Sakuel novel "Tabir Pernikahan."
Follow ig @tantye005
"Demi Allah aku bukan suamimu, kamu salah orang," ucap Ustad Azzam menundukkan kepalanya dan mundur beberapa langkah.
"Tapi aku yakin kamulah suamiku. Kamu menikahiku tiga hari yang lalu."
Kejadian tidak terduga terjadi pada ustad muda bernama Azzam. Pria itu tiba-tiba diklaim suami oleh perempuan yang tidak pernah ia temui sebelumnya. Namanya Hayya, gadis yang baru saja terbangun dari tidurnya setelah beberapa hari akibat kecelakaan. Gadis yang Azzam dan anak-anak temukan di pinggir sungai memakai gaun pengantin.
Lantas apa yang akan Azzam lakukan pada perempuan itu? Terlebih Hayya terus menganggap dirinya adalah suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 ~ Aku pernah Aborsi
Sambil menunggu ustaz Azzam keluar dari kamar mandi, Hayyah pun membereskan tempat tidurnya yang tampak berantakan sebab di pakai istirahat oleh Azzam tadi.
Di tengah-tengah aktivitasnya tidak lupa ya menyusun kalimat agar apa yang ia ceritakan nantinya lebih logis tanpa berputar-putar.
"Apa sekarang aku boleh tidur di sini bersamamu?" tanya Azzam, berdiri tepat di belakang Hayyah.
Gadis itu pun terkejut. "B-boleh, aku tidak pernah melarang Mas Azzam," sahut Hayyah cepat.
"Lalu kenapa membersihkannya?"
"Biar lebih nyaman untuk istirahat. Oh iya, Mas Azzam mau minum kopi dulu sebelum tidur?"
"Sudah jam sepuluh malam, sebaiknya kita tidur saja."
"Ya-ya sudah." Hayyah mengangguk, segera meletakkan penyedot debu khusus tempat tidur dan berbaring di samping Azzam dengan jarak cukup jauh. Ia tidur paling ujung karena tidak kuasa mengendalikan detak jantungnya.
"Kenapa menjaga jarak?" tanya Azzam yang ternyata tidur menghadap Hayyah.
"Aku tidak menjaga jarak, aku hanya ...." Mata Hayyah membola kala Azzam menarik tangannya hingga ia berada di pelukan ustaz tampan itu.
"Kalau begitu kita bisa tidur seperti ini kan? Memeluk pun sampai pagi."
"Ma-mas Azzam, aku ingin membicarakan sesuatu sebelum kehidupan pernikahan kita di mulai. Tapi sebelumnya aku minta maaf karena baru menceritakannya sekarang."
"Kalau begitu ceritakan, mas akan mendengarkannya tanpa menyela," balas Azzam. Pria itu menumpu dagunya di pucuk kepala sang istri sambil memainkan rambut panjang Hayyah yang tergerai indah dan sangat wangi.
"Tentang masa laluku."
"Itu milikmu Hayyah, aku tidak harus mengetahuinya."
"Mas Azzam harus mengetahuinya agar tidak merasa kecewa sama aku."
"Kalau begitu katakan."
"Aku pernah aborsi," lirih Hayyah menyembunyikan wajahnya.
Hening, tak ada balasan yang Hayyah dapatkan dari Azzam, bahkan gerakan tangan yang tadinya ia rasakan di rambut berhenti seketika setelah ia mengeluarkan tiga kata keramat itu.
"Mas Azzam mendengarku?"
"Aku mendengarmu, dan aku menunggumu bicara Hayyah. Bukankah kamu sudah memulainya sejak tadi?"
"Maaf karena aku egois." Hayyah langsung bangun dan duduk membelakangi Azzam yang masih berbaring dengan posisi yang sama.
Gadis itu meremas jari-jari tangannya, jantungnya berpacu sangat hebat sakin takutnya Azzam murka. Ia baru mengingat masa lalunya yang kelam setelah pernikahan terjadi.
Hayyah memejamkan matanya. "Aku pernah aborsi satu tahun yang lalu sebelum memutuskan untuk hijrah. Aku pernah salah pergaulan dan terlena akan nikmatnya dunia. Maaf."
"Papa tidak tahu mengenai dosaku yang satu ini Mas. Aku menyembunyikannya sampai hampir bunuh diri karena terlalu takut. Aku berani melakukannya karena mengira mantan pacarku akan bertanggung jawab, pada kenyataannya dia menikah dengan orang lain dan tidak mengakui janin dalam kandunganku."
"Aku hampir menyerah dan mengakhiri hidupku, tapi di saat akan melakukan semuanya aku mengingat Papa dan Allah. Entah mengapa hatiku tergerak singgah ke sebuah masjid yang kebetulan sedang ada kajian. Di dalam sana aku melihat mas Azzam sedang ceramah tentang seorang pendosa yang dimaafkan oleh Allah Yang Maha Esa."
"Sekali lagi maaf, harusnya aku menceritakan ini jauh-jauh hari agar mas bisa berpikir akan melanjutkan pernikahan atau meninggalkanku." Air mata pun terjatuh membasahi pipi Hayyah. Rasanya sakit jika mengingat dosa tak ter maafkannya di masa lalu.
