Seorang abdi negara yang berusia matang, di pertemukan dengan gadis muda yang tingkahnya mirip petasan.
~
"Okee, kalau gitu kita fix tidak ada apa-apa yaa?"
"Iya, saya fix benar-benar pacar kamu!" jelasnya lagi sambil menirukan gaya bicara gadis di depannya.
"Apa?"
"Ihh, Bapak jangan ngawur yaa!"
"Saya tidak ngawur, sudah kamu sebaiknya cepat istirahat."
"Tidak mau! Saya mau Pak Braja tarik kata-kata barusan."
"Pantang bagi saya menarik ucapan yang sudah saya katakan."
"Uhhh! Ranti over kesal, ia mendelik sambil memukul-mukul dada bidang pria tersebut. "Kalau begitu rasakan bagaimana punya pacar yang rewel dan juga merepotkan, satu lagi jangan sampai siapapun tau perihal ini, kalau tidak saya sunatt ulang burung bapak," ancamnya dengan raut ketus yang sayangnya nampak berkebalikan dan begitu konyol.
Mendengus geli, Braja mengangguk mengiyakan ucapan gadisnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mitta pinnochio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Si posesif
"Ke ruangan saya sekarang."
Ranti mendesah malas membaca pesan yang dikirimkan Braja. Lelah, hari ini tubuhnya terasa begitu lemas dan tak bertenaga. Mungkin efek dari menstruasi hingga perutnya terasa melilit seperti di remas.
Dan kebetulan juga, dari pagi ia sudah di sibukkan dengan kegiatan berbenah alat kesehatan yang cukup menguras sisa tenaganya.
Sejenak, Ranti memejamkan matanya tenggelam dalam rasa penat sekaligus kantuk sampai seruan seseorang yang memanggil namanya, seketika mengembalikan kesadarannya.
"Ranti."
"Uhh, iya," Ranti mendongkak, mengerjab cepat ketika seseorang memanggil nya, Beranjak berdiri dari posisinya yang semula duduk sambil tidur di meja konsol. Ia menghampiri sosok itu.
"Udah selesai?" tanya Jeva yang kini sedang membawa setumpuk alat suntik di dalam karton.
"Udah, baru aja," mendekat, "Kak Jeva mau di bantuin?" Ranti merasa simpatik melihat rekannya itu yang nampak sedikit kesusahan membawa barang banyak di dekapannya.
"Boleh-boleh, tapi hati-hati ya," Jeva mengulurkan satu kardus ke tangan Ranti yang ternyata beratnya tak seberat yang ia duga.
"Kamu taruh saja itu di dalam gudang, besok baru kita atur lagi aja. Barangnya lumayan banyak soalnya, jadi gak bakal kelar kalo cuma sehari," terang Jeva sambil menurunkan beberapa dus yang ada di troli.
Ranti hanya mengangguk paham mendengar ucapan rekannya itu. Lantas, tanpa bermalas-malasan ia segera bergerak cepat menyelesaikan semua pekerjaan yang sedang banyak-banyaknya.
Mulai dari kasa hingga cairan anastesi tak luput ia angkat juga. Tapi, untuk barang yang sekiranya bebannya berat, Ranti tak perlu susah payah untuk membawanya, para rekannya cukup pengertian dengan hanya memberikan Ranti pekerjaan ringan yang sesuai dengan kemampuannya.
Sedang sibuk-sibuknya berbenah, beberapa kali ponselnya sempat berdering, menandakan ada pesan masuk yang tak lain dari Pak Braja.
Berhenti sejenak, Ranti hanya membuka pesannya tanpa membalas yang isinya.
"Kenapa hanya di baca?"
"Ranti, balas pesan saya!"
"Cepat kemari!"
Dari pesan beruntun yang di kirimkan pria itu, Ranti mulai paham jika Braja ini termasuk pribadi yang posesif terhadap pasangan. Dan memang dasarnya Ranti yang selalu berlaku usil dan juga sedang dilanda malas. Ia dengan sengaja mengacuhkan pesan pria itu untuk kesekian.
Hingga saat dirinya hampir memasukkan ponselnya kedalam saku rok, ponsel itu kembali berdering.
Karena rasa kepo cenderung lebih besar dari rasa malas, Ranti kembali menjeda pekerjaannya dan memilih membuka pesan tersebut.
"Cepat kemari atau saya jemput sekarang!"
Berdecak, Ranti hanya menganggap acuh akan isi pesan itu.
"Ck, segala pakai ancam-ancam begitu. Memang, dikira aku ini bakal takut apa? Gak bakalan! Biar kecil mintill begini, jangan di remehin weyyy!" cibirnya dengan bibir di cebik-cebikkan.
