Kisah tentang seorang bad boy bernaman Zachary Allen Maxwell, yang selalu bermain wanita dipaksa menikah oleh kedua orang tuanya. Cara hidupnya yang tidak baiklah yang menjadi pemicu.
Ayahnya sendiri bukan dari orang-orang baik pula. Maxwell Bennedict mantan ketua gangster Red Tiger, menikah dengan seorang gadis desa hingga merubah hidupnya. Dia pun bertobat ingin lepas dari hidup kelamnya.
Karena itu, dia ingin merubah anak sulungnya yang bisa dibilang duplikatnya saat masih muda. Masalah masa lalu dia pun tidak ada yang tahu. Kemudian dia menjodohkan anaknya dengan anak teman istrinya yang bisa di bilang sangat polos tapi tomboy.
Pernikahan pun terjadi, dengan sangat terpaksa karena jika tidak menurut, Maxwell mengancam akan mencoret Zach dari Silsilah keluarga.
Julia, gadis yang dijodohkan pada Zach. Gadis penurut karena dinasehati oleh seorang guru ngaji untuk menghindari zina, disaat sudah waktunya diharuskan untuk menikah dan juga ingin melaksanakan keinginan kedua orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ismi Kawai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Julia Marah
Merasa jenuh berada di rumah, Julia berinisiatif pamit ingin ke luar rumah untuk membeli beberapa bahan untuk menanam tanaman.
"Aku mau pergi sebentar, ke toko tanaman yang tidak jauh dari sini, paling sepuluh menit. Kemarin aku lihat di belakang mall tempat kita biasa belanja itu," ucap Julia perlahan.
"Ya sudah tunggu bentar aku siapin mobil dulu." Zach segera membalikkan badannya tapi Julia menahannya.
"Aku mau pergi sendiri bukan sama Kakak!" Zach menghentikan langkahnya.
"Kamu belum hafal daerah sini, Julia. Sudahlah nurut saja, biar aku anter."
"Tidak perlu! Aku ingin pergi sendiri. Dari tadi kakak mengikutiku terus! Bukannya kerja malah di rumah. Kata Kakak tadi capek mau istirahat, ya sudah sana istirahat di kamar! Jangan ikuti aku lagi!" Bibir Julia mengerucut.
Zach ingin membantah ucapan Julia tapi ia teringat pesan papanya, "sabar, kamu harus belajar memahami perempuan."
"Ya sudah kalau kamu mau pergi sendirian, tapi hati-hati, ya. Kabari kalau butuh bantuan, aku pasti datang."
Julia tidak menghiraukan, membuat Zach mengelus dada. Antara ingin tertawa tapi juga kesal karena ternyata Julia tak mudah ditaklukkan hanya dengan kata maaf.
Akhirnya Julia pergi sendirian dengan berjalan kaki karena toko yang ia tuju tidak terlalu jauh dari rumah Intan. Dia bertekad untuk sementara harus menjauh dari Zach yang sedari kemarin seperti tak memberinya ruang.
Ia ingin menghirup udara yang lebih segar. Berada di sekitar Zach membuat jantungnya selalu berdebar-debar antara senang dan sedih karena bayangan malam di mana Zach memanggil kekasihnya masih terngiang di kepalanya.
'Kalau masih cinta dengan wanita itu, kenapa mengikuti aku terus?' batin Julia kesal saat berjalan sendirian. "Harusnya dia bersyukur aku masih mau menyiapkan makanan, minuman, tapi sikapnya ini kadang bikin aku bingung. Kalau cuma mau minta maaf, bukannya aku udah bilang iya, aku maafkan. Trus mau apalagi?"
Sambil mengedarkan pandangan ke jalanan komplek yang cukup sepi, Julia masih memikirkan sikap Zach yang menurutnya tidak konsisten dan membuat dirinya bingung.
Sementara itu Zach di rumah pun tak kalah kesal. Dia berjalan mondar-mandir di kamarnya. Mau tidur dia tak mengantuk, main game sudah bosan, nonton film apalagi. Tanpa Julia yang biasanya ia ajak berdebat membahas adegan film, rasanya tidak seru.
'Lelaki itu tidak boleh menyerah. Tarik ulur itu biasa, turuti keinginan wanita, tapi pastikan dia aman. Tidak ada wanita yang tidak akan melting kalau diperhatikan sampai hal terkecil, Zach.'
Lagi-lagi nasihat Max terngiang-ngiang di telinga Zach.
"Pastikan dia aman, berarti aku sekarang harus menyusul Julia. Meskipun melihatnya dari jauh, yang penting aku tahu dia baik-baik aja. Papa emang the best!" Zach tersenyum lalu menyambar kunci mobilnya.
"Oh iya, dia tadi jalan kaki, berarti aku harus kejar dia tapi jangan sampai ketahuan."