Sudah melakukan zina, ia pun membunuh darah dagingnya sendiri karena ketakutan.
"Aku ...."
"Ceritanya sampai di sini saja Hayyah, mas tidak ingin mendengarnya lagi," ucap Azzam.
Pria itu bergerak dan memeluk istrinya dari belakang. "Jujur mas kecewa karena kamu pernah melakukan hal seperti itu. Tapi mas tidak menyesal telah menikahimu Hayyah, bahkan saat kamu menceritakannya sebelum hari pernikahan, mas akan tetap melanjutkannya. Jangan ceritakan aib mu ini pada siapa pun lagi, termasuk orang tua kita. Biarkan Mas, kamu dan Allah saja yang tahu," bisik Azzam.
"Kenapa mas tidak marah atau menghinaku?"
Azzam tersenyum, menjawil hidung mancung Hayyah. "Untuk apa mas marah sementara mas sudah mendapatkan versi terbaikmu? Sudah jangan menangisi hal sudah berlalu lagi. Mari membangun rumah tangga yang indah bersama tanpa mengingat masa lalu. Aku juga tidak sesempurna yang kamu lihat. Mas juga seorang pendosa."
"Maaf."
"Mas memaafkanmu Sayang." Mengecup kening Hayyah yang masih saja terisak.
Lama Azzam menenangkan Hayyah yang terus menangis dalam pelukannya. Bahkan tangan pria itu pegal lantaran ditinggal tidur dalam posisi duduk di tengah-tengah ranjang. Namun, tak sekalipun Azzam berniat membangunkan Hayyah.
Jika boleh jujur hatinya sangat terbakar tahu bahwa istrinya pernah membunuh janin tidak bersalah juga berbuat zina. Akan tetapi itu bukan alasan untuknya mengakhiri padahal baru akan memulai.
....
Bulan yang semula bersinar terang kini sudah tergantikan dengan matahari yang memancarkan sinarnya. Memberikan efek panas pada bumi dan segala isinya yang mulai beraktivitas sesuatu rencana masing-masing.
Begitupun dengan sepasang pengantin baru yang sudah bangun sejak tadi. Mereka berencana akan berkunjung ke rumah orang tua Azzam.
"Apa mataku membengkak Mas?" tanya Hayyah pada Azzam yang sibuk mengancing lengan kemejanya.
"Sedikit tapi kamu terlihat cantik. Seperti cindo."
"Mas bisa saja."
"Harus bisa karena istriku memang cantik."
"Mas tidak bosan memuji? Aku saja bosan mendengarnya."
"Tidak Sayang."
Azzam pun meraih hijab panjang yang telah disetrika dan memasangkan di kepala sang istri, untuk melapisi hijab pendek yang sudah bersender rapi di kepala Hayyah sejak tadi.
"Aku bisa memasangnya sendiri padahal."
"Aku akan melayanimu semampuku Hayyah, jadi jangan protes apapun yang aku lakukan!" tegas Azzam. Pria itu sedang sibuk melilit jarum pantul hijab Hayyah agar terlihat lebih rapi.
Jangan tanyakan kenapa Azzam bisa melakukannya, ia sudah terlatih di rumahnya saat adiknya tidak mau memakai hijab keluar rumah.
"Sudah cantik, Ayo." Azzam menggenggam tangan Hayyah dan meninggalkan kamar. Keduanya tidak mampir menemui siapa pun lantaran rumah telah sepi, semua penghuninya sudah sibuk dengan urusan masing-masing.
"Apa kita jadi pindah ke rumah Bunda?" tanya Hayyah di tengah-tengah perjalanan.
"Tidak, aku sudah membeli rumah sederhana untuk kita tinggali."
"Rumah sederhana?"
"Hm, rumah satu lantai yang mempunyai dua kamar."
"Tinggal berdua?"
"Tentu saja Hayyah."
"Aku menyukainya." Hayyah tersenyum lebar, ia sama sekali tidak peduli akan tinggal di rumah seperti apa, asalkan bersama sang suami. Toh ia yakin ustaz Azzam tidak mungkin membuatnya menderita dan tinggal di tempat yang tidak layak.
"Uhmmm, mas Azzam? Aira sudah pulang ke kontrakannya?"
"Tidak, dia masih ada di rumah menunggumu. Katanya dia ingin memperlihatkan sesuatu padamu."
"Aku senang diterima begitu baik oleh keluargamu, Mas. Padahal dulu aku takut menikah karena tidak ingin memiliki ipar dan mertua yang galak."
"Kalau ipar sama mertua kamu galak, laporan saja pada Mas. Mas akan membuat mereka diam."
kasian Azzam difitnah
padahal pengen baca kelanjutannya /Whimper/
mengenai pacarmu,sdh jelas orang seperti dia itu.kalau benar dia mencintaimu dg sebenar2nya tidak mungkin dia berniat mempermalukan dirimu,mengancammu.Tinggalkan laki2 seperti itu,bukannya membawa ke arah yg lebih baik malah menjerumuskanmu ke lembah dosa.