Kinan Si Gadis Belia
🌻 Aku bukan penulis yang anti kritik. Sebelum atau setelah membaca mohon untuk memberi like di setiap episode nya ya, karena itu sangat berarti bagi si penulis. Kalau semisal membosankan atau tidak suka boleh memberi saran atau meninggalkan cerita, Author mohon untuk tidak memberikan rating jelek seperti memberikan bintang rendah, sekali lagi aku minta kalau ga suka tinggal skip aja ya, karena kalau kalian kasih bintang rendah itu akan mempengaruhi Novel ini. Sekali lagi terimakasih.
.
Kampung Babakan Tasik, terletak di bagian lain kota Bogor. Perkampungan yang arsi juga sejuk begitu bangga Kinan bisa tinggal di sana. Akan menjadi kenangan ketika ia meninggalkan kampung Babakan Tasik karena di sana begitu nyaman. Siang malam tak perlu AC atau kipas angin karena sudah sangat dingin terasa.
Kinan hanya gadis biasa, di sekolahnya pun dirinya tidak terlalu menonjol. Bagi Kinan, bersekolah cukuplah rajin dan tidak mencari perhatian banyak murid-murid laki-laki. Tidak ingin seperti teman-teman perempuannya yang bersolek merias diri agar di lirik. Tapi tidak semua murid perempuan seperti itu. Makeup sama sekali tidak menyentuh wajahnya. Cukup losion merek tertentu yang digunakannya itupun dengan harga murah.
Di kampung Babakan Tasik. Keluarganya begitu sederhana. Ibu bapaknya hanya petani karena memang di sana hampir semua warganya menjadi petani, apa saja di tanam dan hasilnya nanti di jual ke pasar dan kota.
Selain itu banyak anak gadis kampung Babakan Tasik yang merantau ke kota bahkan rela meninggalkan bangku sekolah demi membantu perekonomian keluarga itu yang saat ini di rasakan Kinan. Semakin hari dirinya semakin tergiur rayuan temannya yang satu Minggu ini pulang merantau dari kota jakarta.
"Hayu Kinan, mending ka kota dari pada sekolah mah, sekolah mah capek mikir. Yang ada juga mintain uang ke orang tua, kan lamun ka kota mah kita yang kasih uang ka orang tua. Nanti ge ujung-ujungnya jadi ibu rumah tangga kan?"
Kinan menarik napasnya sambil menatap asal luar jendela sekolah. Ucapan temannya itu terus berulang di dalam pikirannya.
"Kalau pergi ka kota bagaimana sekolah ku?" Kinan merenung, dirinya baru saja masuk kelas dua SMA.
"Tunggu satu tahun lagi Kinan, tanggung!"
Dari arah belakang terdengar suara, Kinan menoleh.
Laki-laki dengan lesung pipi tersenyum manis menatapnya.
"Rudi." Sapa Kinan sambil memalingkan wajah.
Laki-laki muda itu berjalan menghampiri Kinan, duduk di bangku depan yang kosong. Kebetulan sekarang jam nya istirahat jadi sebagian murid pergi untuk urusan masing-masing.
"Udah mulai goyah nih?" Rudi menggoda Kinan yang dirinya tau si gadis memang ingin merantau ke kota.
Kinan hanya diam tanpa memberi respon apapun. Jujur dirinya begitu bimbang.
Rudi kembali bersuara. "Sayang atuh cuma satu tahun lagi, masa mau di tinggal ke kota."
Rudi begitu mencintai Kinan tapi sayang Kalimat Aku cinta kamu belum pernah ia utarakan. Terlalu malu untuk di ungkapkan. Rudi bisa sedikit tenang karena Kinan selalu mengatakan dirinya tidak ingin pacaran dulu, kalimat itu membuat Rudi mengurungkan niat mengungkapkan isi hatinya. Untuk sekarang cukup menjadi orang yang selalu ada untuk Kinan masalah jodoh biar Allah saja yang atur.
"Bener kali ya Rud, mending ka kota kerja cari uang, dari pada sekolah mah. minta wae uang, kasian bapak aku lagi susah, hasil ladang juga sekarang teh lagi kurang bagus,"
Kinan terkulai jika mengingat bagaimana kedua orangtuanya kebingungan melihat harga cabai dan timun sedang turun harga.
"Kata bapak ku udah balik modal aja udah syukur," lanjut Kinan.
Rudi diam mendengar ucapan Kinan. Dirinya juga sama hanya anak petani yang juga merasakan apa yang Kinan rasakan. Tapi Rudi terbilang anak yang berkecukupan. Orang tuanya mempunyai ladang luas dan juga hewan ternak, tapi dirinya bisa apa? Bapaknya di rumah pun mengeluhkan hal yang sama.
Yang bisa Rudi lakukan hanya memberi semangat kepada Kinan. sambil menepuk pundak Kinan, Rudi berucap. "Aku harap kamu ga salah ambil keputusan."
Kinan tersenyum dan mengangguk. Tak lama bel berbunyi.
.
Rumah berdinding bambu dan beralas keramik putih terlihat ramai. Tikar coklat berhias hidangan tersaji di atasnya. di sekelilingnya ramai tangan yang sibuk mengambil lauk. Di luar suara rintikan hujan yang syahdu terdengar menemani malam itu.
"Masya Allah nikmat na, masakan mama enak, di luar hujan gerimis, cocok." laki-laki paruh baya itu berceloteh menambah keramaian di dapur.
Semua mengangguk setuju dan kembali sibuk mengisi perut.
Kinan tiga bersaudara. Kedua adiknya laki-laki usianya baru sembilan tahun. Mereka kembar.
