Seorang pendekar muda bernama Panji Rawit menggegerkan dunia persilatan dengan kemunculannya. Dia langsung menjadi buronan para pendekar setelah membunuh salah seorang dedengkot dunia persilatan yang bernama Mpu Layang, pimpinan Padepokan Pandan Alas.
Perbuatan Panji Rawit ini sontak memicu terjadinya kemarahan para pendekar yang membuatnya menjadi buronan para pendekar baik dari golongan putih ataupun hitam. Sedangkan alasan Panji Rawit membunuh Mpu Layang adalah karena tokoh besar dunia persilatan itu telah menghabisi nyawa orang tua angkat nya yang memiliki sebilah keris pusaka. Ada rahasia besar di balik keris pusaka ini.
Dalam kejaran para pendekar golongan hitam maupun putih, Panji Rawit bertemu dengan beberapa wanita yang selanjutnya akan mengikuti nya. Berhasilkah Panji Rawit mengungkap rahasia keris pusaka itu? Dan apa sebenarnya tujuan para perempuan cantik itu bersedia mengikuti Panji Rawit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ebez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Cincin Permata Merah
"Dasar bangsat!! Rupa-rupanya dia masih menaruh dendam kepada ku karena kejadian tadi siang.. ", umpat Larasati meluapkan kekesalan dalam hatinya.
" Aku tidak bisa membiarkan perlakuan ini begitu saja. Akan ku laporkan ini pada Gusti Adipati Aji Wiraprabhu", Larasati hendak melangkah meninggalkan tempat itu namun belum sempat ia melangkah lebih jauh, tangan Panji Rawit buru-buru mencekal pergelangan tangannya.
"Jangan gegabah dalam bertindak, Ndoro.. ", Panji Rawit menggelengkan kepalanya sebagai isyarat untuk tidak bergerak.
" Apakah Ndoro Larasati tidak menyadari kedekatan perwira itu dengan bangsawan yang tadi membela nya? ", mendengar lanjutan omongan Panji Rawit, Larasati pun langsung teringat saat Pangeran Wiratama membela Tumenggung Brajapati sore tadi. Jelas terlihat bahwa Pangeran Wiratama adalah pendukung terbesar di balik kepongahan sikap perwira Kadipaten Lwaram itu.
"Lantas, apa kita harus diam saja melihat ancaman bajingan itu, Kakang Rawit? Kalau dibiarkan begitu saja, ia pasti akan menindas lebih banyak orang lain di masa depan.. "
Mendengar jawaban itu, Panji Rawit tersenyum penuh arti. Ia kemudian melepaskan cekalan tangannya pada Larasati.
"Mungkin Ndoro bisa menuntaskan hasrat kemarahan pada Tumenggung Brajapati, akan tetapi bagaimana nasib para pembantu Ndoro yang lain? Bagaimana nasib Yu Darmi, Sri dan Warni juga si Sentiko? Apakah mereka harus menanggung beban balas dendam Ndoro Larasati pada Tumenggung Brajapati dan menjadi musuh Pangeran Wiratama?
Ingat Ndoro, tak semua orang bisa bertarung melawan seorang bangsawan seperti yang Ndoro Larasati lakukan. Andaikata Ndoro Larasati tetap berniat untuk balas dendam, maka Ndoro harus memikirkan berulang kali bagaimana nasib mereka ke depannya", tutur bijak Panji Rawit ini membuat Larasati terdiam seketika.
"Tumben kau bisa berpikir sejauh ini, Kakang Rawit. Saat kau balas dendam pada Padepokan Pandan Alas, apa kau juga berpikir sampai seperti ini? ", celetuk Pramodawardhani yang membuat Panji Rawit tersenyum simpul.
" Aku ini orang bebas, Cempluk.. Aku sudah tidak punya sanak saudara yang perlu aku pikirkan keselamatan nya. Andaikan saja aku mati saat membalas dendam pada orang-orang Padepokan Pandan Alas, setidaknya tidak ada kerabat ku yang perlu menderita akibat balas dendam ku ", kata Panji Rawit segera.
" Kalau guru dan saudara seperguruan mu bagaimana?", tambah Pramodawardhani kemudian.
