Follow my Instagram : @nataniacatherin_
Hai semua! dukung terus cerita yang akuu buat yaa, kalau kamu suka, like ya, kalau ada kesalahan dari cerita ku, berikan saran, agar kedepannya aku bisa bercerita dengan baik untuk novel terbaru ku..✨❤️
"Cinta dan Cemburu"
Kisah tentang Catherine yang harus menghadapi perasaan rumit antara cinta dan cemburu. Dalam perjalanan hubungan dengan Akbar, ia menemukan sisi lain dari dirinya dan orang yang dulu sering menyakitinya. Di tengah kedekatannya dengan Naufal, Akbar yang penuh kecemburuan mulai menunjukkan sisi gelapnya. Namun, meskipun penuh dengan rintangan, Catherine harus memilih antara cinta yang tulus dan hubungan yang penuh ketegangan. Akankah ia bisa menemukan kedamaian di antara perasaan yang bertarung?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chaterine Nathania Simatupang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyusun Langkah Sendiri
Setelah berbicara dengan Akbar dan menenangkan hatinya, Catherine merasa jauh lebih ringan. Meskipun perasaan kecewa dan kehilangan masih ada, dia tahu inilah saat yang tepat untuk melangkah maju, tanpa terikat lagi oleh masa lalu atau pandangan orang lain. Setiap hari, dia semakin menemukan kekuatan dalam dirinya sendiri.
Hari-hari di sekolah semakin menyenankan bagi Catherine. Ujian sekolah semakin dekat, dan meskipun dia merasa sedikit cemas, dia mulai merasa lebih siap. Tidak ada lagi rasa takut atau tekanan berlebihan. Dia tahu bahwa usaha yang dia lakukan selama ini akan membuahkan hasil. Catherine belajar untuk tidak membandingkan dirinya dengan orang lain, dan itu memberinya ketenangan yang selama ini hilang.
Jenny selalu berada di sisinya, memberi dukungan tak henti-hentinya. "Kamu luar biasa, Cat. Aku nggak nyangka kamu bisa jadi sehebat ini," ujar Jenny suatu sore saat mereka sedang mengerjakan tugas bersama di taman sekolah.
Catherine tersenyum, merasa sangat bersyukur. "Semua ini karena aku mulai percaya sama diri aku sendiri, Jenny. Aku sadar kalau nggak ada yang lebih berharga dari diri kita sendiri." Kata-kata itu keluar begitu tulus dari hatinya. Kini, dia merasa lebih kuat, lebih dewasa, dan lebih siap menghadapi segala tantangan yang ada di depan.
Pekerjaan mereka yang semula sederhana, seperti menulis tentang pengalaman pribadi dan berbagi cerita untuk menginspirasi orang lain, semakin berkembang menjadi blog yang cukup dikenal di kalangan teman-teman sekolah. Blog itu tak hanya sekadar tempat berbagi kisah, tetapi juga ruang bagi banyak orang untuk belajar menerima diri mereka tanpa mempedulikan pandangan orang lain.
Malam itu, Catherine duduk di meja belajarnya, mempersiapkan ujian yang sudah di depan mata. Dia membuka buku catatannya, merasa lebih percaya diri dengan apa yang sudah dia pelajari. Meskipun ujian semakin dekat, dia tidak lagi merasa terbebani. Catherine tahu, meskipun hasilnya nanti belum pasti, yang terpenting adalah proses yang dia jalani dengan penuh usaha dan keyakinan.
Sambil menulis catatan, Catherine teringat percakapan dengan Akbar beberapa minggu lalu. Dia merasa lega karena sudah bisa memaafkan dan melepaskan perasaan yang selama ini mengekangnya. Dia tidak merasa marah atau kecewa lagi. Semua itu sudah menjadi bagian dari perjalanan hidupnya yang harus dilalui untuk menemukan siapa dirinya sebenarnya.
"Ini saatnya untuk langkah selanjutnya," gumamnya pada diri sendiri. Dia merasa siap untuk menghadapi ujian sekolah yang akan datang dan segala hal lain yang akan muncul setelahnya.
Jenny tiba-tiba masuk ke kamarnya, membawa secangkir teh hangat. "Aku tahu kamu lagi stres, jadi bawa ini buat kamu. Kamu pasti bisa, Cat," kata Jenny sambil tersenyum.
Catherine tersenyum lebar, menerima teh itu dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih, Jen. Aku merasa lebih baik sekarang. Semua yang aku jalani sekarang jauh lebih berarti."
Malam itu, di tengah persiapan ujian dan proyek mereka yang terus berkembang, Catherine merasa hatinya penuh dengan rasa optimisme. Dia tahu bahwa meskipun tantangan terus datang, dia sudah mempersiapkan dirinya dengan baik. Dia bisa menghadapinya sendiri, karena kini dia tahu satu hal yang paling penting: dirinya sendiri adalah kekuatan terbesarnya.
