NovelToon NovelToon
Gairah Cinta Sang Presdir

Gairah Cinta Sang Presdir

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / cintamanis / Dikelilingi wanita cantik / Fantasi Urban-Percintaan Modern
Popularitas:38.1M
Nilai: 4.8
Nama Author: Desy Puspita

Sequel Belenggu Cinta Pria Bayaran.

Dikhianati sang kekasih dan melihat dengan mata kepalanya sendiri wanita yang dia cintai tengah bercinta dengan pria yang tak lain sahabatnya sendiri membuat Mikhail Abercio merasa gagal menjadi laki-laki. Sakit, dendam dan kekacauan dalam batinnya membuat pribadi Mikhail Abercio berubah 180 derajat bahkan sang Mama sudah angkat tangan.

Hingga, semua berubah ketika takdir mempertemukannya dengan gadis belia yang merupakan mahasiswi magang di kantornya. Valenzia Arthaneda, gadis cantik yang baru merasakan sakitnya menjadi dewasa tak punya pilihan lain ketika Mikhail menuntutnya ganti rugi hanya karena hal sepele.

"1 Miliar atau tidur denganku? Kau punya waktu dua hari untuk berpikir." -Mikhail Abercio

----

Hanya halu dan ini bukan novel religi✨

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24 - Ancaman

Tak segera menjawab, dia masih terkejut dengan perlakuan Mikhail. Itu memang bukan kalung mahal, akan tetapi percayalah bagi Zia itu sangatlah berharga.

"Eits, mau apa?"

Mikhail mengerutkan dahi kala Zia kini menunduk, hendak meraih kalung yang baru saja dia jatuhkan beberapa saat lalu.

"Astaga? Kenapa ditendang?"

Tangan Zia belum berhasil meraihnya dan sudah didahului Mikhail yang menyingkirkan benda itu dengan sekali gerakan. Wajah masam Zia terlihat jelas, namun hanya Mikhail balas dengan senyum tipisnya.

"Sudah kukatakan, jika bersamaku tidak menjawab berarti iya ... dan kamu diam saja ketika aku tanya."

Ya, dia lupa jika yang dia hadapi ini adalah Mikhail Abercio, bukan Zidan Geovandika. Mereka berbeda, kesabaran dan kedewasaannya tidaklah sama. Jika bersama Zidan, dia akan bertanya berkali-kali demi sebuah validasi dan takut Zia tak suka. Sementara Mikhail, apapun yang dia putuskan, Zia harus suka.

"Tapi nggak gitu juga, kalungnya tuh sayang!" sentaknya kemudian sedikit meninggi, Zia hendak melangkah masuk namun secepat itu Mikhail menahan pergelangan tangannya.

"Diam jangan bergerak," titahnya lembut sembari merogoh sesuatu di saku celananya.

"Sesekali lehermu harus merasakan barang mahal, Zia."

Enteng sekali dia bicara, meski Zia paham betapa mahal harga benda sekecil itu. Tanpa kotak ataupun dimasukkan ke dalam minuman seperti yang Zidan lakukan, Mikhail menatap leher jenjang Zia lekat-lekat.

"Maaf, Zidan ... aku memang sedikit egois."

Mikhail mengucapkannya tanpa menatap mata Zia, rela mengeluarkan uang lebih demi bisa memiliki kalung itu, Mikhail jatuh cinta kala pertama kali melihatnya.

Niat pria itu datang untuk memberikan hadiah ulang tahun pada sang mama, namun yang dia pikirkan ketika di sana justru Valenzia.

"Jangan pernah dilepas sebelum aku menggantinya dengan yang lebih baik, Zia."

"Hm, kenapa begitu?" tanya Zia memegang liontin super mahal itu, mungkin saat ini yang paling mahal dalam dirinya.

"Yang boleh hanya aku," jawabnya kemudian, terdengar sederhana tapi maknanya mencakup hidup Zia kedepannya.

