Di tengah hiruk pikuk dunia persilatan. Sekte aliran hitam semakin gencar ingin menaklukkan berbagai sekte aliran putih guna menguasai dunia persilatan. Setiap yang dilakukan pasti ada tujuan.
Ada warisan kitab dari nenek moyang mereka yang sekarang diperebutkan oleh semua para pendekar demi meningkatkan kekuatan.
Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang anak yang masih berusia 7 tahun. Dia menjadi saksi bisu kejahatan para pemberontak dari sekte aliran hitam yang membantai habis semua penduduk desa termasuk kedua orang tuannya.
Anak kecil yang sama sekali tidak tau apa apa, harus jadi yatim piatu sejak dini. Belum lagi sepanjang hidupnya mengalami banyak penindasan dari orang-orang.
Jika hanya menggantungkan diri dengan nasib, dia mungkin akan menjadi sosok yang dianggap sampah oleh orang lain.
Demi mengangkat harkat dan martabatnya serta menuntut balas atas kematian orang tuanya, apakah dia harus tetap menunggu sebuah keajaiban? atau menjemput keajaiban itu sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aleta. shy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu persatu tumbang
Betapa terkejutnya Bai Feng menyadari jika pemuda itu adalah orang yang cukup dikenalnya.
"K..kau"
"Yuan?"
"Bagaimana mungkin?" Batinnya. Mulutnya terkunci, diam seribu bahasa.
Yuan tersenyum sinis mengingat bagaimana wajah Bai Feng saat Jiao Ming memvonis nenek Ling untuk di eksekusi.
"Jangan kaget seperti itu paman." Yuan menekankan setiap kata dari ucapannya. Wajahnya seperti mengejek Bai Feng yang lunglai lemah dihadapannya.
"Tidakkah kau penasaran bagaimana tangan ini menyiksa tubuh cucumu itu?" Yuan kembali mendekat dan berjongkok menyetarakan tubuhnya dengan kepala Bai Feng.
Mendengar pertanyaan Yuan, Bai Feng yang tidak terima, memberontak seketika. Tidak lupa dengan air liurnya disemburkan lagi di wajah pemuda itu, sehingga membuat dirinya tersungkur jatuh karena keseimbangan tubuhnya begitu lemah.
"Sialan kau! Dasar anak tak tau diri!" Bai Feng murka, dia teringat bagaimana kondisi terakhir Xingcho yang begitu banyak luka lebam, pertanda sebelum kematian cucunya itu mendapatkan siksaan bertubi-tubi.
Yuan tertawa lepas melihat pria didepannya itu tampak stress, inilah yang diinginkan oleh dirinya. "Percayalah, kalau cucumu itu bahkan sampai memohon-mohon padaku. Tapi..."
Yuan tidak melanjutkan ucapannya. Dengan isyarat gerakan, dia memperagakan setiap gerakan yang dia perbuat pada Xingcho sebelumnya.
"Dasar gila!!"
"Pembunuh!!" Mata Bai Feng berkaca-kaca membayangkan bagaimana cucunya itu diperlukan dengan buruk oleh Yuan.
"Kalian yang pembunuh!" Yuan tak kalah kerasnya berteriak.
"Cucumu yang iblis itu memang pantas mati! Gara-gara cucu mu itu, aku harus kehilangan orang yang aku sayangi! Kau bahkan membela kesalahan cucumu yang sialan itu!"
"Dia pantas mati!" Tekan Yuan.
"Ah tidak, dia tidak pantas hidup." Sambungnya pelan berkata tepat disamping Bai Feng.
Bukannya meminta maaf, Bai Feng sebegitu kekeh didalam hatinya tetap membela Xingcho walaupun dia tau sifat dari cucunya.
"Aku menyesal telah menyelamatkanmu!" Pria berumur itu berseru mengungkapkan penyesalan dirinya saat menyelamatkan Yuan dari marabahaya 11 tahun yang lalu.
"Oh ya?"
"Kau pikir aku peduli?" Yuan tidak memperdulikan jasa Bai Feng dimasa lalu yang telah menyelamatkannya. Apa yang diperbuat pria berumur itu terhadap nenek Ling lebih pantas mendapatkan hukuman.
