"Mulai sekarang kamu harus putus sekolah."
"Apa, Yah?"Rachel langsung berdiri dari tempat duduk nya setelah mendapat keputusan sepihak dari ayahnya.
"Keluarga kita tiba-tiba terjerat hutang Dan ayah sama sekali nggak bisa membayarnya. Jadi ayah dan ibu kamu sudah sepakat kalau kita berdua akan menjodohkan kamu dengan anak Presdir keluarga Reynard agar kami mendapatkan uang. Ayah dengar kalau keluarga Reynard akan bayar wanita yang mau menikahi anaknya karena anaknya cacat"
Rachel menggertakkan giginya marah.
"Ayah gak bisa main sepihak gitu dong! Masalahnya Rachel tinggal 2 bulan lagi bakalan lulus sekolah! 2 bulan lagi lho, yah! 2 bulan! Terus tega-teganya ayah mau jadiin Rachel istri orang gitu? Mana yang cacat lagi!" Protes Rachel.
"Dengerin ayah dulu. Ini semua demi keluarga kita. Kamu mau kalau rumah kita tiba-tiba disita?" Sahut Ridwan, Ayah Rachel.
"Tapi kenapa harus Rachel, pa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab
"Iya, mungkin," balas Reagan, masih menjaga nada suaranya tetap tenang.
Rachel duduk dan merapikan rambutnya, merasa sedikit canggung.
"Gimana tidur kamu tadi malam?"
"Baik," jawab Reagan singkat, "kamu?"
"Baik juga," Rachel mengangguk, merasa sedikit lebih nyaman dengan kehadiran Reagan yang berbeda pagi itu.
Rachel kemudian terbangun lalu dia menguap sebentar lalu dia membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan.
Rachel merasa canggung, lalu beranjak dari tempat tidur.
"Aku mau siap-siap dulu," katanya, berjalan menuju kamar mandi.
Reagan mengangguk, memperhatikan Rachel yang berlalu.
Pikirannya melayang, mengingat momen tadi malam saat mereka berdua harus berpura-pura untuk meyakinkan orang tuanya.
Ada sesuatu yang berbeda dalam cara Rachel bersikap pagi ini, sesuatu yang membuatnya merasa lebih hangat.
Setelah beberapa saat, Rachel keluar dari kamar mandi dengan wajah segar dan siap menghadapi hari.
"Kamu mau sarapan apa, mas?" tanyanya,
mencoba bersikap normal.
"Apa saja."
Rachel tersenyum kecil. "Oke, aku akan lihat apa yang ada di dapur. Kira-kira pembantu udah masakin apa," katanya,
Lalu berjalan keluar kamar menuju dapur.
Reagan mengambil napas dalam-dalam, merasa aneh dengan perasaan yang muncul dalam dirinya.
Bagaimana pun juga, mereka harus terus menjalani peran ini sampai orang tua Reagan pergi.
Namun, perasaan hangat yang dia rasakan saat melihat Rachel pagi ini.
Membuatnya bertanya-tanya apakah semua ini hanya akting semata atau ada sesuatu yang lebih dalam yang mulai tumbuh diantara mereka.
Sementara itu, Rachel di dapur, menyiapkan sarapan sambil memikirkan perasaannya sendiri.
Ada sesuatu tentang cara Reagan memandangnya pagi ini yang membuat hatinya berdebar.
Apakah mungkin perasaan mereka mulai berubah? Atau ini semua masih bagian dari sandiwara mereka?
"Eh Rachel kamu sudah bangun ternyata sayang? Semalam bagaimana?" tanya Eliza sambil mengedipkan matanya.
Rachel langsung malu. Ah ya ampun ini sangat memalukan!
Eliza tertawa. "Maksud mama gimana semalam tidurnya? Kalian berdua tidur pules?" tanyanya.
"Pules banget, ma, pules! Sampai-sampai ini kita kesiangan bangunya," jawab Rachel cepat.
Eliza tertawa.
"Mama mau ngapain di dapur?" tanya Rachel langsung mengalihkan pandangannya.
"Mama tadinya mau masakin buat kalian. Tapi tiba-tiba mama mau lihat kamu masak deh, chel," kata Eliza.
Rachel terdiam. Mampus gue kan selama ini nggak bisa masak!
"Ayo. Sekarang kamu mau masak apa? Mama pengen rasain makanan mantu sendiri." Eliza tersenyum manis.
"Oke, aku bakal masak hari ini, ma," kata Rachel meskipun agak tertekan.
"Nah bagus. mama duduk di sini ya. Kalau ada yang nggak ngerti, kamu bisa tanya mama," kata Eliza.
Dia berjalan menuju dapur, mencoba mengingat semua yang pernah dia lihat di acara masak ditv.
Tiba-tiba Reagan datang dengan di dorong oleh bodyguard.
Dia tahu Rachel tidak pandai memasak dan merasa harus membantu nya.
"Mama, boleh saya bantu Rachel?" tanyanya dengan nada tenang.
Eliza tertawa kecil. "Reagan, kamu biarin istrimu yang masak. Biar mama lihat bagaimana dia mengurus rumah tangga."
Rachel merasa semakin tertekan.
"Baiklah, ma. Aku akan coba masak sesuatu yang simpel dulu," katanya, mencoba tetap tenang.
Dia mulai mengambil bahan-bahan yang ada di dapur dan memikirkan apa yang bisa dia masak.
"Oke, mungkin aku bisa bikin telur dadar, tumis sayur, sama ayam goreng," pikirnya.
Rachel mulai memecahkan telur ke dalam mangkuk, tapi tangannya sedikit gemetar.
Dia mencampur telur dengan garam dan lada, lalu menuangkannya ke dalam wajan yang sudah dipanaskan.
Eliza mengamati setiap gerakannya dengan seksama.
"Jangan terlalu banyak minyak, chel," kata Eliza tiba-tiba.
"Baik, ma," jawab Rachel, mencoba menyesuaikan jumlah minyak di wajan.
Sementara telur dadar di masak, Rachel memotong sayuran untuk tumis.
Dia mengambil wajan lain dan mulai menumis bawang putih.
"Aduh, ini kebanyakan nggak ya?" gumamnya pelan.
Reagan yang masih ada di sana bertanya. "Butuh bantuan?" tanyanya dengan nada rendah, mencoba agar tidak terdengar oleh Eliza.
Rachel menggelengkan kepala sedikit, berusaha tetap tenang.
"Nggak, mas. Aku bisa kok," katanya, meskipun dalam hatinya dia merasa panik.
"Awww!" Rachel meringis ketika pisau tidak sengaja menggores jarinya.
Tanpa di duga Reagan tiba-tiba mendekat kemudian dan tiba-tiba melihat jari tengah Rachel yang tersayat oleh pisau.
"Ini parah," komentarnya dengan nada rendah.
"Parah?" Rachel bertanya-tanya. Padahal Reagan justru lebih parah melakukannya pada orang lain.
Reagan kemudian menjilat luka Rachel membuat gadis itu mematung seketika.
Rachel terkejut melihat Reagan yang tiba-tiba mengambil tindakan begitu intim.
Hatinya berdebar kencang saat merasakan lidahnya yang hangat di jari yang terluka.
"Mas, ngapain sih?" bisik Rachel, matanya melebar karena tidak percaya.