Mendominasi dalam hubungan, tapi tidak merebut paksa Zia dari pelukan Zidan. Kalaupun bertemu, Mikhail akan bersikap biasa saja dan mampu berpura-pura seakan tak mengenal Zia lebih dalam.

Meski kerap diminta masuk ke ruangan presdir, tapi kedekatan mereka sama sekali tidak tercium. Terpatahkan oleh gosip tentang dirinya yang suka berganti wanita, lagipula mana mungkin seorang Zia bersedia menjalin kedekatan dengan pria seperti Mikhail.

Kepercayaan teman-temannya ini salah besar, pada faktanya baik Zia maupun Mikhail sama-sama bermain peran. Di depan umum mungkin mata Mikhail takkan pernah menatapnya, akan tetapi berbeda jika mereka hanya berdua.

"Zia," panggilnya kemudian setelah beberapa saat suasana begitu hening.

"Iyaa ... kenapa?"

"Banyak nyamuk."

"Nyamuk?" Zia mengerutkan dahi, pasalnya tidak ada nyamuk sama sekali kini. Yang ada hanya bisikan angin karena memang lingkungannya masih cukup asri.

"Hm, ayo cepat masuk ... aku tidak suka di luar." Dia meminta dan sedikit memaksa, pria itu tak suka diluar karena tak bisa leluasa lantaran benar-benar terbuka.

-

.

.

.

Semua berjalan normal-normal saja, dia makan malam sementara Zia mandi sebentar. Pergi bersama Zidan seharian membuat tubuhnya terasa lengket, bukan sengaja mandi ketika ada Mikhail. Akan tetapi memang pria itu datang dadakan tanpa kabar sebelumnya.

"Kamu masak sendiri?"

"Enggak, tadi beli sama Zidan."

"What?"

Terlanjur menikmati, Mikhail salah menduga dan berpikir makanan seenak itu adalah hasil tangan Zia. Ingin rasanya dia keluarkan lagi kala mendengar nama pria lain dari mulut Zia.

"Kenapa baru kasih tau sekarang, Zia?"

"Kalau kasih tau, Bapak pasti nggak mau makan."

Sudah dia duga Mikhail mempermasalahkan itu, akan tetapi dia tidak juga tidak mau jika mengatakan itu masakannya karena takut diminta untuk kedua kali nantinya.

"Ya sudahlah, terlanjur."

Perutnya yang kosong dan rasa lelah membuat Mikhail tak bisa berpikir panjang. Dia memang tidak sempat makan malam ketika tiba di rumahnya, dengan alasan ingin bertemu Edgard pria itu membohongi Kanaya usai memberikan kado ulang tahun tersebut.

Zia kini duduk di sofa depan televisi, dengan hanya mengenakan piyama dan handuk kecil di kepalanya. Penampilannya malam ini tak lepas dari pandangan Mikhail, pria itu terdiam sejenak kemudian terbit senyum tipis di wajahnya.

"Kamu keramas?" tanya Mikhail sembari menghampirinya dengan maksud dan tujuan yang tentu mengarah ke yang iya-iya.

"Hm, kenapa memangnya?"

"Tanya saja."

Mikhail menggigit bibirnya, tak sedetikpun tatapannya lepas dari Zia yang kini menikmati potongan buah apel di hadapannya. Dengan alasan kenyang Zia memilih tidak makan malam seperti biasa.

"Kenyang cuma begitu?"

"Iya kenyang ... Bapak kenapa ya ngeliatin saya begitu?" Sejak tadi sebenarnya dia sadar, akan tetapi untuk mengatakannya dia takut Mikhail tersinggung.

"Kamu cantik," ucapnya singkat, pria itu bertopang dagu dan kembali menatap Zia sebegitu dalamnya.

"Ada maunya ya?" tanya Zia mendekatkan wajahnya hingga jarak mereka hanya beberapa centi saja.

