Apa yang kamu lakukan jika kamu tahu bahwa kau sebenarnya hanya seonggok pena yang ditulis oleh seorang creator, apa yang kau lakukan jika duniamu hanya sebuah kertas dan pena.
inilah kisah Lu San seorang makhluk tertinggi yang menyadari bahwa dia hanyalah sebuah pena yang dikendalikan oleh sang creator.
Dari perjalananya yang awalnya karena bosan karena sendirian hingga dia bisa menembus domain reality bahkan true reality.
seseorang yang mendambakan kebebasan dan kekuatan, tapi apakah Lu San bisa mendapatkan kebebasan dan mencapai true reality yang bahkan sang creator sendiri tidak dapat menyentuhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumah pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Membalikan Keadaan
Udara di langit mulai mengental. Awan hitam yang sejak tadi hanya menggantung, kini menebal seperti lapisan tinta pekat yang siap menumpahkan hujan bencana. Setiap hembusan angin membawa bisikan yang tajam, seolah dunia ini sadar bahwa dua eksistensi sedang berusaha mengoyak tatanannya.
Di atas puncak Gunung Langit Kesembilan, Lu San berdiri tegak, tatapannya menembus cakrawala yang terdistorsi oleh hukum ruang dan waktu. Di sampingnya, Ling Yue terengah, wajahnya pucat akibat perjalanan lintas ruang-waktu yang belum pernah ia alami.
“Ini... tempat apa?” tanya Ling Yue, matanya bergetar melihat pemandangan di depannya.
Tanah di bawah kaki mereka seperti serpihan kaca yang terapung di udara, membentuk dataran tidak stabil. Langit di atas mereka retak-retak, menampakkan celah yang bersinar dengan cahaya putih keabu-abuan, bukan cahaya matahari ataupun bulan. Ini adalah ‘Void’, kekosongan di luar narasi biasa.
“Ini batas akhir dunia narasi,” jawab Lu San pelan. “Tempat di mana Creator biasanya tidak melihat langsung. Hanya sisa dari dunia-dunia yang telah ia hapus, di mana alur cerita tak lagi memiliki peran.”
Ling Yue menelan ludah, lalu menatap gulungan di tangannya. Tulisan di permukaan bambu itu berpendar samar, seperti merespon lingkungan sekitar.
Lu San melangkah maju, kakinya tak menginjak apapun namun ia tetap melayang, membelah ruang kosong seolah itu adalah jalan yang padat. Ling Yue bergegas mengikutinya.
“Ling Yue,” ucap Lu San tiba-tiba tanpa menoleh. “Kau tahu... dunia ini rapuh. Segala sesuatu yang kau anggap abadi—hanya serpihan cerita yang sudah ditulis. Termasuk klanmu.”
Ling Yue terdiam, lalu mengepalkan tangan. “Aku tahu... aku menyadarinya saat mereka semua menghilang.”
“Bukan ‘menghilang’. Mereka dihapus,” potong Lu San, tajam. “Dan itulah kekuatan terbesar sang Creator. Ia bukan hanya menulis cerita. Ia menentukan apa yang pantas ada... dan apa yang tidak.”
Suasana hening sejenak, hanya ada desir Void yang seperti tarikan napas panjang dari sesuatu yang jauh lebih besar.
“Tapi,” lanjut Lu San, suaranya berubah santai, “aku sudah bosan mengikuti jalan itu.”
---
Mereka tiba di sebuah pilar batu hitam, menjulang dari Void. Pilar itu diukir dengan simbol-simbol aneh yang tak dikenal di dunia manapun. Namun, bagi Lu San, ukiran itu adalah petunjuk.
“Ini... Gerbang Awal?” tanya Ling Yue.
“Bukan,” jawab Lu San. “Ini hanyalah Kunci Kedua.”
Dia mengangkat tangan kanannya, menyentuh ukiran di pilar itu. Segera setelah itu, suara berderak memenuhi udara. Pilar itu bergetar hebat, dan dari dasar Void, muncul lingkaran sihir berwarna perak yang meluas cepat ke segala arah.
Ling Yue nyaris terjatuh karena getarannya. Tapi, dia terkejut bukan karena itu. Dari balik lingkaran sihir, muncul sosok-sosok bayangan.
Mereka bukan manusia.
Makhluk-makhluk itu memiliki tubuh yang tersusun dari potongan naskah, kertas-kertas dengan huruf yang tak terbaca membentuk kepala, lengan, dan tubuh mereka. Mereka berjalan dengan suara kertas yang sobek dan terlipat, namun aura yang mereka pancarkan membuat Ling Yue sulit bernapas.
