Jalan hidup ini bagaikan roda. Kadang di atas kadang di bawah. itulah yang terjadi pada seorang wanita yang tidak muda lagi.
Namun demi buah hatinya ia berusaha bertahan. yang dipikirkan bagaimana supaya anaknya bisa sekolah dan bertahan hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husnel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bersyukur
Setelah Nabil pergi dengan Tantenya melihat tempat UT tempat ia rencana kuliah. Namun ternyata kuliah daring saja. Nabil tidak ingin kuliah hanya daring saja tanpa adanya pertemuan sama sekali.
Sampai dirumah akhirnya Nabil mengeluh pada Bundanya, tidak ingin kuliah di sana.
"Terus kakak mau kuliah di mana? kalau mau Bunda hanya mampu di tempat Bunda kuliah dulu saja ya. Kebetulan ada beasiswa bagi anak alumni." usul Mei pada anak gadisnya.
Nabil pun setuju.."Kakak mau Bund. Tapi jurusannya Hukum ya Bund..." harap Nabil pada Bundanya.
Akhirnya Nabil pun mengambil kuliah di mana Bundanya kuliah dulu. Universitas swasta yang cukup terkenal di daerahnya.. Kebetulan di sana juga di beri keringanan pembayaran UKT secara angsuran. Mei sangat lega untuk sementara, ia tidak lagi pusing seperti kemarin.
Mei pun membantu anaknya untuk mendaftar secara online dan di bantu oleh seorang dosen. Sampai Nabil kuliah yang di awali dengan Masta atau Masa Orientasi Mahasiswa Baru.
"Bund. Kakak kuliah penuh, Senen sampai Jum'at. Teman kakak banyak orang daerah ada yang tinggal di asrama, ada yang juga kost an.." Cerita Nabil saat akhir masa Orientasi berakhir.
"Oh.. Hari ini kakak kuliahnya sampai jam berapa..?" Tanya Mei ingin tahu.
"Kakak sampai jam 6 sore Bund." Jawab Nabil memberitahukan.
"Nanti kakak pulang dengan siapa.?" Tanya Mei khawatir. Karena jika sudah pulang sore, Tentu anaknya sampai rumah udah malam.
"Nanti kakak telpon Adi untuk jemput ke simpang Bund." Ujarnya.
Mei pun sudah lega, karena ada anaknya yang akan jemputnya. Karena lumayan jauh juga dari rumahnya.
****
Mei setiap hari sibuk dengan aktivitasnya Ngajar di TK paginya, Sorenya mengajar ngaji dan malamnya buka Les yang juga di bantu Nabil saat pulang kuliah. Jadi sangat sibuk sekali kegiatannya.
Untung saja anak-anaknya mengerti dengan kondisi keuangan orangtuanya. Jadi terlalu banyak menuntut. Mei bersyukur mendapati anak yang pengertian.
Mei setiap selesai sholat sibuk. Langsung masak, karena anak dan suaminya Bawa bekal.
"Bun. Besok bisa nggak buat gulai. Kakak pengen makan gulai. Cuaca panas begini malas makan gorengan." Ujar Nabil pada Bundanya.
"Baiklah. Kelapanya biar Besok lagi saja bunda beli. Ada kedai yang buka paginya." Mei pun menuruti permintaan anaknya yang tidak terlalu sulit baginya.
Pagi, Mei pun ke kedai yang biasa buka pagi. "Wit.. Bisa pesan kelapa 5000 an saja.?" Tanya Mei tersenyum. Karena biasanya ia sering juga belanja disana.
"Maaf Kak.. Sepertinya lama.. Belum sholat ketiduran.." Ujarnya padahal Wiwit sudah pakai mukenah yang seakan ketiduran di atas sajadah.
"Oh lama ya." Mei pun akhirnya pulang. Saat Samali di rumah..a ingat ada kedai yang masih buka pagi satu lagi. Tapi tempatnya beda lagi. suasana yang pagi itu dingin. Namun demi anaknya ia terus melangkah pagi itu.
Akhirnya. Ia dapat juga membeli kelapa, untungnya orang kedai belum pergi ke pasar untuk beli memenuhi kebutuhan kedainya.
Tak butuh lama, masakannya selesai. Ia sibuk dengan membungkus bekal anak dan suaminya. setelah selesai ia termenung memikirkan Wiwit si tukang kedai tadi.
"Kenapa Bund.kok sedih.?" Tanah Nabil heran.
"Hm. hanya kecewa saja dikit." Jawabnya santai.
Nabil menatap Bundanya." Kenapa Bunda. ceritakan pada kakak." Lirih Nabil.
"Nggak apa kok. Bunda hanya kecewa saja. Kalau kita nggak beduit kayak gini orang anggap kita rendah aja ya kak.." Lirih Mei mencurahkan kecewanya pada anak gadisnya yang sudah mengerti dan bisa di ajak curhat. Begitu juga Nabil setiap hari selalu menceritakan kegiatannya. Bahakan jika ada temannya yang suka dengannya pun ia ceritakan.
"Doakan kakak berhasil ya Bund.." Nabil memeluk bundanya. Mei terharu sekali mendapat dukungan moril dari anaknya.
Ia bersyukur mendapatkan anak patuh dan selalu menghargai jerih payahnya sebagai orang tua. Walaupun ia tahu itu adalah kewajiban orang tuanya untuk memberikan pendidikan yang layak. untung saja rumahnya sudah siap. Walaupun sebagus orang lain. Tapi tidak ngontrak seperti orang-orang.
Karena dulu saat ia mempunyai ekonomi yang lumayan bagus. Dan anak yang masih kecil-kecil. I segera buat rumah yang di tempatnya sekarang. Kalau sekarang ia buat mungkin tidak akan jadi, karena kebutuhan anaknya sudah bertambah.
"