novel fantsy tentang 3 sahabat yang igin menjadi petualang lalu masuk ke akademi petualang dan ternyata salah satu dari mereka adalah reinkarnasi dewa naga kehancuran yang mengamuk akbiat rasnya di bantai oleh para dewa dan diapun bertekad mengungkap semua rahasia kelam di masa lalu dan berniat membalas para dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Albertus Seran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24: Keputusan Terakhir
Langit masih dipenuhi awan hitam yang menari dengan kilatan petir. Aric, Kael, dan Lyria berdiri di samping Erevan yang terguncang, terperangkap dalam pusaran emosi yang melahap dirinya. Suara entitas kegelapan yang membisikkan keputusasaan terus mengancam untuk mengambil alih sepenuhnya. Wajah Erevan memucat, dan tubuhnya masih bergetar hebat, seolah diombang-ambingkan oleh kekuatan yang lebih besar darinya.
Kael menggertakkan giginya, tinjunya mengepal keras. "Kita tidak bisa terus seperti ini. Jika kita tidak segera menemukan cara untuk menghentikan kegelapan itu, Erevan akan benar-benar lenyap!"
Lyria mengangguk, peluh mengalir di pelipisnya meskipun malam begitu dingin. Ia menatap Erevan dengan mata penuh kekhawatiran. "Kita harus memutuskan sesuatu, Aric. Aku bisa merasakan energi kegelapan itu semakin kuat. Jika kita menunggu terlalu lama, kita mungkin akan kehilangan dia selamanya."
Aric menatap Erevan yang berada di ambang kehancuran, matanya yang biru dipenuhi kesedihan dan tekad yang membara. "Aku tidak akan membiarkan Erevan tersesat. Tidak lagi. Tapi... bagaimana caranya?" Ia berusaha berpikir jernih meskipun tubuhnya penuh luka dan kelelahan, seolah-olah dirinya juga sedang diuji oleh nasib.
Erevan mendongak dengan pandangan yang tidak fokus. "Kenapa... kenapa kalian masih mencoba?" suaranya pecah, penuh rasa putus asa. "Aku telah melukai kalian. Aku telah mengkhianati persahabatan kita. Aku... tidak pantas dimaafkan." Air matanya jatuh ke tanah yang kering, dan tubuhnya bergetar semakin keras.
Aric melangkah maju, suaranya penuh ketulusan. "Erevan, persahabatan sejati tidak tentang tidak pernah melakukan kesalahan. Ini tentang saling memaafkan dan bertahan bersama, apa pun yang terjadi."
Lyria menambahkan, suaranya lembut tetapi penuh kekuatan. "Kami tidak di sini untuk menghakimimu, Erevan. Kami di sini untuk membawamu kembali, apa pun yang diperlukan." Ia merapal mantra perlindungan, dan cahaya lembut mengelilingi mereka, membentuk penghalang yang melindungi dari energi jahat yang terus berdesir di udara.
Namun, kegelapan tidak tinggal diam. Angin dingin bertiup kencang, dan suara dalam kegelapan itu kembali berbicara, kali ini lebih kuat dari sebelumnya. "Cukup! Usaha kalian sia-sia! Erevan telah menjadi bagian dariku, dan tidak ada cinta, tidak ada pengorbanan, yang bisa mengubah itu!"
Kael merasa jantungnya berdebar semakin cepat. Ia tahu mereka berada di ambang pertempuran yang tidak mungkin dimenangkan. "Aric, Lyria, kita harus bersiap. Jika entitas itu ingin merebut Erevan, maka kita harus melawannya, apa pun yang terjadi."
Aric menarik napas panjang, lalu mengangguk. "Kau benar. Kita tidak punya pilihan lain." Ia mencabut pedangnya, meskipun tangan yang memegang gagangnya terasa kaku. "Kita melawan bersama, seperti yang selalu kita lakukan."
