Salahkah jika aku penasaran dengan yang namanya cinta dan kasih sayang? Salahkah jika aku sangat haus akan dua rasa itu? Sebenarnya, apa itu kasih sayang? Apa itu cinta?
Disinilah aku, tinggal sebagai seorang keponakan, sepupu, serta orang asing dalam keluarga paman yang sangat membenci kehadiranku. Berbagai cacian, siksaan, serta hinaan, semuanya aku terima. Sampai dimana... dia datang. Tiba-tiba saja, tangannya terulur, membawaku entah kemana dengan kata-katanya yang begitu hangat namun menakutkan.
"Jika kamu sangat ingin merasakan cinta dan kasih sayang, mari kita buat bersama. Mulai sekarang, sampai selamanya... akulah tempatmu untuk pulang."- Adam.
"Jika Anda benar-benar rumah saya, izinkan saya untuk selalu pulang dalam dekapan Anda. Saya mohon, jadilah rumah untuk tempat saya pulang, Tuan Adam."- Ayna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wawawiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Untuk Suami, Apa sih yang Ngga?
***
PRAAANNNGGG
"Lonte? Lonte kamu bilang? LEBIH RENDAH MANA ANTARA KAMU DAN AKU HAH? KAMU INI PRIA YANG PAYAH, YANG NGGA ADA BAKAT. BERANINYA MENGHINAKU."
Di ruang keluarga, Alea mengamuk sampai membanting vas bunga besar itu. Semua pelayan yang ada disana hanya menunduk tak tahu harus berbuat apa pada nona muda mereka.
"Haahh... Haahhh... Baguslah kalau kamu sudah keluar dari rumah ini. Ngga bakalan aku akan bertemu lagi. Lebih baik ke depannya, jangan pulang sekalian. Biar kamu luntang-lantung di jalanan..." desis Alia.
"Nona Alia. Lebih baik redakan amarah nona. Ini adalah vas kesukaan nyonya besar. Kalau sudah pecah seperti ini, nyonya bakalan marah besar." ucap salah satu pelayan itu.
"Ha? Marah ya marah sekalian sana! Cuma vas bunga. Apa bagusnya sih vas jelek ini? Selera yang kuno sekali. pantaslah bajunya ketutup semua sampai leher. Nenek tua ngga tahu diri."
"Nona! Jaga mulut Nona! Jangan mengucapkan apapun yang buruk pada Nyonya! Jika bukan karena usaha Tuan Muda, nona tidak akan ada disini asal nona tahu!" pelayan itu bernama Olivia. Seusia Ayna tapi memiliki keberanian yang tinggi kepada orang yang memiliki derajat tinggi.
"Kamu... Kamu tahu siapa aku, ha? siapa kamu yang berani-beraninya menceramahi aku?" Tanya Alea geram.
"Saya hanya seorang pelayan. Tapi saya tidak takut dengan apa yang Nona lakukan maupun nona ancamkan. Karena tidak ada yang saya takuti kecuali kepada Tuhan dan ibu saya sendiri. Nona, apapun yang nona lakukan ini... Saya bisa saja melaporkannya kepada Nyonya Maya tanpa perlu minta tolong pada senior atau teman-teman saya. Saya melapor atas dasar kesalahan yang nona buat. Padahal Nyonya sudah mewanti-wanti pada Nona, kalau Nona ingin disebut sebagai bagian dari keluarga Andriansyah, maka bersikaplah seperti keluarga itu."
PLAK
"OLIVIA!"
"Ngomong lagi kamu! Apa katamu tadi?!"
Alea menampar Olivia, sampai semua pelayan disana menahan Alea agar tidak berbuat berlebihan kembali.
"Bersikaplah seperti keluarga ini, nona. Apa kuping Nona corekan atau bagaimana?" ejek Olivia.
"B*ng**t!"
Tangan Alea langsung terulur, menjambak rambut Olivia yang tergulung rapi. Rambutnya sampai rontok. Olivia berteriak kesakitan, meminta tolong kepada teman-temannya.
"KUGUNDULKAN SEKALIAN KAMU! BIAR TAHU RASANYA MENDERITA SETELAH APA YANG KAMU KATAKAN KE AKU!"
"Lepas! Lepaskan rambutku!"
"Nona, lepaskan Olivia!"
"Apa yang terjadi disini?"
"I-Ibu..."
"Nyonya..."
Mora datang tepat pada waktunya. Ia menatap dingin pada pertikaian Alea dan pelayan bernama Olivia itu. Dengan langkah anggun, ia menuruni tangga itu.
"Kenapa ini?" tanya Mora.
"Di-Dia ibu! Dia sudah memecahkan vas bunga favorit ibu! Alea memberinya hukuman!" tuduh Alea kepada Olivia.