Sudah tau itu kucing, untuk apa dipancing. Mikhail mengusap wajahnya kasar, aroma stroberi dari rambut Zia masih menjadi candu yang luar biasa baginya.

"Zia jangan begini," ucapnya kala Zia memejamkan mata dan seakan mempersilahkan Mikhail melakukan apapun padanya.

"Terus maunya bagaimana? Bukankah ini yang Bapak mau dari saya?" Entah ini naluri atau memang terbiasa dan sadar akan kewajibannya, akan tetapi memang berada di sisi Mikhail dia sadar jika pria itu mendatanginya hanya untuk itu.

Kali pertama Zia memberikan isyarat untuk melakukannya, jelas saja Mikhail takkan menyia-nyiakan keadaan. Tanpa perlu dipaksa wanitanya mengizinkan, kabut kerinduan sudah menutupi pandangan.

Pantang berdekatan, Iman Mikhail yang setipis kulit bawah dan gairrah menggelora setiap saat bersama Zia adalah perpaduan paling gila dalam hidupnya. Jika pada wanita lain Mikhail bisa merasakan bosan, akan tetapi berbeda dengan wanita ini.

"Bapak pakek parfum apa?"

"Hm? Kenapa memangnya?"

Zia melingkarkan tangan di leher pria yang kini berada di atasnya. Pertanyaan Zia bahkan membuat Mikhail sejenak menghentikan pergerakan bibirnya.

"Nggak mandi tapi masih wangi."

"Kurang ajar, aku mandi sebelum pulang, Zia."

Sensi sekali, padahal Zia memujinya, bukan mengejeknya karena tidak mandi. Memang akhir-akhir ini spesies manusia seperti Mikhail tersebar dibanyak tempat.

"Itu pujian kenapa marah?" Dia terkekeh meihat ekspresi Mikhail, mungkin jika tidak sedang dalam keadaan sama-sama polos begini pria itu akan memilih pergi karena kekesalannya.

"Kamu anggap ini lucu, Zia? Akan kupastikan besok kamu tidak akan bisa berjalan."

"Jangan, Pak ... besok senin, saya harus magang ... udah dua kali saya nggak masuk karena Bapak." Takut sekali, pasalnya ucapan Mikhail tak pernah main-main.

"Besok tanggal merah, libur."

"Kata siapa libur?" tanya Zia menahan Mikhail yang sejak tadi selalu gagal kala hendak menyerangnya.

"Astaga ... kapan mulainya, Sayang! Kamu kalau masih banyak bicara aku hamili malam ini juga mau?" Itu ancaman dan Mikhail serius mengatakannya, pria itu hampir kesal karena ada saja yang Zia bahas.

"Jangan."

Tbc

1
Renesme
Bagus kak ceritanya. Sepertinya bakal marathon baca cerita anak cucu Megantara 👍
Ismalinda
Luar biasa
Linda Febri
bagus
wahyu andryani
polos banget si zia
Welna
💖💖💖💖💖
Aik Unique
Luar biasa
Aik Unique
Biasa
Neng geulis
Luar biasa
netiishan
benar2 bahagia zia..d hadiah kn rmah yg bagus😊😊
Mole
😭😭😭😂😂
Deni Supriadi
Luar biasa
lanuy
mickel kaya gtuh karena patah hati tapi dia GK sadar telah menyakiti Zidan yg merasakan patah hati seperti Michel...
Ruaitoh
hahahhaha ngakak banget
Ruaitoh
kelakuan anak sama emak sama 🤣🤣😂
Ruaitoh
papa nya pasrah banget .. yang penting sayang anak
Upriyanti II
kan kak zia prgi keamrika
Dani Pramayanti
emang ada cerita yg lain sebelum part ini ka
Dewilakstri Astini
Luar biasa
Siti Amyati
modis
Enung Samsiah
dasar bos aneh,,, awaaassss ntar bucin akut kaauuu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!