannya sosok Lilis tengah berdiri tersipu dengan tubuh hanya tertutupi bathrobe.
"Nanti aku pulang pakai apa?" tanya Andre setengah berbisik. Dia merasa sungkan. Baru pertama kali baginya, berduaan dengan seorang perempuan di dalam kamar mandi.
"Aku ada kaos oversize, yang kurasa muat untukmu. Kolor ukuran besar juga ada," sambung Lilis.
Andre menghela napas. Kemudian segera menanggalkan bajunya. Lilis membantu laki-laki itu membuka celana. Keduanya tampak ragu-ragu yang menunjukkan jika sama-sama belum berpengalaman. Namun perasaan berdebar di dada sudah tak terbendung. Bagi mereka sudah tidak ada jalan untuk kembali.
"Benarkah tidak apa-apa seperti ini?" tanya Andre dengan napasnya yang terdengar kasar. Tubuhnya tak tertutup sehelai benang pun. Menunjukkan perut six pack dan otot dada yang terpahat sempurna.
"Aku yang mengajakmu kan?" sambung Lilis tersipu. Nyatanya perempuan itu membuang muka. Tidak tahan melihat badan atletis Andre.
"Tapi kamu curang jika tetap memakai bathrobe kan?" sergah Andre sedikit menggoda. Lilis menggigit bibirnya. Kemudian melepas bathrobe yang dia kenakan. Keduanya mendekat dan saling mendekap. Shower dinyalakan, dan gemericik air menjadi saksi dua insan muda yang tengah dimabuk cinta.
_
Pukul setengah sepuluh malam Andre pamit pulang. Dia mengenakan kaos oblong dengan sablon bergambar anime di bagian belakang. Celana kolor hitam juga terasa pas di badan Andre. Awalnya Andre sempat khawatir jika dia harus memakai kaos Lilis dengan motif gambar yang terlalu berwarna. Ternyata tidak demikian. Perempuan galak itu, nyatanya memiliki koleksi baju yang sesuai dengan selera Andre.
"Salam untuk Bunda," ucap Lilis tersenyum. Andre mengangguk dengan wajah berbinar. Seperti handphone yang baru saja terisi daya hingga penuh.
Andre menghidupkan musik dalam mobilnya. Berkendara ditemani alunan lagu pop bernada penuh cinta. Sesekali bergumam ikut berdendang. Merasakan cinta memang sanggup melupakan kesedihan. Bahkan terkadang cinta menghilangkan kewarasan.
Tidak berselang lama, mobil Andre masuk ke rubanah rumah sakit. Sebelum mematikan mobil, dia menyandarkan punggungnya di kursi kemudi. Andre menghela napas sambil tersenyum berbinar. Kembali terbayang apa yang baru saja dilakukannya bersama Lilis.
Saat Andre turun dari mobil, suasana rubanah cukup gelap. Ada sensasi dingin yang meniup tengkuk. Andre mengabaikannya. Pikirannya masih sibuk membayangkan kembali kulit Lilis yang mulus berada di dekapannya. Hingga kemudian terdengar suara langkah kaki yang bergema.
Andre tertegun. Dalam kegelapan terlihat sosok yang berdiri dengan jarak beberapa jengkal darinya. Sosok itu tidak bergerak, hanya berdiri diam tak bersuara.
"Siapa?" tanya Andre ragu-ragu.
Andre meraih handphone, menyalakan lampu flash dan mengarahkan pada sosok dalam kegelapan. Saat cahaya dari handphone menerpa wajah, barulah terlihat Tabah dengan ekspresinya yang datar. Andre menghela napas lega.
"Kamu membuatku kaget Pak Dhe!" keluh Andre. Dia berjalan mendekati Tabah. Tetapi seniornya itu tetap bergeming di tempatnya berdiri.
"Kenapa tidak memberi kabar? Apa yang terjadi? Apa yang dikatakan Mbah Tejo?" tanya Andre kemudian. Tabah tidak menjawab. Dia menoleh dengan ekspresi datar.
"Apa yang sudah kamu lakukan?" tanya Tabah. Suaranya terdengar sedikit menggeram.
"Hah? Apanya Pak Dhe?" Andre kebingungan. Tingkah Tabah terasa aneh. Tidak seperti biasanya.
"Apa yang sudah kamu lakukan? Kamu tahu konsekuensi atas tindakanmu?" desak Tabah. Andre semakin bingung.
"Aku tidak mengerti Pak Dhe," kilah Andre. Dia berjalan mundur beberapa langkah menjauhi Tabah.
"Celaka Ndre. Padahal kamu adalah sebuah harapan. Dasar tidak berguna," pekik Tabah setengah mengerang. Ekspresinya menunjukkan rasa marah.
