Sungguh teganya Hans ayah Tania Kanahaya, demi melunasi hutangnya kepada renternir, dia menjual anaknya sendiri kepada pria yang tak di kenal.
Dibeli dan dinikahi oleh Albert Elvaro Yusuf bukan karena kasihan atau cinta, tapi demi memiliki keturunan, Tania dijadikan mesin pencetak anak tanpa perasaan.
"Saya sudah membelimu dari ayahmu. Saya mengingatkan tugasmu adalah mengandung dan melahirkan anak saya. Kedudukan kamu di mansion bukanlah sebagai Nyonya dan istri saya, tapi kedudukanmu sama dengan pelayan di sini!" ucap tegas Albert.
"Semoga anak bapak tidak pernah hadir di rahim saya!" jawab Tania ketus.
Mampukah Tania menghadapi Bos sekaligus suaminya yang diam-diam dia kagumi? Mampukah Tania menghadapi Marsha istri pertama suaminya? Akankah Albert jatuh cinta dengan Tania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada apa dengan diriku
Brankar yang di tempati oleh Tania di bawa oleh empat perawat laki-laki menuju ruang rawat inap di lantai tiga, Arkana dan Tante Shinta turut mengikuti mereka semua.
Tubuh Tania tidak terlihat ada luka berat atau patah tulang, hanya bagian kepalanya yang di perban, Arkana tampak mencemasinya.
Setibanya di ruang rawat inap yang dipilih oleh Tante Shinta, tubuh Tania di pindahkan ke ranjang yang sudah tersedia di ruang rawat inap.
“Dokter, bagaimana hasil pemeriksaannya?” tanya Tante Shinta dengan rasa khawatirnya.
Secara fisik memang Tania tidak mengalami luka yang parah, tapi sebagai bentuk tanggung jawab dari Tante Shinta sebagai pemilik mobil, meminta dokter mengecek keseluruhan tubuh Tania.
“Dari hasil CT-scan tidak ada pembuluh darah yang pecah di kepalanya serta tidak ada pendarahan otak, dan kondisi bagian tubuh juga tidak ada yang patah. Hanya saja pasien mengalami gegar otak ringan, untuk saat ini kita sudah berikan beberapa obat agar kondisi pasien tenang,” kata Dokter Irwan memberikan penjelasan.
“Tapi gegar otak itu bisa di sembuhkan, Dok?” Raut wanita paruh baya tersebut masih terlihat cemas.
“InsyaAllah bisa di sembuhkan.”
“Alhamdulillah.” Tante Shinta bisa bernapas lega, begitu juga dengan Arkana yang mendengarnya.
“Baik kalau begitu, saya permisi dulu. Jika pasien sudah siuman, bisa panggil saya kembali untuk di observasi sampai di mana efek dari gegar otaknya.”
“Ooh ... Baik Dokter.”
Setelah Dokter pamit, Arkana menarik salah satu kursi lalu menaruhnya di samping ranjang Tania, kemudian duduk di sana.
“Arknaa, kamu kenal dengan wanita ini?”
“Kenal Tante, dia juniorku waktu kuliah dan sekarang kami satu kantor.”
“Syukurlah kalau kamu mengenalinya, kalau begitu Tante minta kamu hubungi keluarganya. Pasti mereka mencemasi keberadaan anaknya,” pinta Tante Shinta.
“Justru itu Tante, aku tidak punya nomor handphone keluarganya.”
Tante Shinta dan Arkana hanya bisa sama-sama menghela napas panjangnya, bingung cara menghubungi keluarga Tania.
“Tante, sudah menghubungi Om Damar?”
“Om kamu lagi ada di Bali, sedang mengurus resort di sana,” jawab Tante Shinta lesu. Wanita paruh baya itu mendekati ranjang, lalu memindai wajah Tania.
“Teman kamu cantik ya,” puji Tante Shinta, tapi entah kenapa di saat melihat wajah Tania seperti melihat wajah yang sangat dia kenal.
“Tante Shinta sebaiknya pulang saja, istirahat di mansion, biar aku yang menjaga Tania,” pinta Arkana, melihat wajah lelah tantenya.
Tante Shinta menggelengkan kepalanya. “Tante akan tunggu Tania sampai siuman, lagi pula tidak ada keluarga yang menemaninya.”
Ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh tantenya, tidak ada keluarga yang menemaninya, mau menghubungi keluarga Tania juga tidak ada handphone milik Tania. Mau tidak mau harus menunggu Tania siuman. Sedangkan Tante Shinta merasa ini salah satu bentuk tanggung jawab, tidak meninggalkan korban begitu saja, walau sudah ada dokter yang menanganinya.
...----------------...
Mansion Albert
Marsha terlihat jalannya tergesa-gesa menyusul Albert yang sangat cepat langkah kakinya setelah mereka turun dari mobil.
“Sayang...” panggil Marsha dari kejauhan.
“Kak Albert...” kembali memanggil, namun Albert menghiraukannya, pria itu masuk ke dalam ruang kerjanya.
Wanita itu pun menyusul masuk ke ruang kerja suaminya. “Kak, kenapa sikapnya malam ini tiba-tiba berubah padaku!” cecar Marsha di hadapan Albert yang sudah duduk di kursi kerjanya.
Albert mengerutkan keningnya. “Aku tidak mau ribut dengan kamu, sebaiknya keluarlah dari ruang kerjaku,” balas Albert, mengusir istrinya secara halus.
