Ryo seorang pengusaha yang sukses harus menelan musibah dari tragedi yang menimpanya. Sebuah kecelakaan telah membuatnya menjadi lumpuh sekaligus buta. Istrinya sudah tidak Sudi lagi untuk mengurusnya.
Aura, adik sang istri tak sengaja hadir ditengah mereka. Aura yang memerlukan uang untuk kebutuhan hidupnya kemudian ditawari sang kakak sebuah pekerjaan yang membuat semua kejadian cerita ini berawal.
Pekerjaan apakah yang ditawarkan pada Aura?
dan bagaimana nasib Ryo selanjutnya?
Biar tau kisah selengkapnya, yuk ... di intip kisahnya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yurika23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 - Mulai Mencair
“Siapa saja yang selama ini mengurus Tuan Ryo, Mbak?” tanya Aura penasaran.
“Ada tiga pelayan dan satu tukang kebun yang biasa membantu Tuan, karena Nyonya tidak pernah dirumah, Non.”
“Tukang kebun?” alis Aura menaut.
“Ya, untuk membantu Tuan mandi, yang membantu Pak Dimin, tukan kebun” jawab Sari, salah satu pelayan di mansion itu.
“Ohh. Yaudah Mbak, saya mau ke kamar dulu ya” ucap Aura sopan.
Aura akan beranjak ke kamar atas, karena yang ia ingat kamar kakaknya berada di lantai atas.
Aura yang akan menaiki tangga besar yang melingkar menuju ke lantai atas buru-buru di cegah oleh Sari.
“Non!, diatas nda ada siapa-siapa. Kamar Tuan Ryo ada di bawah” tegur Sari dengan suara sedikit tertekan agak tak terlalu terdengar.
Aura mengurungkan langkahnya menuju tangga.
Akhirnya ia kembali dan memasuki kamar yang lebih besar di lantai bawah.
Wanita itu baru ingat bahwa Ryo akan sulit untuk menaiki anak tangga dengan kursi roda, karenanya ia memilih kamar di lantai bawah.
Ketika malam mulai meninggi. Ryo yang akan mengganti pakaiannya terlihat kesulitan mengambilnya dari atas kasur, karena memang biasanya sudah disiapkan pelayan.
“Ini kemejanya, Mas. Apa mau aku pakaikan?” tanya Aura sambil akan memasukan lubang lengan kemeja ke tangan Ryo.
“Ck!, aku bisa sendiri. Urus saja urusanmu sana!. Bukankah kau selalu sibuk dengan pekerjaanmu”
Aura diam sesaat, ‘Apakah Kak Jesica memang selalu sibuk dengan urusannya sendiri?’ batin Aura merasa heran dengan kelakuan kakak iparnya.
“Biar aku bantu, Mas” Aura tetap membantu Ryo memakaikan kemejanya walau Ryo setengah menolak.
Ryo seolah menyesali keadaannya, hingga ia selalu marah karena enggan di perlakukan seperti orang cacat atau dikasihani.
Begitu pula ketika Ryo akan beranjak tidur. Aura yang akan membantunya memindahkan Ryo dari kursi roda ke ranjangnya, Ryo menolaknya dengan menepis tangan Aura.
“Sudahlah Jes!, aku bisa sendiri” tukas Ryo sambil berusaha sendiri menuju ranjang. Aura hanya memandangnya tanpa bisa memaksanya.
“Aku akan tidur duluan” Ryo meraba selimut di dekat kakinya, tapi dengan sigap Aura mengambil selimut tersebut kemudian menyelimuti tubuh Ryo sampai batas dada.
Aura menghela nafas pendek, "Aku keluar dulu ya Mas" tanpa menunggu jawaban Ryo Aura lalu keluar kamar.
Ryo yang tengah terbaring belum bisa mengistirahatkan tubuhnya untuk tidur. Ia benar-benar bingung dengan sikap istrinya yang berubah, atau memang itu bukan istrinya … pikirannya terus melambung tak karuan.
Aura menelpon kakaknya, tapi Jesica seolah acuh dan tidak perduli dengan urusan Aura.
