Dialah Azzura. Wanita yang gagal dalam pernikahannya. Dia ditalak setelah kata sah yang diucapkan oleh para saksi. Wanita yang menyandang status istri belum genap satu menit saja. Bahkan, harus kehilangan nyawa sang ayah karena tuduhan kejam yang suaminya lontarkan.
Namun, dia tidak pernah bersedia untuk menyerah. Kegagalan itu ia jadikan sebagai senjata terbesar untuk bangkit agar bisa membalaskan rasa sakit hatinya pada orang-orang yang sudah menyakiti dia.
Bagaimana kisah Azzura selanjutnya? Akankah mantan suami akan menyesali kata talak yang telah ia ucap? Mungkinkah Azzura mampu membalas rasa sakitnya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Bab 11
Zura bersama dua pengawal dengan pakaian biasa itupun akhirnya tiba ke kediaman pamannya. Saat mobil mewah itu ia parkir kan di depan rumah, tentu saja langsung mengundang perhatian para penghuni komplek yang dulunya sangat tidak menghargai dia. Tepatnya, sejak ia dicampakkan oleh Angga.
"Siapa yang datang?" Salah satu ibu-ibu bertanya pada ibu-ibu yang sudah datang di sana duluan.
"Tidak tahu. Tapi sepertinya, itu orang yang sangat kaya deh."
Pintu mobil masih belum di buka
Dari dalam rumah, Mirna langsung kalang kabut memanggil mamanya untuk melihat tamu yang saat ini sedang memarkirkan mobil mewah tepat di depan rumah mereka.
"Ma. Ada tamu, Ma. Cepat lihat, Ma!"
"Tamu? Siapa?"
"Gak tahu, Ma. Kek nya orang kaya tuh. Aduh, kalo tamunya cowok, cari cara buat aku deketin dia ya, Mah."
"Apaan sih kamu. Jangan bicara sembarangan dong, Mir. Gimana kalau itu keluarga nya si Reno. Bisa bahaya kamu, tahu gak?"
"Ih, mama."
Namun, seketika obrolan ibu dan anak itu langsung terhenti ketika pintu mobil di buka oleh salah satu pengawal. Mata mereka juga langsung membulat tatkala yang turun dari mobil dengan anggunnya adalah Zura. Orang yang sangat tidak ingin mereka lihat kehadirannya.
"Zu-- Zura."
Seketika, para tetangga pun langsung riuh akibat nama Zura yang disebut oleh tantenya barusan. Mereka bahkan sangat tidak percaya kalau orang yang memiliki mobil mewah itu adalah Zura yang dulunya mereka kecam secara sebelah pihak.
"Halo, tante. Apa kabar?"
"Oh, aku lihat baik-baik saja, bukan?"
"Zu-- Zura. Kenapa bisa kamu?"
"Kenapa bisa aku? Pertanyaan macam apa itu, Tan? Aku datang ya karena aku kangen sama kalian berdua."
"Aduh, lupa. Kalian sedang gemetaran karena apa? Jangan bilang kalau kalian takut sama aku sekarang. Karena kalian punya dosa yang sangat besar padaku. Iya, kan?"
"Zura! Bicara apa kamu, ha? Jangan kamu pikir karena sekarang kamu muncul dengan tampilan yang berbeda, kamu bisa berbuat sesuka hati. Tidak akan. Jangan mimpi kamu. Jangan berangan terlalh tinggi, Azzura." Mirna malah langsung bicara dengan nada tinggi.
"Iya. Jangan pikir kami akan takut padamu setelah kamu menghilang lalu kembali dengan dandanan modis plus mobil mewah. Kamu pikir kami akan terkejut, gitu? Ngga akan."
Zura malah tertawa lepas.
"Maling kok teriak dengan nada keras sih? Gak takut kalau nanti akan ketahuan oleh orang lain?"
"Ups. Maaf, lupa kalau kalian ngga punya rasa takut. Iya, kan?"
"Ah! Lupakan saja. Aku datang hanya untuk memberikan sebuah peringatan buat kalian berdua. Kembalikan rumah peninggalan kedua orang tuaku. Jika tidak, kalian akan tahu sendiri apa akibatnya. Dan satu lagi, bereskan dengan baik barang-baranga pamanku sekarang juga, jika kalian tidak ingin aku bertindak diluar logika kalian."
Ibu dan anak itupun langsung bertukar pandang. Tapi hati mereka yang tidak yakin akan ancaman yang baru saja Zura berikan, malah mengabaikan apa yang Zura katakan. Mirna malah tertawa lepas sekarang.
"Ha ha ha. Kamu mau mengancam kami, Zura? Besar sekali nyali mu itu untuk melawan aku. Asal kamu tahu, sekarang aku adalah calon istri tuan muda Sanjaya. Reno Sanjaya adalah calon sumiku. Dia sangat berkuasa setelah mantan suami tak habis satu menit yang sudah mencampakkan dirimu tiga tahun yang lalu."