"Apa? Tidak nyonya. Dia fitnah! Saksinya ada banyak disini!" sanggah Olivia.
"Ha! Masih saja kamu mengelak? Akui saja kesalahanmu dan ganti vas itu dengan yang baru!"
"Yang harusnya begitu adalah Nona sendiri. Bukan saya."
"Cukup."
Satu kata yang keluar dari mulut Mora langsung membuat semuanya terdiam. Tidak berani untuk menyanggah kembali.
Mora mengambil handphonenya, mengetikkan sesuatu untuk dikirimkan kepada seseorang. Dan beberapa saat kemudian, tatapannya mendingin langsung ke arah Alea.
"Alea."
"Ya i-.."
PLAK
"I-Ibu..."
PLAK
"Mengelak ya katamu tadi? Ya, kamulah yang mengelak sebenarnya ini. Sudah tahu salah kenapa menuduh orang yang ngga bersalah hmm? Menantu macam apa dirimu ini? Hah! Tahu begitu aku tetap pada pendirianku untuk ngga menerimamu di rumah ini."
Mora dengan amarah yang besar menampar Alea sebanyak dua kali. Ia juga murka dengan kebohongan yang dilakukan Alea.
"I-Ibu... Serius ibu, ini bukan aku yang melakukannya..."
"Oh ya? Lalu siapa? setan? Bukti ada di tanganku dan kamu masih berani mengelak ha?" ucap Mora penuh penekanan.
"Ngga ibu... Percayalah pada Alea..."
"CUKUP! KALIAN, KURUNG ALEA DI KAMARNYA SEKARANG! JANGAN DIKELUARKAN KALAU DIA MINTA KELUAR!" Titah Mora kepada pelayan.
"Siap Nyonya."
"Ngga, ngga, ngga! Bunda, ini bukan salah Alea! Dia yang melakukannya! DIIAAAA!"
Mora menghela nafasnya kasar, ia benar-benar pusing sekarang karena masalah sering berdatangan semenjak Alea masuk ke mansion ini. Mulai masalah Alea yang seperti itu, lalu anak sulungnya yang sudah keluar, anak bungsunya yang sudah seenaknya, dan sekarang... Menantunya yang memfitnah seorang pelayan.
"Haahh... Aku benar-benar pusing sekarang. Abang Tono juga ngga melakukan apa-apa. Aku harus bagaimana?"
"Nyonya Mora."
Olivia memanggil Mora, dan Mora menoleh ke arahnya.
"Ya, kenapa?"
"Saya... Izin untuk mengundurkan diri dari pekerjaan ini?" ucap Olivia pelan.
"Apa? Kenapa? Apa karena tadi?" tanya Mora heboh.
"Tidak Nyonya. Saya... Sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Dan kebetulan juga dekat dengan rumah. dengan begitu, saya juga bisa menjaga ayah dan ibu saya."
Mora kembali menghela nafasnya. Ia menatap handphonenya lagi dan menganggukkan kepalanya.
"Ya sudah, aku terima permintaan resignmu. Gaji terakhirmu sudah kutransfer. Semoga dilancarkan urusanmu di kemudian hari."
"Ya Nyonya. Terima kasih banyak."
Olivia segera meninggalkan Mora. Segera ia pergi ke kamarnya dan mengambil tas yang sudah ia siapkan, lalu ia beranjak keluar mansion. Saat sampai di depan rumah, ia menatap dingin mansion besar itu.
"Sebentar lagi, kalian akan hancur. Tunggu saja..."
DRRRTTT
"Halo Tuan Chairul."
"Ya. Saya sudah mendapatkan apa yang Tuan mau. Saya juga ada tambahan untuk bukti besar ini. Baik, saya akan segera ke kediaman Anda."
Langkah Olivia semakin menjauh dari mansion itu, hingga punggungnya tidak nampak.
"Benar juga. Tuan Muda Darren pernah mengundangku ke restorannya waktu itu. Aku pengen makan daging iga. Gas lah kesana!"
***
Sudah seminggu berlalu setelah bulan madu Adam dan Ayna, dan kini pasangan itu harus kembali pulang ke rumah. Saat membereskan koper-koper mereka, Ayna memanggil sang suami karena menanyakan sesuatu.
"Mas Adam."
"Ya?"
"Mas Adam tingginya berapa sekarang?"
Pertanyaan polos nan lugu keluar terucap begitu saja dari mulut Ayna. Adam langsung menoleh dengan pandangan yang tak dapat diartikan.
"Hah? dari semua pertanyaan yang ada, kok tanya yang ini sayang?"
"Hehehe, soalnya lupa saya. Harusnya kemarin-kemarin sih, tapi tiba-tiba keingat pas melihat tingginya turis-turis itu. Kok tinggi seperti Mas Adam, makanya saya tanya."