"Mereka jagoan ilmu beladiri, bahkan guru ku terkenal sebagai pendekar pilih tanding. Yang berani macam-macam dengan mereka, sudah pasti bosan melihat matahari pagi terbit esok hari", jawab Panji Rawit dengan enteng. Pramodawardhani pun manggut-manggut mengerti.
Larasati yang termenung memikirkan omongan Panji Rawit, menatap pemuda bertubuh bogel dengan wajah bopeng itu dengan tatapan mata kagum. Sungguh omongan nya lebih terdengar seperti petuah dari seorang bangsawan bijak yang telah puluhan tahun makan asam garam dunia. Tiba-tiba mata Larasati tertuju pada sebuah cincin bermata merah yang melingkar pada jari manis Panji Rawit.
'Cincin itu bukankah tanda kerabat dekat Kerajaan Medang? Darimana Kakang Rawit mendapatkan nya? ', berjuta pertanyaan langsung terlintas dalam otak Larasati.
Atas kemurahan hati Larasati, orang terakhir dalam kelompok pembunuh itu dilepaskan. Dengan jalan tertatih-tatih, ia segera beranjak pergi dari halaman rumah Larasati menembus kegelapan malam dengan tubuh penuh memar dan lebam. Sebentar kemudian, ia sudah menghilang di balik gelapnya malam yang menyelimuti seluruh wilayah Kota Lwaram.
Setelah kepergian orang itu, Larasati mendekati Panji Rawit. Perempuan cantik yang berstatus sebagai janda kembang Kota Lwaram ini menatapnya lekat-lekat.
"Aku sudah memikirkannya masak-masak, Kakang Rawit. Setelah malam ini aku memutuskan untuk mengikuti mu kemanapun kau pergi. Tempat ini sudah tidak nyaman lagi untuk ku", ucap Larasati yang langsung membuat Pramodawardhani dan Panji Rawit terhenyak mendengar nya.
"Apa kepala mu terbentur sesuatu, Larasati? Kau sudah menjadi orang kaya di sini, untuk apa kamu ikut Kakang Rawit yang gembel seperti ini?", sahut Pramodawardhani setengah tak percaya.
Larasati tersenyum simpul mendengar omongan Pramodawardhani. Dengan penuh percaya diri, ia mendekati perempuan berpakaian compang camping ini.
"Sekarang jika pertanyaan itu ku kembalikan kepada mu, apa jawaban mu heh Cempluk?"
Pramodawardhani langsung gelagapan mendengar omongan Larasati. Apalagi tatapan mata Larasati yang seperti ingin membongkar seluruh rahasia hati nya membuat perempuan itu salah tingkah.
"Aku aku eh aku ikut Kakang Rawit karena eh apa ya... Karena karena Kakang Rawit baik kepada ku, iya i-itu alasannya. Kalau kau apa? ", mendengar pertanyaan itu, Larasati tersenyum penuh kemenangan.
" Nah aku pun juga merasakan hal yang sama, Cempluk. Aku merasa Kakang Rawit itu orangnya baik. Lagipula aku penasaran dengan sesuatu yang ada pada Kakang Rawit jadi aku ingin tahu.. ", Panji Rawit dan Pramodawardhani langsung saling berpandangan sejenak sebelum bertanya bersamaan,
" Apaa..?!! "
Larasati langsung menunjuk ke arah cincin bermata permata merah di jari manis Panji Rawit. Sedikit heran, Panji Rawit mengelus dagunya mendengar jawaban itu.
"Sebuah cincin yang menjadi pertanda kerabat dekat Istana Kotaraja Pohpitu ( ibukota lama kerajaan Medang Mataram) adalah sebuah rahasia besar yang kalian sembunyikan bukan?", ucapan Larasati ini sontak membuat Panji Rawit terkejut mendengar nya.
" Kau tahu sesuatu tentang cincin ini? ", tanya Panji Rawit segera. Larasati langsung menganggukkan kepalanya.
" Meskipun tidak keseluruhan, aku tahu cincin itu adalah pertanda dari kerabat dekat Istana Negara. Siapapun yang memiliki nya pasti adalah seorang bangsawan. Bagaimana mungkin seorang bangsawan menjadi gembel? Apakah ini adalah sebuah penyamaran? ", terka Larasati yang membuat Panji Rawit dan Pramodawardhani terdiam seketika. Setelah itu, Panji Rawit menghela nafas panjang sebelum bicara.
Hemmmmmm..
