"Dewa Penghancur"
Kisah ini bermula dari seorang pemuda bernama Zhi Hao, yang sepanjang hidupnya selalu menjadi korban penghinaan dan pelecehan. Hidup di pinggiran masyarakat, Zhi Hao dianggap rendah—baik oleh keluarganya sendiri, lingkungan, maupun rekan-rekan sejawat. Setiap harinya, ia menanggung perlakuan kasar dan direndahkan hingga tubuh dan jiwanya lelah. Semua impian dan harga dirinya hancur, meninggalkan kehampaan mendalam.
Namun, dalam keputusasaan itu, lahir tekad baru. Bukan lagi untuk bertahan atau mencari penerimaan, melainkan untuk membalas dendam dan menghancurkan siapa saja yang pernah merendahkannya. Zhi Hao bertekad meninggalkan semua ketidakberdayaannya dan bersumpah: ia tak akan lagi menjadi orang terhina. Dalam pencarian kekuatan ini, ia menemukan cara untuk mengubah dirinya—tidak hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam jiwa dan sikap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jajajuba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24: Rencana di Balik Rencana
Zhi Lan, adik kedua dari sang Patriark Zhi Sao yang berkuasa atas Aula Senjata, kini telah bersekongkol dengan kakaknya, Zhi Renxiao, dalam upaya tegas untuk menjatuhkan Zhi Sao. Dengan licik, ia telah menanamkan keraguan dalam hati para Tetua dengan membongkar sebuah rahasia yang mengejutkan. “Tahukah kalian, ternyata Zhi Hao itu bukan putra kandung Zhi Sao,” bisik Zhi Lan dengan nada yang mematikan.
Ketegangan mencengkeram ruangan itu. “Penatua Lan, apakah kau tidak takut ini merupakan fitnah belaka?” tanya Penatua Ketiga, Zhi Xing, tatapannya menusuk langsung ke arah Zhi Lan.
“Mengapa aku harus berdusta?” sahut Zhi Lan dengan tenang. “Aku satu-satunya yang mengetahui rahasia ini, karena saat Zhi Sao menikah, wanita itu sudah mengandung dari pria lain!”
Keraguan merebak, tetapi Penatua Ketiga masih bergeming. “Aku masih sulit percaya. Namun, jika ini benar, maka Zhi Hao tidak layak mewarisi Teknik Pedang Kilat, yang merupakan kebanggaan Klan Zhi.”
Sementara itu, Penatua Keempat terpecah antara kesetiaan dan kebenaran. “Lalu, apa langkah kita berikutnya? Zhi Sao terlalu mulia untuk kita kudeta,” keluhnya, suaranya berat dengan konflik batin.
Dengan taktis, Zhi Lan telah membuka tabir kecurigaan dan pengkhianatan, menciptakan sebuah pusaran konflik yang siap meledak kapan saja di jantung Klan Zhi.
"Ada banyak hal yang mungkin kamu tidak tahu," bisik Penatua Zhi Lan, suaranya rendah dan penuh teka-teki. "Kakakku itu sekarang sedang memanipulasi Bisnis. Jika kamu tidak percaya, ikuti aku."
Penatua Ketiga Zhi Xing dan Penatua Keempat Zhi Meng saling bertukar pandang, keraguan terukir di wajah mereka. Selama ini, Zhi Lan selalu menjadi yang paling pendiam di antara mereka, sosok yang tenang dan tak mencolok. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam suaranya kali ini, sebuah kelicikan yang tersembunyi di balik kata-katanya.
"Apa maksudmu?" tanya Zhi Xing, suaranya sedikit gemetar.
Zhi Lan tersenyum tipis, senyum yang membisikkan kelicikan. "Kau akan tahu sebentar lagi," jawabnya, matanya berbinar-binar. "Selama ini aku hanya diam, tapi karena seseorang mulai bergerak, aku bisa memanfaatkan."
Tanpa menunggu jawaban, Zhi Lan melangkah maju, meninggalkan kedua penatua di belakang. Mereka saling pandang lagi, lalu mengikuti Zhi Lan dengan hati-hati.
Mereka berjalan menuruni bukit, melewati hutan pinus yang lebat, hingga mencapai tepi lembah. Di sana, mereka melihat tiga sosok yang sedang berbincang, suara mereka samar-samar terdengar dari kejauhan.
"Lihatlah, Penatua Pertama sedang bersama Zhi Long dan Bandit Wild House," bisik Zhi Lan, menunjuk ke arah tiga sosok itu.
Mereka bersembunyi di balik sekelompok pohon besar, mengamati dengan seksama.
"Apa yang mereka bicarakan?" tanya Zhi Xing, mencoba mengintip melalui celah dedaunan.
"Tentu saja tentang senjata yang akan diselundupkan," jawab Zhi Lan, suaranya penuh keyakinan. "Senjata yang orang-orangku buat. Aku telah menyelidiki semuanya, Zhi Renxiao sengaja mengusulkan di pertemuan sekte sebelumnya."
"Lalu untuk apa mereka bekerjasama?" tanya Zhi Meng, kebingungan tergambar di wajahnya.