Bi Ipah melihat Zach membuka pintu gerbang lalu tubuhnya menghilang. "Mau kemana to mereka? Kemarin datang sendiri-sendiri. Tadi pagi sudah rukun runtang-runtung berduaan nempel kayak ketan. Sekarang pergi jalan sendiri-sendiri. Waduh, dunia anak muda memang membingungkan. Eh, tapi Bi Ipah masih muda juga tidak gitu-gitu amat. Bikin gemes memang Mas Zach yang cueknya kebangetan, sama Neng Julia yang lugunya juga kebangetan."
"Ngapain Bi Ipah ngeliatin Mas Zach mulu? Dia mau nyusul istrinya tadi keluar jalan kaki!" sahut Supri yang baru muncul dari garasi.
"Loh Neng Julia pergi jalan kaki? Waduh, aku harus lapor Nyonya Intan apa tidak, ya? Bingung jadinya," sahut Bi Ipah sambil menggaruk-garuk kerudungnya.
Dengan langkah cepat Zach segera bisa menyusul Julia. Tentu saja ia menjaga jarak supaya Julia tidak melihatnya. Tadinya Zach berpikir Julia akan merasa asing di lingkungan baru ini. Ternyata dugaannya salah besar.
Tanpa ia tahu jika Julia ternyata sangat dikenal oleh para tetangga. Setiap Julia berpapasan dengan seseorang mereka pasti akan saling tegur sapa.
"Halo Neng Julia, mau jalan-jalan?" sapa seorang ibu di ujung jalan.
"Iya, Bu. Mau cari angin. Hai adik, lucu sekali pipinya gembul gemes banget. Usia berapa Bu?" tanya Julia menghentikan langkahnya lalu menyapa cucu si ibu.
"Mau delapan bulan, ini makannya banyak. Jadi subur gini."
"Lucu banget sih, kamu. Mau kakak gendong tidak?"
"Lagi makan, Kak." Ibu itu menyahuti membuat mereka tergelak bersama. "Sehat-sehat ya, Adik ganteng. Bye, bye!"
Julia melanjutkan perjalanannya, lalu bertemu seorang nenek yang juga sedang berjalan.
"Nenek mau dibantu?" tawar Julia saat melihat nenek itu berhenti di tengah jalan.
"Makasih. Nenek sengaja jalan pelan-pelan. Silakan duluan, Julia kan?"
"Iya, Nek. Julia yang waktu itu kita ketemu di taman depan."
"Oh iya. Nenek masih ingat. Kemana saja kamu baru kelihatan?" tanya nenek itu.
"Julia sekarang udah pindah ke apartemen, Nek. Kebetulan ini lagi main ke rumah mama."
"Oh gitu. Mampir ke rumah nenek, dong."
"Iya, lain kali ya, Nek. Beneran ini tidak mau dibantu?"
"Tidak usah. Silahkan, lewat duluan!"
"Makasih, Nek, sehat-sehat ya."
Hampir semua orang yang ditemui mengenal Julia. Tua, muda, wanita dan pria. Termasuk seorang pria tampan masih muda tersenyum melihat Julia berjalan ke arahnya.
"Hai ketemu lagi. Tidak joging lagi sekarang?" tanya pria itu menyapanya.
"Tidak, aku sudah pindah sekarang. Datang ke komplek ini cuma kadang-kadang saja saat main ke rumah Mama. Kamu, nih, kayaknya yang makin rajin olahraga."
"Hehe, tidak juga, sih. Memang dari dulu suka. Malah akhir-akhir ini aku sudah mulai boring gitu," jawab pemuda itu.
"Loh, kenapa? Jangan sampai stop.
Nanti berat kalau mau mulai lagi. Start dari awal itu yang bikin males."
Zach yang melihat pemandangan itu darahnya mendidih seketika dibakar api cemburu. Pria itu pun keluar dari persembunyiannya dan membawa Julia pulang saat itu juga. Julia yang terkejut memberontak saat mereka berada di depan rumah.
"Lepasin! Apa-apaan, sih, kakak?"
"Kamu yang apa-apaan. Ngapain ngobrol sama cowok tidak dikenal?"
"Aku kenal dia, teman joging dulu kalau pagi!"
"Oh jadi kamu sudah punya kenalan cowok, ya, di sini?" Zach tak bisa menahan amarahnya.
"Kenapa memangnya? Apa cuma Kakak saja yang boleh berteman sama wanita lain? Bebas ketemu kapanpun di manapun sedangkan aku harus selalu terkurung di apartemen? Itu yang Kakak mau?" Julia membalas tak kalah garang.
"Kamu ini kenapa, sih? Aneh banget! Aku tidak pernah melarang kamu pergi asal jelas. Kalau ngobrol di jalan sama orang tidak jelas pasti aku keberatan!"
"Kakak egois! Kakak pura-pura perhatian sama aku padahal Kakak masih mencintai dia. Kakak masih menyebut namanya saat tertidur. Dan kemarin saat mabuk pun, Kakak masih mengharapkan perempuan itu yang berada di sisi kakak, bukan aku!"
Julia menangis dan meninggalkan Zach yang terkejut dan merasa amat bersalah.
aya2 wae nya nu mna w atuh neng ga ujung2 na mh dikunyah jg😫😁