Wanita itu memutar meja kerja pria itu, dan berdiri di samping Albert duduk. “Baru kali ini Kak Albert membentakku di depan Opa dan Oma, sebenarnya ada apa, apa salahku Kak? Dan lihatlah penampilan Kak Albert seperti tidak di urusi oleh istrinya sendiri, ini sangat memalukan untuk diriku!” kembali cerocos Marsha.
Tangan Albert yang menyanggah sisi kursinya, terkepal dengan erat kemudian menatap dingin ke arah istrinya. “Kamu bilang aku terlihat seperti tidak di urusi oleh istri ... Ck! Itu memang benar selama empat tahun adakah kamu memperhatikan suami kamu, baik menyiapkan bajunya, masak untuk suami, memberikan perhatian. ADAKAH SEPERTI ITU!” sahut Albert, suaranya naik dua oktaf.
Sejenak Marsha terkesiap dengan nada tinggi suara suaminya. “Kok sekarang malah Kak Albert seakan-akan memojokkan aku, menyalahkan aku, bukannya selama ini Kak Albert tidak mempermasalahkannya. Yang penting aku memenuhi urusan ranjang,” gerutu Marsha. “Lagi pula buat apa kita memperkerjakan pelayan di mansion ini, kalau aku harus mengurusi dapur, lalu menyiapkan baju buat Kak Albert. Tanganku bisa lecet dan jelek nantinya,” lanjut kata Marsha, sambil menunjukkan kuku-kuku cantiknya yang habis manikur dan pedikur.
Wajah Albert mulai mengeram, sungguh jawaban yang sangat tidak di sukai oleh Albert. “Keluarlah dari ruangan ini juga!” bentak Albert, akhirnya untuk pertama kalinya Marsha kena bentak kan dari Albert.
Marsha sesaat tercenung. “Kamu tidak dengar apa yang aku pinta...huh!” kembali menyentak. Melihat wanita itu terdiam di tempat, akhirnya pria itu beranjak dari duduknya kemudian melewati Marsha begitu saja, dengan menunjukkan raut wajah kesalnya.
Wanita itu hampir tak percaya jika selama ini suaminya selalu bersikap lembut terhadapnya, tiba-tiba malam ini membentaknya.
Ada apa dengan Kak Albert?
...----------------...
BRAK!
Pintu kamar tamu di banting saat menutupnya hingga menimbulkan suara keras akibat ulah Albert. Pria itu menyugarkan rambutnya, lalu mendaratkan bokongnya ke atas sofa yang ada di kamar tamu.
Pak Firman dan Bu Mimi yang tak jauh keberadaannya dari kamar tamu, lumayan di bikin kaget.
“Ahh....” mendesah Albert, malam ini pikirannya sangat kacau. Dia juga menyadari jika malam ini telah bersikap kasar dengan istrinya.
“Ada apa dengan diriku!” gumam Albert sendiri, seketika kedua netra pria itu menatap ranjang, tempat dia merengut keperawanan Tania. Sekelebat pria itu mengembalikan ingatannya ketika melakukan penyatuannya terakhir kalinya, di saat wanita itu terkena bius. Dan untuk pertama kali menatap wajah wanita itu lekat-lekat ketika tak sadarkan diri, namun sekarang wanita itu tidak ada di mansionnya.
TOK ... TOK ... TOK
“Ya ...,” sahut Albert dari dalam kamar tamu, lamunannya buyar seketika.
“Permisi Tuan Albert, maaf mengganggu sebelumnya. Saya hanya mau memberitahukan jika Tania belum kembali juga, sedangkan sekarang sudah jam 11 malam,” kata Bu Mimi, yang di dampingi Pak Firman, setelah masuk ke dalam kamar tamu.
Albert menatap kosong ke arah Bu Mimi dan Pak Firman. “Pak Firman, Bimo sudah kembali?”
“Belum Tuan...”
Wajah dingin itu tiba-tiba terkekeh, entah apa yang di tertawa kan oleh pria itu, semua rasa sedang bergejolak di hatinya, pria itu sendiri juga bingung dengan isi hatinya.
Bu Mimi dan Pak Firman tampak heran melihatnya, tertawa Tuannya bukan tertawa bahagia, tapi lebih menyiratkan kesedihan dibalik tawanya.
Tawaan Albert hanya berlangsung sesaat, tiba-tiba pria itu kembali menunjukkan wajah dinginnya. “Pak Firman, siapkan baju ganti saya. Malam ini saya akan tidur di sini.”
Pak Firman hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti, lalu meninggalkan kamar tamu dengan Bu Mimi.
“Pak Firman dengarkah? Kalau Tuan akan tidur di kamar tamu?”
“Mmm.....,” gumam Pak Firman, sambil mengedikkan kedua bahunya. Rekor terbaru selama 4 tahun menikah, Tuan mereka tidur di kamar yang berbeda, walau sebenarnya beberapa hari yang lalu juga sudah tahu kalau Tuannya sempat tidur bersama Tania, tidak tidur dengan Marsha.
bersambung......
Kakak Readers jangan lupa tinggalkan jejaknya ya, biar ada semangat nih. Terima kasih sebelumnya
Lope lope sekebon 🌻🌻🌻🌻🍊🍊🍊🍊🌹🌹🌹🌹