"Zhi Long sakit hati karena Zhi Sao menyerahkan Teknik Pedang Kilat pada Zhi Hao," jawab Zhi Lan, matanya berkilat tajam. "Dia ingin membalas dendam, dan dia melihat kesempatan ini untuk menghancurkan Klan Zhi kita dari dalam."
"Tapi bagaimana dengan Bandit Wild House? Serta keterlibatan Penatua Pertama." tanya Zhi Xing, masih merasa tidak percaya.
"Mereka hanya alat yang akan digunakan oleh Zhi Long," jawab Zhi Lan, suaranya dingin. "Mereka haus kekuasaan dan uang, dan Zhi Long tahu bagaimana memanfaatkan mereka. Sedang Penatua Pertama, Kakakku itu ingin Putranya menjadi Patriark. Aku tahu segalanya, ambisi Kakakku itu. Dia berpura-pura membantu Zhi Long dan pada akhirnya semua hanyalah Konspirasi."
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Zhi Meng, ketakutan mulai merayap ke dalam suaranya.
Zhi Lan tersenyum lagi, senyumnya lebih dingin kali ini. "Kita harus bertindak," jawabnya. "Kita harus mengungkap rencana mereka dan menghentikan mereka sebelum mereka menghancurkan semuanya.”
**
"Baiklah. Kita sudah sepakat." Kang Kung berkata, suaranya berat dan bergema di dalam pondok. Ia menjabat tangan Renxiao dengan erat, tatapannya tajam dan penuh arti.
"Kami akan pergi, ingat besok kalian harus membantu kami. Kalian harus mengawasi Klan Xiao dan kabari kami kalau ada pergerakan." ujar Renxiao.
Suaranya tenang, namun penuh dengan ancaman terselubung. Ia waspada terhadap semua orang, dan ingin memukul dua burung dengan satu batu.
Kang Kung mengangguk, "Tentu saja!" Ia mengerti maksud Renxiao. Renxiao ingin memanfaatkan Wild House untuk memata-matai Klan Xiao, musuh Klan Zhi. Renxiao juga ingin memanfaatkan Wild House untuk melancarkan kudeta di dalam Klan Zhi sendiri.
Renxiao memanfaatkan Zhi Long, putra Patriark Klan Zhi yang ambisius dan haus kekuasaan. Long ingin mengambil alih tahta Patriark, dan Renxiao melihat kesempatan untuk memanfaatkannya.
"Kita akan kembali ke Klan Zhi," Renxiao berkata, matanya berbinar-binar.
Hujan telah reda, meninggalkan udara dingin dan lembap. Renxiao dan Long berjalan beriringan di jalan setapak yang membelah hutan bambu.
"Paman, aku sudah melakukan apa yang Paman minta sebelumnya. Aku memberikan racun dengan dosis rendah pada Ayahku. Tentu saja sekarang dia tidak bisa lagi melakukan apa yang dia inginkan semaunya. Karena penawarnya ada padaku," kata Long, suaranya penuh kepuasan.
Renxiao tersenyum licik, "Itu bagus." Wajahnya dipenuhi senyum kelicikan, namun matanya tetap tajam dan penuh perhitungan.
"Aku akan menggunakan racun ini untuk mengendalikannya," Zhi Long melanjutkan. "Aku akan menjadi Patriark, dan Klan Zhi akan berada di bawah kendaliku."
Renxiao mengangguk, "Tapi ingat Long, jangan terlalu gegabah. Kita harus menunggu waktu yang tepat untuk melancarkan serangan."
Long mengangguk, matanya berbinar-binar dengan ambisi. Ia tidak sabar untuk merebut tahta Patriark dan mengendalikan Klan Zhi. Ia tidak menyadari bahwa Renxiao memiliki rencana lain, rencana yang jauh lebih berbahaya dan licik.
***
Di tengah malam, Renxiao diam-diam memasuki kamar Patriark. Ia mendekati tempat tidur, di mana Patriark terbaring lemah, wajahnya pucat dan tubuhnya gemetar. Renxiao mengeluarkan sebuah botol kecil berisi cairan hitam pekat.
"Maafkan aku, Kakak," Renxiao berbisik, matanya penuh dengan penyesalan palsu. Ia meneteskan cairan itu ke mulut Patriark, yang tertidur lelap.
Cairan itu adalah racun, racun yang jauh lebih kuat daripada yang diberikan Zhi Long kepada Patriark. Renxiao ingin memastikan bahwa Patriark tidak akan pernah pulih, dan ia akan menjadi penguasa Klan Zhi.
Keesokan harinya, kabar menyebar dengan cepat di Klan Zhi. Patriark jatuh sakit parah, dan tidak dapat menjalankan tugasnya. Zhi Long, yang sudah lama menunggu kesempatan ini, segera mendekati para tetua Klan Zhi.
"Ayah saya sakit, dan tidak dapat memimpin Klan Zhi," Zhi Long berkata dengan suara penuh keyakinan. "Saya, sebagai putra, berhak untuk menggantikannya."
Para tetua Klan Zhi tercengang. Mereka tidak menyangka bahwa Zhi Long akan berani mengambil alih tahta Patriark begitu cepat.
tampar aja.
klo ada kesempatan bunuh sekalian, dri pd jdi duri dalam talam. wkwkwk