"Hm, benar. Setakat rumah buruk itu bukan apa-apa bagi calon menantuku. Dan lagi, kamu juga tidak akan bisa melawannya, Zura. Jadi, jangan sok berkuasa kamu. Jika ingin barang-barang pamanmu, kemas saja sendiri. Ngga banyak juga lagi. Karena aku sudah membuang sebagian barangnya agar tidak mengotori rumahku."
Mendidih rasanya hati Zura sekarang. Tapi sekuat tenaga ia tahan. Dia sudah berjanji pada mama angkatnya kalau tidak akan ada keributan yang akan terjadi. Tapi sepertinya, ibu dan anak ini sungguh sangat tidak bisa ia ajak berbaikan.
"Kalian berdua. Aku ingin sekali menampar wajah dua manusia yang punya mulut besar ini. Tolong, izinkan aku memukulnya beberapa pukulan saja," kata Zura bicara pada dua pengawalnya.
Kedua pengawal yang sangat memahami apa maksud dari perkataan Zura barusan langsung maju untuk menghampiri Mirna dan mamanya. Sontak, keduanya langsung bertingkah dengan wajah takut berusaha menghindar.
"Apa yang kalian lakukan, hah? Kalian tidak akan bebas jika berani menyentuh aku. Kalian harus tahu, Zura itu tidak punya apa-apa. Apalagi sekarang, dia tidak lebih dari pemulung yang sok-sokan kaya."
"Benar. Sebaiknya kalian jangan mendengarkan apa yang Zura katakan. Entah uang siapa yang ia gunakan sekarang untuk menyewa kalian. Jika orang yang mendukungnya tahu, maka kalian juga tidak akan dapat apa-apa"
Kedua pengawal itu tentu saja tidak akan mendengarkan apa yang dikatakan oleh ibu dan anak ini. Maklum, mereka adalah pengawal bayaran yang sangat terpercaya. Hani saja sudah menggunakan jasa mereka sejak lama.
"Lepaskan! Kalian gila ya!"
"Lepas! Aku akan buat kalian menyesalinya nanti. Lihat saja. Kalian akan nangis darah mengharap pengampunan dariku."
Keduanya memberontak. Zura malah tersenyum lebar. Sambil memainkan kukuknya yang sama sekali tidak panjang, Zura nyengir kuda sekilas pada Mirna dan mamanya.
"Kalian sangat tidak punya rasa malu. Rumah ini juga bukan hak kalian. Pamanku membelikannya dengan uang dari keringatnya sendiri. Tapi kalian malah berkuasa di ruamh ini sekarang. Untuk itu, aku akan berikan kalian sedikit pelajaran agar kalian sadar."
Plak! Satu tamparan mendaran di wajah Mirna. Dia duluan yang kena tamparan dari Zura karena bibirnya ingin menjawab perkataan Zura dengan cepat.
"Kamu!"
Plak! Lagi, Mirna menerimanya lagi sekarang. Mata tantenya langsung membulat ketika Zura memberikan tamparan ketiga pada pipi mulus anaknya yang tidak pernah ia sentuh satu kali pun sejak kecil hingga dewasa seperti saat ini.
"Cukup, Zura! Kamu sungguh sangat keterlaluan! Jangan sentuh Mirna lagi. Apakah kamu sudah bosan hidup, hah?"
"Oh, tante sangat sayang pada anak tante ini ya? Kalau gitu, dengarkan aku. Kembalikan rumah mendiang orang tuaku dalam eaktu dekat. Jika tidak, tante tidak akan bisa tinggal di rumah ini lagi. Dan, tidak hanya itu saja. Tante akan melihat bagaimana anak tante tersayang ini hancur. Bagaimana, tan? Setuju?"
"Kamu tidak waras, Zura! Tidak waras!"
Azzura malah nyengir kuda dengan tatapan tajam yang menusuk. "Aku tidak waras? Karena siapa? Karena ulah kalian yang sangat tidak punya hati. Bukan hanya mengambil uang yang bukan hak kalian, rumah mendiang orang tuaku yang tidak ada sedikitpun sangkut-pautnya dengan kalian pun malah kalian lahap. Sungguh sangat rakus."
"Kembalikan rumah itu atau .... " Zura berucap sambil mengangkat tangannya kembali. Dia bersiap-siap untuk menampar Mirna lagi.
Tidak ingin anaknya dilukai lagi, mama Mirna langsung berteriak kencang. "Baiklah! Bail, Zura. Akan aku kembalikan rumah buruk peninggalan orang tuamu pada kamu dalam waktu dekat. Sekarang, lepaskan Mirna."
tp bila baca kisah angga kesian juga dye...