Belum hilang rasa terkejut di benak Andre, Tabah sudah melangkah pergi. Pandangannya masih tetap terlihat kosong. Andre diam tertegun di tempatnya berdiri.
"Sial! Apa maksudnya? Apa sih yang sudah dilakukan Mbah Tejo pada Pak Dhe Tabah?" gumam Andre sendirian. Dia merasa hawa dingin kembali menjalar di lehernya. Andre mengangkat kedua bahu kemudian mengusap belakang leher.
Andre berlari-lari kecil keluar dari rubanah rumah sakit. Tabah sudah menghilang entah kemana. Andre mempercepat langkah. Mobil milik pegawai rumah sakit tampak terparkir berjejer di bagian luar rubanah.
Malam ini rumah sakit terlihat lebih ramai. Ruang UGD dari luar juga terlihat sibuk. Mungkin jumlah pasien mengalami penambahan yang signifikan.
Andre berjalan sembari memperhatikan sekeliling. Saat mendongak, dia melihat ada sosok yang berada di ambang jendela lantai atas. Tanpa diduga, dalam hitungan detik, sosok itu melompat terjun dari lantai atas.
Bunyi tubuh menghantam kap sebuah mobil yang tengah terparkir memekakkan telinga. Andre yang berdiri tidak jauh, spontan berlari menghambur. Dadanya terasa sesak. Air di kedua sudut mata mulai menetes.
Andre melompat ke kap mobil. Mendekap sosok yang terkapar di atasnya. Darah mengucur dari kepala. Andre berteriak minta tolong. Orang yang melompat dari lantai atas adalah Nurma, Bundanya.
Suasana rumah sakit berubah riuh ramai. Nurma langsung dilarikan ke ICU. Andre menunggu di luar dengan pundaknya yang tampak melorot jatuh. Kaos milik Lilis kotor oleh noda darah.
Bi Irah datang dan langsung memeluk kaki Andre. Dia bersimpuh meminta maaf sambil tetap menggenggam kresek berisi susu murni.
"Bibi darimana? Kenapa meninggalkan Bunda sendirian?" desak Andre penuh amarah.
"Maafkan Bibi. Nyonya memaksa Bibi untuk beli susu Mas. Bibi tidak menyangka akan jadi seperti ini," ratap Bi Irah ketakutan. Perempuan itu khawatir dengan keselamatan majikannya.
Andre sendiri tidak mau menumpahkan kesalahan pada Bi Irah seorang. Dia mengutuk diri sendiri dalam hati. Seandainya Andre tidak berlama-lama di rumah Lilis. Seandainya dia langsung pulang setelah kerja, tentu Sang Bunda tidak mengalami kejadian mengerikan seperti ini.
"Mas, tapi bukankah semua ini aneh Mas?" ucap Bi Irah di antara isak tangisnya.
"Nyonya tidak pernah lepas dari kursi rodanya. Tapi kali ini dia melompat sendirian dari lantai atas. Bagaimana mungkin Mas?" lanjut Bi Irah.
Dada Andre rasanya seperti dihantam dengan palu. Sakit dan nyeri. Pelipisnya terasa berdenyut kala menyadari ucapan Bi Irah sepenuhnya benar. Bundanya dalam kondisi lumpuh selama ini. Namun tadi di depan matanya sendiri Andre melihat Sang Bunda melompat dari jendela. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?
"Bi, kali ini tolong diam di ruangan ini. Kalau penanganan medis selesai segera hubungi aku. Ada yang harus kupastikan," perintah Andre. Bi Irah hanya mengangguk meski kebingungan, tidak mengerti maksud perkataan majikannya.
Andre berlari-lari kecil menyusuri lorong rumah sakit. Dia sampai di bagian resepsionis. Kemudian menanyakan dimana Siska, anak dari Tabah dirawat.
"Nak Siska baru saja diijinkan pulang. Mungkin baru sampai di rubanah tempat parkir," ujar resepsionis ramah setelah memeriksa data pasien di layar komputer.
Andre mengucapkan terimakasih kemudian bergegas menyusul ke rubanah. Namun baru sampai di pintu keluar, tampak Tabah berdiri bersandar pada pintu mobil yang tertutup.
lanjut bung...tetap semangat....
jngn jngn ini dukunn nya ntar lawannya Mbah Tejo.
ahh komentar ku jngn jngn mulu wkwkwkwk.
Aku curiga sama Lilis omm... bkn suudzon tapi ntahlah Lilis kek manipulatif.
hmmm,,, aq masih blm bisa terima bang Andre sama Lilis ....,,