Catherine semakin menyadari betapa pentingnya untuk terus menjaga keseimbangan antara belajar dan merawat dirinya. Dengan semangat baru, dia kembali mengerjakan soal-soal ujian dan menulis di blognya bersama Jenny. Tugas dan ujian semakin menumpuk, tetapi Catherine tidak merasa terbebani lagi. Dia tahu bahwa kerja keras dan ketekunan yang dia lakukan akan membawa hasil, meski tidak ada jaminan pasti.
Suatu sore, saat sedang bersantai di taman sekolah, Catherine dan Jenny berbincang. "Kamu tahu, Jen, aku merasa lebih tenang sekarang. Dulu aku selalu merasa seperti harus mengikuti harapan orang lain. Tapi sekarang, aku cuma ingin menjadi diriku sendiri," kata Catherine dengan senyuman yang tulus.
Jenny mengangguk setuju. "Aku bangga banget sama kamu, Cat. Kamu sudah jauh lebih kuat sekarang. Aku tahu, apapun hasil ujianmu nanti, kamu pasti sudah melakukan yang terbaik."
Catherine tersenyum, merasa lebih yakin dengan pilihannya. "Terima kasih, Jen. Aku nggak bisa sampai di sini tanpa kamu. Kamu adalah teman terbaik yang pernah aku punya."
Malam itu, sebelum tidur, Catherine menatap langit yang dihiasi bintang. Ada ketenangan dalam hatinya, dan dia tahu, tak ada yang bisa menghalangi langkahnya sekarang.
Keesokan harinya, ujian sekolah dimulai. Catherine merasa sedikit gugup, namun kali ini dia lebih siap daripada sebelumnya. Setiap soal yang dia kerjakan terasa lebih ringan, karena dia tahu bahwa usahanya selama ini sudah maksimal. Dia menatap sekelilingnya, melihat teman-teman sekelasnya yang juga sedang fokus pada ujian mereka, dan merasa bahwa dia tidak perlu membandingkan dirinya dengan orang lain.
Jenny, yang duduk di sebelahnya, mengedipkan mata kepadanya dengan senyum penuh semangat. "Kamu pasti bisa, Cat. Ingat, kita sudah berlatih dengan keras," bisik Jenny pelan.
Catherine mengangguk dan kembali memfokuskan perhatiannya pada soal ujian. Setiap langkah yang dia ambil selama ini, baik dalam akademik maupun dalam perjalanan pribadi, terasa lebih bermakna. Tidak ada lagi rasa takut atau keraguan yang menghalangi langkahnya.
Pada akhir ujian, Catherine merasa lega. Walaupun hasil ujian belum diketahui, dia tahu bahwa dia sudah memberikan yang terbaik. Yang terpenting baginya sekarang adalah perjalanan yang telah dia tempuh untuk mencapai titik ini—sebuah perjalanan yang penuh pembelajaran dan penerimaan diri.
Sebelum keluar dari ruang ujian, Catherine berbisik pada dirinya sendiri, "Aku sudah cukup hebat."
Setelah ujian selesai, Catherine merasa seolah sebuah beban besar telah terlepas dari pundaknya. Dia berjalan keluar dari ruang ujian dengan langkah yang lebih ringan, disambut oleh udara segar yang seolah mengingatkannya bahwa dunia luar penuh dengan kemungkinan.
Jenny sudah menunggunya di luar, tersenyum lebar. "Gimana? Kamu bisa ngerjain semuanya dengan baik kan?"
Catherine mengangguk dengan penuh keyakinan. "Aku rasa aku udah ngasih yang terbaik. Sekarang tinggal tunggu hasilnya."
Mereka duduk bersama di bangku taman sekolah, menikmati kebersamaan setelah ujian yang penuh tekanan. Di tengah obrolan ringan, Catherine merasa semakin yakin bahwa hidupnya tak lagi hanya berpusat pada orang lain. Semua yang dia capai sejauh ini adalah buah dari usahanya sendiri, dan itu membuatnya bangga.
"Makasi ya, Jenny, kamu udah selalu ada buat aku," kata Catherine tulus.
Jenny tersenyum, menggenggam tangan sahabatnya dengan erat. "Aku akan selalu ada, Cat. Kamu nggak sendirian."
Catherine memandang langit yang mulai gelap, merasa damai dengan semua yang sudah terjadi. Meski ujian belum berakhir, perjalanan hidupnya kini sudah berada di jalur yang benar—jalur yang penuh dengan percaya diri, keberanian, dan tentunya, dukungan dari orang-orang yang benar-benar peduli padanya.