"Pasti nenek Ling dan tetua Chow menyesal pernah punya saudara seperti dirimu." Ucap Yuan yang membuat Bai Feng menggertakkan giginya.
"Paman, aku turut prihatin atas kepergian cucumu si Xingcho itu. Semoga saja dia cepat dimasukkan ke neraka. Hahahaha."
Provokasi yang Yuan lancarkan terbukti membuahkan hasil. Bai Feng meronta-ronta disaat tubuhnya lemah seperti sekarang, untuk bangkit menghajar Yuan.
Namun tiba-tiba, pandangan Yuan langsung buram seketika. Dia merasakan hal yang sebelumnya pernah dirasakan olehnya. Sekuat apapun Yuan bertahan mendapatkan kesadarannya, tapi kalah jauh dengan kekuatan dari dalam yang kembali mengambil alih tubuhnya saat ini.
Bai Feng merasakan ada yang aneh. Dia merasakan aura keberadaan berbeda dari tubuh Yuan seperti halnya tadi. Ini kali kedua dia mendapati aura keberadaan berganti dari tubuh pemuda tersebut.
"Anak ini terlalu banyak drama." Ucap Laosheng yang sudah kembali mengendalikan tubuh Yuan dengan jiwa sang pemilik tubuh yang sudah tertidur ditempat yang seharusnya.
Laosheng tidak ingin berbasa-basi lagi. Dia mengambil pedangnya dan menebaskan begitu saja leher Bai Feng tanpa berkedip.
Belum sempat bereaksi lebih, Bai Feng langsung diberikan efek kejut oleh Laosheng. Berpisahnya antara kepala dan tubuh pria berumur itu membuat maut sebentar lagi pasti akan datang didepan matanya.
"Aku tidak suka membunuh, tapi aku tidak sesabar itu untuk tidak membunuh pria ini sekarang juga." Ucap Laosheng. Dia tau persis bagaimana setiap kejadian yang menimpa Yuan selama hidupnya. Dari kematian orang tuanya sampai dengan kematian nenek Ling. Semua ingatan pemuda itu diakses keseluruhan oleh Laosheng, sehingga dia dapat merasakan kekesalan dan kekecewaannya terhadap Bai Feng yang merupakan pemimpin desa tetapi pilih kasih jika menyangkut cucunya tersebut.
Chia tidak berkedip sedikitpun melihat keberingasan Yuan. Tidak mempercayai apa yang sudah dilihat oleh indra penglihatannya.
Disaat semua orang melarikan diri dari tempat itu, hanya dirinya seorang yang malah mendekat kearah Yuan.
"Anak itu."
"Dia seperti bukan Yuan." Ucapnya seraya perlahan melangkahkan kaki memangkas jaraknya dengan Yuan.
Menyadari ada seseorang yang mendekat kearahnya, Laosheng melirik sekilas sebelum memberi isyarat dengan tangannya agar tidak mendekat.
Bukan Chia namanya jika mendengarkan begitu saja perintah dari Yuan. Kepalang penasaran, gadis itu akan mengintrogasi pemuda itu dengan ribuan pertanyaan di kepalanya.
"Seharusnya kau jujur kepadaku." Ucap Chia saat dirinya sudah berada didekat Yuan dengan mata bergerilya melihat jasad para tetua desa yang sudah bersimbah darah.
"Apa ini Yuan?" Sambil gemetaran Chia bergantian memandang pemuda didekatnya ini.
Entah kenapa tiba-tiba Chia merasakan sesak di tenggorokannya melihat kondisi setiap jasad dengan hanya memiliki satu luka tebas dilehernya tanpa luka lainnya. Luka itu terdapat pada tempat yang begitu rawan pada tubuh manusia. Gadis itu juga teringat bagaimana Yuan sebelumnya berhadapan dengan Xingcho yang seolah tidak menunjukkan perlawanan yang berarti.
Tentu hal ini membuktikan jika Yuan bukan orang sembarangan.
"Siapa kau sebenarnya?" Tanya Chia dingin.
"Pergilah jangan ikut campur." Jawab Laosheng dingin tidak kalah dinginnya.
