"Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu. Kamu adalah milikku. Kita akan bersatu selamanya. Maukah kamu menjadi ratu dan permaisuri ku, Lia?" ucap Mahesa.
Dia di lamar oleh Mahesa. Pemuda tampan itu dari bangsa jin. Seorang pangeran dari negeri tak terlihat.
Bagimana ini...?
Apa yang harus Lia lakukan...?
Apakah dia mesti menerima lamaran Mahesa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 23 Sasaran Target
Duduklah,.... aku tahu ada banyak hal yang ingin kamu tanyakan padaku. Meskipun aku tahu hal apakah itu, tapi aku ingin kamu mengatakan nya secara langsung padaku", ucap juru kunci itu.
Karso menelan ludah kasar sebelum akhirnya dia mulai bercerita pada lelaki tua juru kunci itu.
"Terima kasih, mbah. Memang ada banyak hal yang ingin saya sampaikan kepada Simbah", ujar lelaki itu. Dia duduk bersila di lantai menghadap ke arah juru kunci tua itu yang juga duduk di lantai.
Keduanya hanya di batasi oleh meja tempat juru kunci itu meletakkan sesajen dan segala macam perlengkapan ritual. Asap dupa yang berada di depannya mengeluarkan bau yang begitu menyengat hidung.
Karso menghela nafas dalam - dalam. Dia memang selalu gugup dan takut bila berhadapan dengan juru kunci itu. Padahal juru kunci itu tak pernah sekalipun memarahi atau membentak dirinya. Akan tetapi, hanya dengan merasakan energi milik lelaki itu dan melihat ekspresi wajah nya saja, sudah membuat Karso merasa gugup dan takut secara bersamaan.
"Begini, Mbah. Beberapa hari ini aku merasa ada yang aneh dengan tempat usaha ku. Sudah tiga hari ini pemasukan dari rumah makan ku menurun drastis. Padahal aku selalu melakukan ritual di setiap Selasa malam dan ritualnya masih sama seperti yang sebelumnya. Sesaji yang aku serahkan juga tak pernah kurang, Mbah", ucap Karso. Wajahnya nampak serius menatap ke wajah juru kunci itu. Dia berusaha menepis rasa takut dalam hatinya.
Juru kunci itu hanya manggut-manggut saja. Dia sepertinya faham apa yang telah terjadi.
"Apa kamu sudah memastikan tak ada yang melihat nya?", tanya sang juru kunci.
"Sudah, ...mbah. Sebelum melakukan ritual aku sudah mengunci mes karyawan. Aku juga sudah memastikan seluruh karyawan tidak ada yang keluar dari mes malam itu," ujar Karso.
Juru kunci itu menatap sejenak Karso yang terlihat menunduk menatap ke arah sesajen.
Tangan nya bergerak mengambil segenggam bunga tujuh rupa dan memasukkan nya ke dalam bejana. Air dalam bejana itu bergejolak dan berputar - putar.
Juru kunci itu menaburkan dupa ke dalam api yang membara di depannya. Asap dupa pun menyebar dan mengeluarkan bau khas semerbak memenuhi ruangan. Asap pekat tersebut seperti mengundang sebuah kekuatan gaib untuk datang ke tempat itu.
Sejenak, ... mata juru kunci itu terpejam seperti sedang berkomunikasi dengan para penghuni hutan belantara di belakangnya yang tak terlihat oleh kasat mata.
Tak lama kemudian, sang juru kunci membuka matanya. Dia menatap Karso dengan tatapan yang seolah-olah ingin mengunci lelaki itu.
"Hmm, Menurut ki Jabad Kelana,.... kamu harus menyerahkan tumbal lagi sekarang", ujar sang juru kunci.
Hah,......
"Apa, mbah? Tumbal lagi? .......Tapi kan ini belum waktunya penyerahan tumbal mbah. Maksud nya tahun ini aku harus menyerahkan 2 tumbal, gitu, mbah?", tanya Karso.
"Tidak,..Karso. Tapi maksudnya kamu harus menyerahkan tumbal itu lebih awal". Kata juru kunci.
"Kamu sudah ada calonnya kan? Siapa namanya?", tanya Juru kunci lagi.
"Iteung Komalasari", jawab Karso.
