Kinan hanyalah gadis biasa, dirinya mengadu nasib pergi ke kota bersama temannya setelah mendapatkan informasi kalau ada yang membutuhkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga, demi kebutuhan dan juga ingin mengurangi beban keluarga Kinan akhirnya pergi ke kota jakarta, Di sana Kinan harus berhadapan dengan Daniel pria tampan yang bahkan tidak pernah terpikirkan dalam hidupnya. Mampukah Kinan bertahan di jakarta atau memilih pulang dan melanjutkan sekolah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon II, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demi Keselamatan
Daniel bersama supir segera membawa Kinan ke rumah sakit, kalang kabut pasalnya Kinan tak sadarkan diri. Dalam perjalanan Daniel terus meminta pak supir menambah kecepatan sesekali menggoyangkan tubuh Kinan memintanya untuk sadar tapi hasilnya nihil Kinan engga membuka mata.
Sesampainya di rumah sakit Kinan langsung di bawa ke IGD, Dokter memeriksa dengan seksama menanyakan awal terjadinya sampai Kinan tak sadarkan diri.
Daniel memperhatikan dengan rasa takut apalagi dokter begitu serius memeriksa perut Kinan yang mulai menonjol.
"Ke ruang pemeriksaan, kita lakukan USG saya curiga ada apa-apa dengan kandungannya." Dokter IGD memanggil suster yang juga sibuk memasang jarum infus.
"Beri tahu dokter kandungan pasien harus segera di periksa."
"Baik Dok." Suster segera melanjutkan tugasnya. Berlari ke bagian lain.
"Tunggu sebentar pak," Dokter pamit meninggalkan Daniel dan Kinan yang terbaring di ranjang perawatan.
"Ya Allah, Kinan." Daniel mendekati Kinan mengusap lembut kepala penuh kesedihan. "Kinan bangun? Aku mohon bangun."
Dalam kepanikan Daniel merogoh saku celana. Ponsel ia hidupkan lalu sibuk mencari sesuatu di layar.
"Tante, Kinan pingsan, sekarang ada di IGD, Tante ke sini sekarang."
Tante Vera berlari menuju IGD setelah Daniel tadi menghubungi, mengabarkan Kinan pingsan, beruntung Kinan di bawa ke rumah sakit di mana Bu Tari dan pak Arman di rawat jadi tidak harus berkutat dulu di jalan.
"IGD." Tante Vera membaca papan petunjuk yang ada di atas kepala, meluncur masuk setelah bertanya kepada security yang berjaga di depan pintu.
"Daniel?"
Daniel menoleh kearah Tante Vera yang baru saja menyibak gorden.
"Ya Allah Kinan, kenapa kamu Nak?" Tante Vera mendekati Kinan yang masih pingsan. "Daniel? Kenapa Kinan pingsan? Apa yang terjadi?" Kali ini Tante Vera menatap Daniel yang ada di sebrang ranjang.
Daniel menghela napas berat, kembali mengingat kejadian tadi membuat amarahnya memuncak. Tidak baik jika Tante Vera mengetahui kalau Daren yang sudah menyebabkan Kinan terkapar. lebih baik menunggu dokter saja. pikir Daniel.
"Tadi dia lagi keliling di taman belakang, pas Daniel datang Kinan mengeluh perutnya sakit dan pingsan." Daniel berbohong demi kebaikan, Tante Vera sangat tegas. Apalagi kalau tau ini ada kaitannya dengan Daren yang menuntut siapa yang harus di pilih antara Kinan atau Sarah, bisa-bisa dirinya kena semprot sang Tante.
Mendengar itu Tante Vera semakin khawatir takut terjadi sesuatu dengan janin dalam kandungan Kinan. "Mudah-mudahan ga terjadi apa-apa sama Kinan dan bayinya."
"Amin Tante, ga akan Daniel biarin Kinan kenapa-kenapa." Daniel mengepalkan tangan ingin sekali menghantam wajah Daren yang kini entah ada di mana.
Kalau sampai Kinan dan bayinya kenapa-kenapa aku tidak akan memaafkan kamu Daren.
.
Daren segera meninggalkan rumah Daniel terlihat dirinya tidak merasa bersalah atas apa yang sudah terjadi. Wajahnya yang tampan dan angkuh itu tetap saja sama tak terlihat rasa panik di sana, walaupun tadi matanya melihat bagaimana Kinan pingsan, Daren beranggapan Kinan pingsan hanya akting dan tidak perlu di besar-besaran kan.
"Daniel, dia hanya akting, kenapa kamu percaya? Apa karena wajahnya yang polos kamu sampai lari bawa dia ke rumah sakit? cih, buang-buang tenaga saja." Daren berbicara sendiri dalam perjalanan pulang. Terus mencari cara agar Daniel bisa mengambil keputusan. "Di lihat dari reaksinya tadi tidak mungkin Daniel suka sama anak kecil seperti dia." Daren terus mencari jawaban atas pertanyaan dalam benaknya. "Aku hanya kasian melihat Sarah, Daniel harus segera mengambil keputusan, siapa yang dia pilih. Sarah atau anak kecil itu." Terlihat wajah Daren menjadi lebih serius, terus berpikir tentang Sarah gadis yang di cintainya.
"Sarah, tidak bisakah kamu melihat aku, aku benar-benar tulus cinta dan sangat sayang sama kamu, tapi Daniel." Tangan Daren meremas kemudi seperti mencengkram leher Daniel saja rasanya. "Kamu sudah di butakan cinta, jelas-jelas Daniel sudah menikah tapi kamu masih mau menunggu. Demi kamu Sarah aku rela mengorbankan pertemanan ku dengan Daniel sekali lagi, aku hanya ingin kamu bahagia,"
.