Erevan memandang teman-temannya dengan pandangan yang penuh kebingungan dan rasa bersalah. "Aku tidak ingin menyakiti kalian... lagi. Aku..."
Aric menatap Erevan dengan mata penuh harapan. "Kau tidak akan menyakiti kami lagi, Erevan. Kau adalah sahabat kami. Kita akan menghadapi kegelapan ini bersama."
Tiba-tiba, dari dalam tanah, bayangan-bayangan gelap merayap, membentuk sosok-sosok mengerikan yang berdiri di sekitar mereka. Entitas kegelapan tidak lagi bermain-main. Sosok itu ingin menghabisi mereka semua, tanpa ampun. Wajah-wajah hampa dari makhluk-makhluk bayangan itu terlihat haus akan kehancuran.
Kael mengangkat senjatanya, mata membara dengan tekad. "Jika ini yang harus kita lawan, maka aku siap! Lyria, Aric, ayo kita tunjukkan pada mereka kekuatan kita."
Lyria menguatkan cengkeramannya pada tongkat sihirnya, memanggil energi terakhir yang ia miliki. "Kita tidak bisa kalah sekarang. Aku akan melindungi kalian semua, apa pun yang terjadi."
Aric menatap bayangan-bayangan itu dengan hati penuh keberanian. "Bersama, kita tak terkalahkan. Erevan, percayalah pada kami, seperti yang selalu kami percayai padamu."
Erevan menatap mereka, air matanya tidak berhenti mengalir. Untuk pertama kalinya, di dalam kegelapan yang melingkupi dirinya, ada secercah cahaya yang muncul. "Kalian... masih percaya padaku?"
Aric mengangguk. "Selalu."
Saat itu, sesuatu di dalam Erevan mulai berubah. Cahaya lembut mulai merembes dari dalam tubuhnya, melawan energi kegelapan yang mencengkeramnya. Entitas kegelapan itu menjerit, suara bergema di langit, penuh kemarahan. "Tidak! Ini tidak mungkin! Erevan, kau milikku!"
Erevan memejamkan mata, tubuhnya bergetar saat ia berusaha melawan kegelapan terakhir yang menguasai dirinya. "Tidak... aku... aku tidak milikmu!" teriaknya, dan cahaya itu semakin terang, memancar ke segala arah.
Makhluk-makhluk bayangan itu meringis, menghilang satu per satu saat cahaya Erevan menghancurkan mereka. Lyria tertegun, menatap Erevan yang kini dikelilingi cahaya yang begitu murni. "Erevan... kau... kau berhasil."
Namun, suara kegelapan itu masih belum sepenuhnya lenyap. "Ini belum selesai... aku akan kembali... dan menghancurkan kalian semua!" Dengan jeritan terakhir yang menggema, kegelapan itu lenyap, dan angin dingin berhenti bertiup.
Erevan terjatuh ke tanah, napasnya terengah-engah, tetapi ia masih hidup. Aric, Lyria, dan Kael segera berlari ke sisinya, membantu sahabat mereka yang akhirnya bebas dari cengkeraman kegelapan. "Erevan, kau kembali!" seru Kael, wajahnya penuh kelegaan.
Erevan membuka matanya perlahan, menatap mereka dengan senyum lemah. "Terima kasih... kalian semua. Aku... aku tidak layak mendapatkannya, tapi kalian tetap menyelamatkanku."
Aric menepuk bahu Erevan, air matanya mengalir dengan rasa syukur. "Kau layak, Erevan. Karena persahabatan kita lebih kuat dari kegelapan apa pun."
Dalam keheningan yang menyusul, mereka menyadari bahwa mereka belum sepenuhnya menang. Namun, mereka berdiri bersama, lebih kuat dari sebelumnya, dan siap menghadapi apa pun yang datang berikutnya. Perjalanan mereka belum berakhir, tetapi cahaya harapan kini menerangi jalan mereka.