Meletakkan ponselnya asal, Ranti lantas kembali ke kesibukannya.
Lambat laun, tumpukan dus yang semula tampak menggunung kini tersisa beberapa biji saja. Jam hampir tiba di pukul 3 sore, selisih 1 jam dari pesan terakhir yang pria itu kirim dan nyatanya Braja tak kunjung menjemputnya.
Berarti benar, dugaan Ranti. Kalau pria itu hanya menggertak saja.
"Feeling gadis imut tidak pernah salah, yess!" serunya bangga sambil tersenyum di menit-menit akhir kesibukannya.
Di ambang pintu depan, datang sesosok pria bertubuh jakung yang melangkah tegas dengan rautnya yang gahar namun, masih terkesan santun.
Braja yang kala itu baru sampai di ambang pintu ruangan divisi Ranti, netranya tampak mengedar mencari sosok kecil, yang saat ini membuatnya menyorot tajam.
"Dan," sapa beberapa personel secara bersamaan ketika mendapati kedatangan Braja.
Samar terkejut dengan kehadiran Braja yang tiba-tiba, tak luput mereka saling lempar pandang dengan tatapan heran akan kemunculan seniornya tersebut.
Tapi jika di ingat, Braja memang akhir-akhir ini sering berkunjung kemari. Meskipun tidak sampai masuk ke dalam, salah satu dari mereka ada yang mendapati dirinya berjalan atau sekedar memeriksa di area depan.
Dan jika di perhatikan, Dan Braja ini sekarang lebih sering berkunjung semenjak ada Ranti. Tak hayal perilaku tersebut sering memunculkan praduga dari para personel divisi kesehatan.
Memakai seragam PDH loreng abu hitam. Braja mengangguk singkat menimpali sapaan juniornya.
"Ada yang bisa di bantu, Dan," celetuk Dio yang kini tengah menjeda pekerjaannya.
Berdehem singkat dengan raut datar serta mengalihkan pandang ke segala arah, seperti mencari seseorang. Ia menjawab acuh tak acuh, hingga Jeva, Dio serta Niko yang saat itu terpaku kepadanya, samar hampir tak mendengar ucapannya.
"Ranti dimana?" desisnya acuh.
"Ya?" sahut mereka bersamaan sembari memincing heran.
"Ranti," ujarnya lagi lebih jelas.
"Ohh, Ranti," sontak mereka semua bergumam, sambil mengangguk paham.
"Ranti ada di dalam, Dan," ucap Dio, "Mau di antar, Dan?" tawarnya yang secara refleks menarik delikan tajam dari kedua rekannya.
"Diem, luu," bisik Jeva di sebelahnya, menyenggol lengannya sambil melempar senyum canggung ke arah Braja.
Dio yang baru sadar akan kode yang di berikan rekannya lantas ikut tersenyum canggung setelahnya berpamitan kembali menyibukkan diri.
"Ehh, maaf, Dan. Kalau begitu saya permisi dulu, Dan," sergahnya sembari melangkah terburu. Sama halnya dengan Dio, kedua rekannya pun juga ikut berpamitan.
Dan Braja, pria itu hanya menatap datar dengan rautnya yang tak beriak.
Melangkah ke salah satu ruangan yang pintunya tampak sedikit terbuka. Di sana ia melihat Ranti berdiri sedikit menunduk, memilah sesuatu di dalam karton dengan serius.
Hingga saking fokusnya, ia sampai tidak sadar jika Braja telah berdiri hampir menghimpit tubuhnya di antara rak yang menjulang.
"Kamu sedang menantang saya?"
...----------------🍁🍁🍁----------------...
"Wahai para pembaca yang budiman, habis baca jangan lupa tinggalin jejak yakkk.
Jangan kaya demitt, yang gak ada jejaknya tapi berasa kehadirannya 😆🤣🙏
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
memang seharusnya kalau masih memiliki kisah yang belum usai itu alangkah baiknya tidak memulai hubungan yang baru dulu. tapi jikapun terlanjur selesai kan dulu kisah yang lama karena hidup melangkah kedepan bukan kebelakang.
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
duhh deg deg an nihh dengan panggilan mas Dhika
SEMANGAT Thor 🤗
hemmm.. ternyata masih memiliki rasa yang sama dan masih bertahan direlung hati. tapi sayangnya salah satu sudah memiliki kisah yang baru. 🤔
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
kalo Ranti ingat siapa wanita ayu itu bisa ilang semangatnya.. padahal dari rumah semangat 45 membara. deg deg an dehh rasanya.
SEMANGAT Thor 🤗
padahal Ranti udah semangat banget mau bertemu ayank.. semoga tidak dapat kejutan dehh
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