Keesokan paginya, Aura yang terpaksa menginap di mansion Ryo karena kakaknya belum juga pulang, dengan sigap menyiapkan sarapan, buah, jus dan obat untuk kakak iparnya.
“Mas, bangun, sudah pagi, lihat matahari sudah silau” sapa Aura sambil membuka gorden lebarnya.
Aura sedikit lupa dan merasa bersalah, bahwa pria itu tidak dapat melihat. Ia hanya menoleh kearah wajah Ryo yang datar tanpa ekspresi.
“Siang atau malam sama saja bagiku!” tukas Ryo ketus setelah membuka matanya.
“Maaf Mas" ucap Aura pelan penuh sesal.
"Sekarang, ijinkan aku membantumu ya Mas.” Aura mencoba merangkul lengan Ryo untuk pindah ke kursi roda.
“Aku juga bisa sendiri tanpa bantuan,” tolak Ryo yang berusaha meraba dan mencari pegangan kursi rodanya di samping ranjang. Tapi Aura tetap membantunya hingga Ryo terpaksa menyetujuinya dengan tetap dibantu Aura untuk duduk di kursi rodanya.
“Aku tidak ingin dikasihani, bantu aku jika aku menyuruhmu saja, paham!” ujar Ryo membuat Aura mengerutkan alisnya tak habis pikir.
“Mau keluar teras, Mas? Aku bantu dorong kursimu ya?” lagi-lagi Aura tetap ingin membantu meringankan usaha Ryo.
“Hah, dasar keras kepala” gerutu Ryo yang akhirnya menyerah untuk dibantu Aura.
Aura membuka pintu kaca besar, kemudian mendorong kursi roda Ryo keluar teras.
“Disini udaranya segar, Mas. Sebentar aku ambil sarapan dulu”
Ryo hanya diam sambil memandang ke langit tanpa bisa melihat warna langit di pagi hari.
Tak lama berselang, Aura membawakan bubur untuk sarapan pagi Ryo.
“Makanlah Mas … aku suapi ya“ Aura kembali menyuapi Ryo dengan perlahan.
Ketika sendok itu menyentuh bibir Ryo, awalnya pria itu memundurkan kepalanya sedikit kaget, kemudian ia diam tak bergeming. Tapi Aura terus membujuknya.
“Mas, tolonglah buka mulutmu, biar aku bantu menyuapi bubur ini,” pinta Aura.
“Aku sudah seperti bayi saja!” ucap Ryo ketus.
“Yah, baiklah kalau begitu, besok menunya aku ganti ya, biar Mas tidak merasa seperti bayi. Tapi bubur ini sudah terlanjut dibuat, sayang loh Mas kalau tidak dimakan.”
Aura kembali menyodorkan ujung sendok ke bibir Ryo. “Buka mulutnya dong Mas …” bujuk Aura.
Perlahan pria itu menyerah, lalu membuka mulutnya, dan ia melahap bubur yang disuapi Aura.
“Ehm, bubur ini berbeda dari yang kemarin, beli dimana?” tanya Ryo sambil mengulum bubur dimulutnya.
“Ini aku yang buat Mas, bubur ayam kaldu jamur, ini aku tambahkan jamur dan potongan ka -”
“Sejak kapan kau bisa masak?” tanya Ryo heran.
“Eng, - itu … aku dibantu palayan di dapur. Oya, apa rasanya tidak enak?”
“Justru enak, baru pertama kalinya aku memakan bubur seperti ini, besok bikinkan aku lagi,” pinta Ryo.
“Iya Mas. Jadi masih mau makan makanan bayi?” Aura tertawa kecil.
Ryo hanya tersenyum ringan dengan sudut bibirnya.
“Oya, bagaimana kabar adikmu, Aura?, apa kau membantunya memberikan uang. Suaminya, Bagas, dia pria paling baik yang kukenal, sangat disayangkan kepergiannya begitu cepat.”
Sesaat Ryo tidak mendapat jawaban.
“Jes, Jesica? Kau masih disini?” tanya Ryo.
“Ah, ya aku disini, Mas. Ya aku sudah membantunya,” ujar Aura dengan kesedihan yang terkuak lagi dan kebohongan untuk menutupi kenyataan.