Adam mengangguk. Ia mengerutkan dahinya, berusaha mengingat-ingat tinggi badannya sendiri.
"Berapa ya? Aku sudah agak lupa... Sekitar 186 atau 187 ya? Sebegitulah tinggiku." jawab Adam.
"T-Tingginya..." cicit Ayna.
"Hehehe, kenapa? Ngga usah rendah diri kok kalau pendek, malah imut begini."
PUK
PUK
Kepala Ayna dielus lembut. Ayna sendiri merasa direndahkan oleh sang suami sampai ia menggembungkan pipinya.
"Saya ngga sependek yang Mas kira ya..." geram Ayna.
"Lah? Berapa memangnya? Ada 155 cm?" duga Adam.
"Iya! Itu sudah termasuk ideal buat saya iihhhh!"
Karena kesal, Ayna menjauhi Adam entah kemana. Di tempatnya pula, Adam tertawa keras karena sudah menggoda istrinya itu.
"Hahahaha, aduh perutku... Aiisshh, seperti anak kecil yang merajuk saja."
Merasa sedikit berlebihan, Adam bermaksud untuk menjemput sang istri. Tapi ia urungkan karena... Ayna datang kembali sembari membawa sesuatu di tangannya.
DUUGGG
KRIEETTT
"Nah kan! Saya sudah lebih tinggi dari Mas Adam! Hahahaha!"
Adam memandang datar ke istrinya yang membanggakan perbuatannya. ternyata, Ayna hanya menaiki kursi dan membandingkan tinggi dirinya yang lebih pendek daripada Ayna yang ada di atas kursi.
GREEBB
"Kyaaaa! Maasss turunin-..."
DUG
"Aduh!"
"Hei gadis kecil. Tinggimu tetap akan sebegini sampai tua nanti. Bisa-bisanya kamu membandingkan tinggi suamimu ini dengan perbuatanmu yang naik kursi ini. Kamu pikir dengan perbuatan konyol ini akan mengalahkanku hmm?"
Di gendongan Adam, Ayna terdiam. Ia langsung sadar dengan apa yang diperbuatnya.
"H-Habisnya... Mas Adam tinggi banget, saya saja tingginya ngga sampe sepundak Mas Adam." cerocos Ayna.
"Lah, ngapain harus tinggi-tinggi untuk jadi cantik? toh kamu yang sekarang makin cantik dan imut kok. Apalagi... Itumu dan itumu juga besar. Pas lah di genggaman."
"Eh? Mas iihhhh, jangan frontal begitu..."
"Memang betul kok itu. Sini kubuktikan kalau kamu-..."
"Aaahh nanti saja, nanti saja. K-Kan beres-beres nya belum selesai. Malam ini kita harus pulang Mas."
Ayna memotong ucapan Adam, ia tahu pembuktian apa yang dimaksudkan Adam itu dan langsung mencegahnya untuk berbuat lebih besar lagi.
"Huh, ya sudahlah. Oh ya sayang, lusa aku akan ke kantor. Ikut ya." pinta Adam lalu menurunkan Ayna untuk duduk di pangkuannya.
"Ke kantor? Memangnya ada acara apa?" tanya Ayna penasaran.
"Ngga ada, hanya ingin menunjukkan istriku saja. Dan juga membungkam mulut mereka."
Ayna memiringkan kepalanya, bingung dengan ucapan suaminya barusan.
"Membungkam... Maksudnya, oooo paham-paham."
"Apa coba?" tanya Adam memastikan.
"Yaaahhh, membungkam karyawan yang sering gosip kan? Yang menggosipi kalau Mas Adam adalah gay. Siapa sih yang nyebarin berita jelek seperti itu? Kurang kerjaan banget, cari mati kah dia?" ucap Ayna sengit.
"Hahaha, peka sekali istriku ini. Ya, itu benar. Mau kan ikut?" pinta Adam sekali lagi.
"Ya boleh sih, tapi..."
"Ngga apa-apa. Di kantor, semua karyawan tahu aku siapa dan mereka sudah disumpah untuk menjaga privasi kok. tenang saja..."
Ayna menghela nafasnya lega. Inilah yang dia maksud, takutnya akan disebarluaskan identitas suami serta dirinya. Ia tidak mau terjadi hal-hal yang buruk akan menimpa reputasi perusahaan serta sang suami.
"Mas, minta tolong spill ya. Siapa saja yang mulai menggosipkan Mas yang ngga-ngga."
"Kenapa memangnya?"
Ayna hanya tersenyum manis, tapi bagi Adam itu bukanlah senyuman manis tapi senyuman penuh amarah.
"Hehehe, ngga apa-apa. Cuma mau kasih pelajaran saja hehehe..."
"... Istriku sudah berubah menyeramkan."
"Demi Mas Adam, apa sih yang ngga? Hehehe..."
~Bersambung~