Kinan segera di bawa ke ruang pemeriksaan, Dokter kandungan memeriksa kondisi si janin. Daniel dan Tante Vera senantiasa menemani, memperhatikan dalam diam, berdoa agar ibu dan anak itu baik-baik saja. Tapi Kinan masih belum juga bangun, dokter mengatakan itu akibat dari rasa nyeri pada perutnya, mungkin sebentar lagi Kinan akan membuka mata, suster sudah memberikan obat dan juga memasangkan selang infus karena cairan di tubuh Kinan berkurang itulah penyebab Kinan pingsan.
"Sebentar-sebentar." Dokter nampak lebih fokus, meraba perut Kinan dengan tranducer.
Daniel dan Tante Vera saling tatap.
"bayinya baik-baik saja kan Dok?" Daniel tampak khawatir, menggenggam tangan Kinan yang terasa dingin.
"Tenang, serahkan semua sama Allah." Tante Vera mengusap punggung Daniel memintanya untuk lebih kuat.
Ya Allah selamatkan penerus keluarga kami.
Tante Vera memejamkan mata berdoa berharap semua yang di takut kan tidak terjadi.
Keduanya terus menunggu Dokter membuka suara, Daniel bergantian memperhatikan layar dan dokter yang masih sibuk memeriksa perut Kinan.
"A," Kinan mulai membuka mata. menetrakan penglihatan yang kabur, rasa sakit di perut tak lagi terasa yang tersisa rasa lemas dan pusing.
Daniel dan Tante Vera menoleh setelah suara lemah itu terdengar. "Alhamdulillah, kamu udah sadar?" Daniel tersenyum lega. Mengelus tangan Kinan yang tertancap jarum infus.
Sedangkan Tante Vera menenangkan Kinan agar tidak terlalu bergerak pasalnya dokter tengah melakukan pemeriksaan.
"Bagaimana dokter?" Lagi Tante Vera bertanya, penasaran lantaran dokter tak kunjung memberi penjelasan tentang kondisi si janin.
"Seharusnya di usia kandungan 17 Minggu ini berat bayi sudah mencapai 240 gram. Tapi ini tidak mencapai berat yang seharusnya, beratnya hanya 140 gram. Di tambah ukuran tubuhnya juga di bawah 11 cm, detak jantungnya juga sangat lemah," Dokter menatap pasangan suami istri itu dengan wajah murung. "Bayi nya tidak berkembang,"
Kinan menitihkan air mata, tak percaya dengan apa yang dokter sampaikan tentang kondisi bayinya. Daniel mematung dengan ekspresi wajah pucat. Sedangkan Tante Vera mengangguk-anggukkan kepala seolah sudah tau ini akan terjadi, mengingat Kinan selalu merasa tidak nyaman di area perutnya. Ini yang di takutkan. Keluarga baskara harus menerima keputusan yang tidak pernah di bayangkan sebelumnya.
"Demi keselamatan ibu nya, kita harus segera mengeluarkan bayinya," Kata Dokter lagi, sembari kembali memeriksa kondisi si janin siapa tau matanya salah melihat. Tapi ini sudah yang ke tiga kalinya ia memastikan kondisi si janin tetap sama.
Daniel enggan memberi jawaban atas perkataan dokter, dirinya hanya diam dengan terus menatap layar kotak di depannya, Rasanya berat dan tidak percaya, Dari mulai kecelakaan yang menimpa keluarganya sampai di mana sang ayah pergi untuk selamanya, ibu dan pamannya masih terbaring koma, Tante dan kedua keponakannya juga masih menjalankan terapi untuk bisa kembali pulih seperti sedia kala. Sekarang, si janin yang di harapkan menjadi pengganti rasa sedih juga harus pergi dari dunia ini sebelum di lahiran. Rasanya tidak adil.
"Semua ini gara-gara Daren, dia harus bertanggung jawab." Tanpa sadar Daniel meracau seorang diri. Membuat Tante Vera, dokter dan perawat menatapnya bingung.
"Saya tidak berniat ikut campur tapi ketidak berkembangnya janin bukan karena seseorang tapi faktornya banyak sekali, bisa karena kekurangan nutrisi, bisa juga karena kelainan genetik dan yang paling utama bisa karena kondisi rahim istri anda belum kuat." Dokter melirik Kinan yang menangis tanpa suara. "Saya melihat istri anda masih sangat muda, usianya baru 17 tahun," Seketika mata si dokter menatap Daniel, tatapnya membawa banyak arti, seperti menghakimi dan lain sebagainya. dokter menilai pasangan suami istri itu menikah atas dasar yang sudah di pastikan. Si istri hamil sebelum pernikahan terjadi. Hanya sebatas menelisik dalam hati tak kuasa jika harus bertanya lebih jauh lagi.
Mendengar penjelasan Dokter tetap tidak membuat Daniel sadar dirinya masih kekeh ini semua karena Daren.
"Kinan," Daniel meminta Kinan menatapnya. "Demi keselamatan kamu."
Kinan menatap balik Daniel dengan derai air mata. "Maafin Kinan,"
Daniel menggelengkan kepalanya, mengusap lembut pipi Kinan. "Ini bukan salah kamu,"
Dokter segera meminta suster mempersiapkan ruang operasi dengan segera. Tak lama Kinan di bawa pergi meninggalkan ruang pemeriksaan, Daniel senantiasa menemani sampai masuk ruang tunggu operasi, sedangkan Tante Vera mengubungi orang rumah meminta beberapa dari mereka datang ke rumah sakit.