Selepas makan mereka berbincang di depan hau(tungku)
Orang Sunda menamai perapian itu Hau. Bentuknya bervariasi, ada yang mempunyai dua lubang ada yang satu lubang saja.
Tangan mereka di rentangkan ke depan bara api untuk mencari kehangatan. Sungguh di kampung Babakan Tasik begitu dingin, Kota Bogor memang terasa sejuk orang-orang bahkan menamainya kota hujan.
"Bentar lagi libur sekolah kan?" tanya bapak Danu. Ayah Kinan dan Nanda Nandi si kembar.
Kinan dan kedua adiknya mengangguk.
"Pak, jalan-jalan kalau liburan. Ade mah pengen ka taman safari belum pernah kesana."
"Iya. sama, Nanda ge pengen ka taman safari."
Si kembar sibuk berceloteh ingin liburan tanpa melihat raut wajah kedua orangtuanya.
Kinan termenung, bergantian menatap wajah bapak dan mama nya yang tersenyum sembari mengangguk, anggukan yang Kinan tau tidak akan berarti apa-apa.
"Kinan pengen kerja ka kota!"
Pak Danu menoleh cepat di ikuti istrinya.
"Ka kota?" Bu Anis bersuara kaget mendengar keinginan sang putri.
Kinan mengangguk. "Kinan mau cari pengalaman."
"Sekolah yang bener Neng, kerja mah gampang." Pak Danu beranjak karena tidak ingin lebih lanjut mendengar Kinan.
"Sebentar lagi liburan sekolah kan? Jadi ga akan ganggu sekolah Neng, dua Minggu cukup Neng kerja nanti Neng pulang lagi kalau mau masuk sekolah." ucapnya semangat.
"Bagaimana kalau Neng betah? Ga mau pulang?"
Kata pak Danu lagi sambil berjalan pergi meninggalkan Kinan di depan hau dan semangatnya untuk pergi ke kota.
Kinan termenung lemas setelah melihat reaksi sang ayah yang memang tidak memberinya izin.
Bu Anis paham akan keinginan Kinan. Selama ini putrinya itu memang tidak pernah meminta apapun. mungkin sekarang ia harus bertindak.
"Cuma buat cari pengalaman aja kan Neng?"
Kinan mengangguk.
"Biar Nanti Mama bantu ngomong sama bapak."
Kinan tersenyum lega. " Alhamdulillah, nuhun Ma,"
Sebenarnya berat bagi Bu Anis melepas kepergian Kinan karena selama ini Kinan tidak pernah pergi jauh. Anak perempuan harus dijaga ketat takut kenapa-kenapa.
Ibaratnya mempunyai anak perempuan seperti berlari membawa telur. Tidak bisa ngejaganya akan pecah. Itu yang selalu Bu Anis ingat. Takut Kinan salah langkah dan berakhir tidak baik.
Tapi mama percaya, Kinan bisa jaga diri.
.
Dua Minggu kemudian...
Pukul 9 pagi Kinan sudah selesai merapihkan tas berisi baju-baju yang akan di bawa ke kota. Temennya Sinta yang kebetulan pulang merantau mengajaknya untuk ikut, majikannya memberi amanat kepada Sinta untuk mencari pengganti teman seperjuangannya yang mana sudah berhenti karena faktor usia. Tanpa ragu Kinan mengiyakan ajakan Shinta apalagi upahnya lumayan besar.
Di depan pintu rumah Sinta sudah cantik layaknya wanita kota tersenyum menatap Kinan yang mana berpakaian sederhana.
Melihat Kinan seperti melihat aku yang dulu.
Batin Sinta seakan bercermin, pasalnya dulu ia juga seperti Kinan. Gadis kampung yang lugu dan polos. Tapi sekarang dirinya bisa berpakaian rapih dan sedikit moderen.
"Kinan Yuk, tar siangan mah suka macet di jalan." Sinta menarik tangan Kinan untuk masuk kedalam mobil. kebetulan Supir Bu bos datang menjemput. Sinta meminta sang supir datang menjemput karena ia akan membawa temannya. syukur bos Sinta sangat baik.
Kinan mengangguk. Dirinya berpamitan kepada pak Danu dan Bu Anis.
"Jaga diri, jangan lupa sholat." pesan Pak Danu sembari memeluk tubuh Kinan.
Rayuan sang istri benar-benar meluluhkan hatinya yang pada awalnya kekeh tidak memberi izin putri sulungnya itu pergi merantau, tapi memang benar tidak apa-apa ini hanya untuk mencari pengalaman.
"Kinan hati-hati di sana. Jangan lupa sholat ya." Bu Anis juga memberi pesan. Tak lupa memeluk tubuh sang putri.
"Insyaallah sebelum masuk sekolah Neng udah pulang lagi." kata Kinan sambil melirik pak Danu. Seolah memberi tahu dirinya tidak akan ingkar janji.
Pak Danu dan Bu Anis mengangguk. Mereka termenung menatap kepergian Kinan.
Kinan melambaikan tangannya dengan menahan air mata.
Mobil mulai melaju meninggalkan Pak Danu dan Bu Anis berserta kedua adik kembarnya.
"Sudah atuh Kinan, cuma dua Minggu ini kan, jangan sedih." kata Sinta, memberi semangat dan elusan di tangan Kinan.
"Kamu tenang aja di sana ada aku, kita kan kerja berdua." sambungan Sinta.
"Iya, aku senang bisa kerja sama kamu, jadi aku ga terlalu sedih." kata Kinan sambil menghapus air mata yang terus saja jatuh.
Selamat datang di Kota Jakarta......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments