Istri Amnesia Ustaz Azzam
Suara anak-anak yang sedang melantunkan ayat suci Al-Quran terus terdengar di sebuah desa sejak ba'da magrib. Mereka sangat bersemangat untuk belajar karena sang guru sangat tampan dan baik hatinya.
Salah satu anak-anak pun mendekati ustaz muda yang mengabdikan dirinya pada desa kecil tersebut. Duduk dengan sopan dan mengucapkan salam sebelum berbicara.
"Ada apa dek?" tanya seorang pria bermata abu-abu dengan alis tebal dan rahang tegasnya. Ketampanan pria itu semakin bertambah kala peci terpasang di kepalanya.
"Kepala desa mencari Ustaz," ucap anak lelaki berusia 12 tahun utusan kepala desa.
"Aku akan ke sana selesai shalat Isya," balas Azzam penuh kelembutan.
Pria muda berusia 30 tahun itu kembali fokus pada anak-anak berbagai usia. Membagikan ilmu yang ia dapatkan saat sekolah dulu. Baik dari segi Agama atau pun hal-hal lainnya yang bisa ia ajarkan.
....
Seperti yang di janjikan sebelumnya, Azzam pun mengunjungi rumah kepala desa menggunakan motor vario hitam miliknya. Mengucapkan salam kala akan memasuki rumah yang tampak lebih besar dari masyarakat yang lain.
"Langsung masuk saja Nak, Bapak sudah menunggumu di dalam," ucap ibu kepala Desa.
Azzam pun mengangguk, memasuki sebuah ruangan di mana ada seorang perempuan berbaring dengan wajah pucatnya. Perempuan itu Azzam temukan di pinggir sungai saat bepergian bersama anak-anak di sore hari. Pria itu berdiri di samping tempat tidur. Menunduk untuk menatap tangan pucat sang perempuan tanpa berani melihat wajahnya.
"Ada apa memanggil saya Pak?" tanya Azzam sopan.
"Begini Nak, tadi perempuan ini sempat sadar dan mencari suaminya."
"Lalu?"
"Dia terus menyebut namamu berulang kali, jadi saya menyuruh orang untuk memanggilmu."
Azzam mengangguk, kembali memperhatikan tangan perempuan itu hingga ia menemukan pergerakan kecil.
"Dia sudah sadar lagi Pak," seru ibu kepala Desa.
"Syukurlah."
"Mas Azzam?" lirih perempuan yang baru saja membuka matanya tersebut. Wajah pucat itu masih terlihat ayu dan enak di pandang mata, terlebih ketika tersenyum seperti saat ini. Sayangnya Azzam tak dapat menikmati keindahan tersebut karena tatapannya hanya tertuju pada lantai.
"Kamu mengenalku?" tanya Azzam.
"Bagaimana mungkin aku melupakan suamiku sendiri?"
"Suami?" Ibu dan bapak kepala desa jelas terkejut mendengar pengakuan itu.
Begitupun dengan Azzam, sakin terkejutnya ia sampai mendongak dan menatap wajah ayu nan cantik itu. "Demi Allah aku bukan suamimu wahai Hawa. Aku bahkan tidak mengenalmu," ujarnya dan mundur beberapa langkah. Terlebih saat perempuan itu bergerak dan hendak menyentuh tangannya.
"Kenapa kamu tega menyesaliku Mas Azzam? Aku Hayyah istrimu."
"Aku akan kembali nanti."
Azzam lantas meninggalkan rumah kepala desa untuk menjernihkan pikirannya. Ia tidak menyangka situasinya akan menjadi rumit seperti ini, padahal ia hanya berbaik hati menolong orang yang terkena musibah.
"Nak, kenapa baru pulang sekarang?" tanya ibu Fatmah, menyambut kedatangan Azzam di ambang pintu rumah yang tidak terlalu besar.
"Azzam dari rumah kepala desa untuk melihat perempuan yang Azzam temui di pinggir sungai, Bu."
"Apa keadaannya baik-baik saja?"
"Ya, tapi dia mengaku menjadi istri Azzam."
"Astagfirullah." Ibu Fatmah menutup mulutnya karena terkejut. "Apa jangan-jangan dia hanya pura-pura untuk menjebakmu Nak?"
"Jangan berpikiran buruk, Bu. Besok jika Ibu tidak sibuk, temani Azzam untuk membawanya ke rumah sakit terdekat."
"Ibu selalu siap untukmu Nak."
"Terima kasih Ibu."
Azzam melangkah menuju kamarnya. Menatap jendela yang mengakses samping rumah. Di sana ia dapat melihat terangnya sinar bulan di atas langit.
"Siapa perempuan itu? Apa dia mengalami ganggu sehingga mengakui sembarangan orang?" batin Azzam bertanya-tanya, terlebih ia menemukan perempuan itu mengenakan gaun pengantin cukup mewah. Hanya saja bagian kepalanya terluka, mungkin terbentur bebatuan saat terjatuh ke sungai.
....
Seorang perempuan berusia 27 tahun sedang duduk di bibir ranjang sambil memandang keluar jendela. Rambut panjangnya menari-nari lantaran angin yang berembus karena aliran listrik. Sesekali perempuan bernama Hayyah itu memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing.
"Kenapa Mas Azzam seolah tidak mengenalku?" lirih Hayyah. "Jelas-jelas kita sudah menikah beberapa hari yang lalu."
"Nak?"
Hayyah menoleh kala wanita paruh baya membuka pintu kamar, membawa teh hangat di tangannya. Wanita itu ikut duduk di bibir ranjang bersama Hayyah.
"Ibu boleh bertanya?"
"Boleh Bu."
"Siapa namamu dan di mana tempat tinggalmu?"
Hayyah terdiam, ia berusaha mengingat sesuatu tetapi yang terlihat hanya sebuah resepsi pernikahan dengan ia yang menjadi pengantinnya bersama Azzam.
"Namaku Hayyah Bu, dan aku tidak tahu berasal dari mana. Ibu menemukan aku di mana?" Hayyah menatap wanita paruh baya yang sangat baik itu.
"Bukan ibu yang menemukanmu, tapi ustaz Azzam dan anak-anak lainnya. Mereka menemukan kamu di tepi sungai dalam keadaan tidak sadar."
Wanita paruh baya itu menatap bulu mata lentik milik Hayyah. Ia seakan melihat bidadari setiap kali memandanginya. Jika di lihat-lihat Hayyah bukan dari keluarga biasa. Kulitnya sangat terawat dan bersih.
"Apa benar kamu istrinya Azzam?"
"Benar Bu, aku istrinya Mas Azzam. Seberapa pun aku mencoba mengingat, hanya momen pernikahan kita yang aku temukan. Mas Azzam menyematkan cincin di jari manisku."
Hayyah menunduk untuk mencari cincin di jari manisnya, tetapi tak menemukan meski bekasnya sekalipun. Padahal ia sangat yakin akan pernikahannya.
"Di mana cincin itu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Sarah Yuniani
memanglah kalo bukan mahram harus menundukkan pandangan
2024-10-20
0
Bundanya Pandu Pharamadina
nyimak Azzam Hayyah
2024-08-02
0
Kendarsih Keken
Aq mampir lg di sini
Tabir pernikahan aq sdh baca inj sexuel nya kah
2024-05-07
0