Sang juru kunci memejamkan mata. Terlihat mulutnya komat-kamit membaca sebuah mantra. Setelah mengulang beberapa kali, terlihat kening nya berkerut.
Beberapa saat kemudian, juru kunci itu terlihat membuka mata.
"Belum bisa, Karso. Gadis ini belum banyak memakan uangmu. Kamu harus lebih sering membuat nya makan banyak uangmu", ucap sang juru kunci.
"Susah, Mbah. Gadis itu tak pernah mau menerima uang pemberian dari saya. Saya sudah pernah memberinya uang secara cuma-cuma, tapi gadis itu dengan tegas menolaknya ", ucap Karso lagi.
"Kamu nggak bisa terang - terangan memberi uang kepada gadis itu. Orang - orang pasti akan curiga ketiga kamu memberi uang pada gadis itu lalu tiba-tiba sakit atau mati", ucap juru kunci.
"Lalu saya harus bagaimana, Mbah?", tanya Karso dengan wajah yang sedikit panik.
"Sebentar!",
Sang juru kunci mengambil sesuatu dari bawah meja. Dia mengeluarkan sebuah kotak bingkisan berwarna hitam lalu menyerahkannya pada Karso.
"Ambil ini!", ucap juru kunci.
"Apa ini, Mbah?", Karso masih belum faham apa maksud juru kunci itu menyerahkan bingkisan tersebut. Tangannya masih memegangi bingkisan tersebut.
"Di dalamnya ada serbuk putih yang jika di gunakan tidak berbau, tidak berasa...., dan juga tidak berwarna. Taburkan itu pada makanan yang kamu olah dengan tangan kamu sendiri. Masukan semua, dan berikan pada gadis itu", ucap sang juru kunci.
"Baik, Mbah ", jawab Karso.
"Karso, kamu harus pulang sekarang. Kalau bisa secepatnya kamu berikan serbuk itu padanya agar penyerahan tumbal bisa di percepat. Jangan terlalu lama", ucap juru kunci.
"Pu.. pulang sekarang, Mbah?", Nyali Karso langsung ciut mendengar perintah juru kunci itu.
"Iya,... kamu harus pulang sekarang karena tidak ada waktu lagi", kata sang juru kunci.
***
Sementara itu di mes karyawan...
Malam semakin larut. Suasana malam hari terlihat begitu tenang dan sunyi. Malam seperti tengah menyembunyikan kelamnya kisah segelintir manusia yang masih saja beraktivitas meskipun orang lain sudah tertidur pulas.
Lia terlelap pulas dalam pelukan suami nya. Namun pulasnya tidur Lia tidak senyaman kisah dalam mimpinya.
Di alam mimpi Lia....
Lia sungguh tak tahu saat ini dia ada di mana. Tempat itu asing dan juga menyeramkan. Dia seperti sedang berada di dalam hutan belantara yang lebat.
Lia menyusuri jalan setapak di hutan itu yang licin. Sebuah bisikan dalam hatinya mengatakan jika dia harus yakin untuk terus berjalan lurus ke depan agar menemukan sesuatu. Entah apa itu.
Lia terus saja berjalan sampai kemudian dia melihat Iteung yang sedang berjalan seorang diri sama seperti dirinya. Teman nya itu terus saja berjalan lurus menuju ke arah....jurang.
Iteung kini sudah berdiri di tepi jurang.
"Iteung,.....! Kamu sedang apa di situ? Iteung, ... kembali! Iteung..!", panggil Lia berulang kali. Dia memanggil - manggil temannya itu. Cemas melihat temannya dalam bahaya.
Iteung menoleh dan tersenyum pada Lia. Aneh,...kenapa dengan Iteung?, pikir Lia. Tatapan matanya seperti kosong.
Tiba-tiba seseorang lelaki paruh baya datang menghampiri Iteung.
Lia menatap tak percaya pada orang yang kini sudah berdiri di sebelah Iteung. Orang itu adalah....Pak Karso!
"Iteung, .....ayo lompat!", Ujar lelaki itu.
Lia panik mendengar ucapan Pak Karso.
"Iteung, JANGAN!!" teriak Lia.
Nah,.....kira - kira apa yang dilakukan Lia untuk menyelamatkan temannya dari cengkraman Pak Karso ???
Jangan lupa like dan subscribe ya, karena sepertinya subscribe aku sedikit sekali. Salam manis Minaaida