Melayani Tuan Mafia

Di ruangan pribadi milik Dokter Arthur.

Terlihat Keenan yang sedang duduk di hadapan dokter itu. Entah mengapa Dokter Arthur tiba-tiba memanggilnya karena ingin mengatakan sesuatu.

"Apa yang ingin kau katakan?" tanya Keenan menatap intens Dokter tersebut.

"Keen, aku tahu kau pasti sangat bahagia ketika mendengar istrimu hamil lagi. Namun, kehamilan kali ini jauh berbeda dari yang sebelumnya," ujarnya membuat kening Keenan langsung mengkerut.

"Apa maksudmu?"

"Istrimu hamil kembar."

"Aku tahu, kau sudah bilang itu padaku saat Luna di-USG."

"Dalam kehamilan sebelumnya Luna sempat keguguran kan? Asal kau tahu, Keen. Karena keguguran itu rahim istrimu menjadi sangat lemah. Begitu banyak resiko jika dia mengandung anak kembar saat ini," ujar Dokter Arthur yang berhasil membuat Keenan terdiam sebentar.

"Apa maksudmu berkata seperti itu? Kau tidak akan meminta persetujuanku untuk menggugurkan anakku di dalam kandungan Luna kan?"

Dokter Arthur pun segera menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu berkata. "Tidak. Aku tidak akan setega itu membiarkan kalian kehilangan anak untuk yang kedua kalinya. Hanya saja aku ingin kau lebih extra menjaga kesehatan Luna mulai sekarang, karena kehamilannya saat ini sangat rawan keguguran."

Deg ....

"Bagaimana caranya agar istri dan kedua anakku bisa aman?" tanya Keenan dengan sangat lirih.

"Kau hanya perlu menjaga pola makannya lalu atur waktu istirahatnya dengan baik dan benar. Dan yang lebih penting lagi, jangan biarkan istrimu itu mengalami tekanan darah."

"Apa yang terjadi jika istriku mengalami tekanan darah?"

"Taruhannya adalah nyawa, Keen."

Keenan terpaku di tempatnya. Mendengar ucapan dari Dokter Arthur itu benar-benar membuat takut dan khawatir.

"Kau tidak perlu cemas, Keen. Selama kau bisa menjaga Luna dengan baik semuanya pasti akan baik-baik saja."

Sementara itu.

Di depan ruangan.

"Ini semua gara-gara kau!" sentak Victor dengan kesal.

"Loh ... kenapa jadi aku yang kau salahkan?!" sungut Elang tak terima.

"Tentu saja salahmu! Gara-gara kau kita tidak jadi liburan ke Jepang!"

"Hanya liburan ke Jepang saja kenapa kau begitu sangat tidak terima?!"

"Tentu saja aku tidak terima! Jarang-jarang Tuan Keenan memberi kita bonus liburan, tetapi karena kau semuanya jadi berantakan, liburan kita jadi dibatalkan!"

"Aku kan sudah bilang aku tidak sengaja mengatakan itu!"

"Terserah saja. Pokoknya mulai hari ini aku tidak akan mau berbicara denganmu lagi!" sungut Victor sembari melangkah pergi.

"Mau ke mana kau?" tanya Elang sedikit teriak.

"Mau galau dulu! Harapanku untuk liburan ke Jepang sudah pupus!"

"Yaelah, lebay sekali kau!"

"Apa katamu?!" Victor kembali berbalik, lalu melangkah menuju Elang.

Tatapan Victor pada Elang begitu tajam, pertanda ia sedang sangat marah saat ini.

"Glup ...." Elang yang tahu akan bahaya yang sedang mendekat segera berlari dengan terbirit-birit.

"Mau ke mana kau?!" Victor tak tinggal diam. Ia segera mengejar temannya itu untuk memberikannya pelajaran.

____________________

Hari demi hari telah berlalu. Tak terasa kandungan Luna sudah memasuki usia enam bulan. Perutnya yang awalnya sangat rata kini mulai membuncit dan membesar.

Luna mulai kesulitan berjalan dikarenakan tubuhnya yang semakin lama semakin memberatkan. Untung saja Bibi Astiti selalu setia berada di sisinya setiap saat, jadi jika ia membutuhkan sesuatu ia bisa meminta tolong ke pada bibinya itu.

Sementara Keenan? Semenjak Luna dinyatakan hamil, pria itu semakin posesif dan semakin extra menjaga kesehatan Luna.

Bahkan demi keselamatan istri dan kedua anaknya itu, Keenan rela mempekerjakan ratusan maid di mansionnya. Hal itu ia lakukan agar jika terjadi sesuatu pada Luna akan ada yang menyadarinya.

Tengah malam.

Di kamar.

"Keenan ...." Luna mengguncang-guncangkan tubuh sang suami yang sedang tertidur pulas di sampingnya itu.

"Hmm ...." Keenan yang masih sangat mengantuk hanya bisa mendehem tanpa berniat membuka matanya sama sekali.

Melihat itu, lantas membuat Luna berdecak dengan kesal. "Ish! Keen! Ayo bangun!"

"Kenapa, Sayang?" tanya Keenan dengan suara berat karena sangat mengantuk. Kali ini pria itu mau membuka matanya untuk menatap wajah sang istri.

"Aku tiba-tiba pengen mangga muda, Keen ...." jawabnya.

"Mangga muda di tengah malam seperti ini? Kamu bercanda ya, Sayang?"

Luna pun segera menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu berkata. "Sepertinya aku ngidam deh. Tiba-tiba banget aku pengen makan mangga muda. Rasanya mau nangis kalau nggak makan buah itu malam ini."

Mendengar itu pun, Keenan segera bangun dari baring.

"Kamu mau apa?" tanya Luna melihat Keenan hendak menelpon seseorang.

"Aku mau telpon Bibi Astiti, Sayang! Biar dia yang bawa mangganya ke sini!" jawabnya sembari mengutak-atik ponselnya, mencari nomor Bibi Astiti.

"Ihh ... jangan! Kasihan Bibi Astiti pasti dia sedang tertidur sekarang!"

"Yasudah aku panggil Victor saja!"

"Jangan! Pasti dia sedang tidur juga!"

"E—"

"Jangan Elang juga!"

"Terus mau kamu apa, Sayang?"

"Aku mau kamu saja yang mengambilnya."

"Tapi—"

"Kamu nggak mau?" lirih Luna dengan mata yang berkaca-kaca.

"Hufftt ... iya Sayang iya! Akan aku ambilkan untukmu, jangan langsung nangis!" Dengan terpaksa Keenan pun beranjak dari atas tempat tidurnya.

"Ambil langsung dari pohonnya ya, Keen ...."

"Hah?!"