" Terkaan mu itu tak sepenuhnya salah Ndoro Larasati, tapi juga tidak benar secara keseluruhan.
Cincin ini mungkin adalah pertanda dari kerabat dekat Istana Negara tetapi ini adalah satu-satunya barang peninggalan orang tua kandung ku saat orang tua angkat ku menyelamatkan ku sekitar 2 dasawarsa yang lalu. Siapa orang tua ku, aku juga tidak tahu. Selain itu, kami juga memang sedang menyamar untuk menghindari masalah dengan orang-orang dunia persilatan. Ceritanya sangat panjang", selesai berbicara demikian, Panji Rawit segera merapal mantra Ajian Malih Rupa nya. Dalam waktu sekejap mata kemudian, ia telah kembali menjadi seorang pemuda tampan. Pramodawardhani pun segera mengikuti nya. Larasati langsung takjub melihat perubahan wujud mereka.
"Aku tahu seseorang yang mungkin bisa menjadi penunjuk siapa pemilik cincin itu, Kakang Rawit. Tapi sebelum aku mengatakan nya, kakang harus berjanji untuk mengajak ku turut serta bersama mu", ucap Larasati segera.
" Dasar pedagang, pintar sekali kau tawar menawar.. ", gerutu Pramodawardhani yang dibalas dengan senyum kemenangan oleh Larasati.
" Baiklah aku menyetujuinya.. Sekarang katakan pada ku, siapa orang yang tahu tentang cincin ini Larasati?", mendengar pertanyaan itu, Larasati tersenyum penuh arti.
"Tak perlu buru-buru Kakang..
Sekarang yang pertama kita lakukan saat ini adalah mengurusi harta benda ku juga para pembantu ku", ujar Larasati sambil melangkah meninggalkan Panji Rawit dan Pramodawardhani.
Maka malam hari itu juga, Larasati mengumpulkan seluruh pembantu nya. Oleh Larasati masing-masing diberi tugas untuk mengelola harta benda yang dimiliki oleh Larasati sebagai barang titipan yang harus dijaga dan di rawat sampai Larasati kembali. Sentiko mendapatkan bagian untuk menggarap sawah dan kebun milik Larasati, Yu Darmi serta Sri dan Warni bertugas untuk mengelola warung makan dengan Yu Darmi selalu yang dituakan sebagai pimpinan nya. Isak tangis Sentiko, Yu Darmi, Sri dan Warni mengiringi langkah kaki kuda tunggangan Larasati, Panji Rawit dan Pramodawardhani meninggalkan Kota Lwaram.
Menjelang pagi mereka tiba di bantaran Kali Wulayu yang membelah wilayah bergunung-gunung di utara dengan wilayah dataran rendah di selatan. Sebuah dermaga penyeberangan sudah nampak sibuk dengan orang-orang yang hendak menyeberangi sungai besar itu untuk mencari penghidupan. Dua lelaki yang nampak nya merupakan para pencari penumpang perahu penyeberangan segera mendekati mereka bertiga.
"Permisi Kisanak, apa kalian ingin menyeberang? ", tanya salah seorang diantaranya dengan sopan.
" Iya, kami ingin ke wilayah Kabuh. Berapa biaya penyeberangan nya untuk kami bertiga? ", balas Larasati segera.
" Satu orang 2 kepeng perak nisanak. Jika tambah kuda maka cukup 9 kepeng perak saja.. ", sahut kawan lelaki itu sambil tersenyum tipis.
" Mahal sekali. Biasanya hanya 1 kepeng perak, kenapa sekarang naik? ", protes Larasati yang memang kerap menggunakan jasa penyeberangan itu. Dua orang itu nampak menghela nafas berat seperti sedang melepaskan beban dalam hati. Salah satunya dengan lesu menjawab,
" Ini terpaksa kami lakukan untuk membayar para penjaga karena bahaya dalam perjalanan.
Akhir akhir ini ada perompak sungai yang mengganggu disini.. "
eh lha kok justru nyawa mereka sendiri yang tercabut 😆
modyar dengan express dan success 😀
bisa membuat tanah terbelah...keren! 👍
Ajian Malih Butha tak ada gregetnya di hadapan Lokapala 😄
up teruus kang ebeezz..🤗🤗
tuh kan bnr iblis pencabut nyawa cmn skdr nama.
nyatanya nyawa mreka sndiri yg di cabut