"Tolong, berilah sedikit penjelasan kepadaku. Jikalau kau memang menganggap ku bagian dari hidupmu." Chia memelas.
"Dasar keras kepala!"
"Aku tidak akan mengatakan apapun kepadamu! Pergilah!" Risih Laosheng. Sedikit tidaknya dia mengetahui bagaimana perasaan Yuan selama ini menghadapi Chia.
"Tidak mau!! Cepat jelaskan!" Memaksa.
"Tidak!" Jawab Laosheng.
Chia dengan gerakan khasnya langsung mengarahkan cubitannya diperut Laosheng yang sekarang menguasai tubuh Yuan.
"Stttss.." Laosheng berdesis, spontan dia menghindar setelah merasakan cubitan halus diperutnya itu.
"Kau gila!"
"Ya, aku memang gila! Tapi kau lebih gila Yuan. Cepat jelaskan apa semuanya ini!!" Chia teriak-teriak sambil berusaha meraih tubuh pemuda itu kembali ingin mencubit perutnya.
Suara itu cukup memekikkan telinga. Laosheng bergidik ngeri membayangkan bagaimana Yuan selama ini menghadapi gadis ini.
Laosheng tidak akan melakukan apapun kepada Chia. Dia mengetahui bagaimana sayangnya sang pemilik tubuh dengan gadis dihadapannya sekarang.
"Tidak disini, nanti saja." Laosheng berucap tegas.
Ada saatnya dia akan memberikan kesempatan kepada pemilik tubuh ini untuk menjelaskan semuanya sebelum 2 hari kedepan.
Tekad Laosheng sudah bulat untuk mengambil alih tubuh pemuda ini untuk menyelamatkan dunia persilatan yang penuh dengan ketidakadilan ini.
"Jika dahulu aku mengkhawatirkan para siluman, namun sekarang manusia lah yang harus aku khawatirkan."
Penyegelan jiwanya didalam Kitab Alam Suci tidak mungkin disia-siakan oleh Laosheng. Semua yang dilakukannya selama ribuan tahun lalu penuh perhitungan yang matang.
"Ini semua demi perdamaian." Laosheng membatin.
...
Dengan terbunuhnya semua petinggi desa Bunga teratai biru, kristal pelindung pedang pusaka Naga biru mulai perlahan memudar. Tinggal menunggu sedikit waktu lagi, pedang itu tidak lagi memiliki penghalang apapun.
"Bagaimanapun aku harus mendapatkannya!" Seseorang berseru diantara banyaknya orang-orang disekitar dirinya.
"Langkah dulu mayatku jika itu terjadi." Saut salah seorang pendekar lainnya.
Semua para pendekar berserta para penonton yang sebelumnya berada di area turnamen, terpaksa harus mencari tempat aman guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Melihat kekuatan pemuda bertopeng tadi, nyali mereka sedikit ciut takut menjadi sasaran selanjutnya.
"Siapa pemuda tadi?"
"Aku tau persis kekuatan dari Jiao Ming dan para tetua lainnya. Namun hanya seorang diri, dia mampu menghadapinya."
"Bahkan mengalahkannya."
"Kita harus melaporkan kejadian ini dengan ketua besar."
Para kelompok sekte aliran hitam menyadari sesuatu yang cukup membuat mereka terkejut. Bagaimana tidak, seorang pemuda mampu menghabisi Jiao Ming yang cukup dikenal di jagat raya dunia pendekar ini, belum lagi muridnya itu yang mendapatkan gelar sebagai tetua pedang.
Perdebatan pun tidak bisa dielakkan. Terlalu bodoh jika diantara mereka ada yang nekat untuk kembali kearah pertarungan.
"Bukan tidak mungkin dia berada di pihak kita. Secara Jiao Ming adalah pendekar yang secara garis keturunan berasal dari sekte aliran putih." Salah seorang pendekar berkata kepada sesama perguruannya.
"Apakah kau yakin dengan pendapatmu itu?"
"Hmmm mungkin saja."
"Kita harus memastikannya lebih jelas. Tapi sebelum itu, kirim satu orang ke markas untuk menyampaikan kabar ini kepada ketua besar."
.
.
.
.