“Pengawas Narasi,” gumam Lu San, masih santai. “Para penjaga yang dikirim langsung oleh sang Creator untuk menertibkan ‘anomaly’ sepertiku.”
Ling Yue melangkah mundur secara reflek, matanya membelalak melihat lebih dari lima puluh makhluk itu mendekat, masing-masing membawa senjata yang juga terbuat dari lembaran naskah, namun bersinar seperti pedang sejati.
“Apa yang harus kita lakukan?!” teriak Ling Yue.
Lu San menghela napas seolah ini hal kecil.
“Sudah kubilang, aku bosan ikut skenario mereka.”
Tangannya mengepal.
Seketika, seluruh Void bergetar. Sesuatu yang tak bisa dijelaskan mulai keluar dari tubuh Lu San—bukan kekuatan Dao, bukan energi spiritual, tapi sesuatu yang lebih dalam. Ini adalah Will, kehendak eksistensial yang menolak tunduk pada narasi apapun.
Dia melangkah maju.
Satu makhluk Pengawas Narasi mengayunkan pedang naskahnya, memotong udara dan membuka celah di Void. Namun, sebelum pedang itu menyentuh Lu San, waktu di sekitarnya membeku.
Dan dalam satu kedipan, makhluk itu meledak menjadi debu, lenyap dari keberadaan.
Lu San tersenyum. “Kalian masih memakai hukum narasi... sudah basi.”
Tangan kirinya mengarah ke langit, dan dia menjentikkan jari.
BOOOOM!
Ledakan yang tidak bersuara terjadi. Void bergetar hebat. Puluhan makhluk Pengawas Narasi langsung tersedot ke dalam retakan ruang-waktu yang terbuka secara paksa oleh kehendak Lu San.
Namun, satu makhluk bertahan. Berbeda dari yang lain, ia memiliki jubah hitam legam, dengan simbol tinta merah di dadanya.
“Arbiter,” ucap Lu San pelan, kali ini tatapannya serius.
Arbiter melangkah maju, suaranya seperti suara pena yang menoreh keras di atas batu.
“Lu San. Narasi-mu telah melewati batas. Saat ini juga, eksistensimu akan direvisi.”
Ling Yue merasa kulitnya terbakar hanya dari suaranya. Dia melangkah mundur, tapi Lu San mengangkat tangannya, menahannya.
“Tenang. Ini bagian dari skenario,” ucap Lu San dengan nada sinis. “Tapi kali ini, aku yang menulisnya.”
Arbiter mengangkat tangannya, dan tiba-tiba, tubuh Lu San tampak mulai memudar. Bagian-bagian tubuhnya berubah menjadi huruf-huruf yang tercerai berai, seperti cerita yang dihapus satu per satu.
“Lu San!” teriak Ling Yue, panik.
Namun, Lu San masih tersenyum. “Jangan khawatir.”
Dia mengangkat tangan kanannya, yang masih utuh. Di telapak tangannya, muncul simbol berbentuk mata ketiga yang perlahan terbuka.
“Aku sudah menemukan celah dalam hukum Creator.”
Simbol itu bersinar. Dalam sekejap, semua huruf yang tercerai dari tubuh Lu San berkumpul kembali. Tubuhnya menyatu, namun berbeda. Kali ini, di sekeliling tubuhnya muncul aura yang tidak lagi berupa energi, melainkan konsep. Dia adalah Eksistensi itu sendiri, bukan bagian dari cerita, melainkan penulis dari eksistensinya sendiri.
Arbiter tampak goyah. Pena di tangannya bergetar.
“Tidak mungkin... kau...”
Lu San melangkah maju. “Aku sudah membalikkan takdir.”
Dengan satu gerakan tangan, dia merobek ruang antara dirinya dan Arbiter. Arbiter berusaha menulis ulang realitas di sekitarnya, namun Lu San menepisnya seperti debu.
“Selamat tinggal,” kata Lu San, sebelum mencengkeram simbol tinta merah di dada Arbiter dan menghancurkannya.
Arbiter meledak menjadi percikan tinta yang menguap di Void.
Ling Yue terdiam, tak mampu berkata-kata.
Lu San berbalik, menatap Ling Yue dengan tenang. “Ayo. Kita belum selesai.”
Dia menunjuk gulungan bambu di tangan Ling Yue. “Itu... adalah Peta menuju Pintu Keberadaan Asli. Dan kita harus sampai ke sana sebelum Creator menulis ulang segalanya.”
Ling Yue mengangguk, meski masih gemetar.
“Kau tidak takut?” tanya Lu San, sedikit penasaran.
Ling Yue menatapnya, sorot matanya tegas. “Aku takut. Tapi aku juga... percaya.”
Lu San tersenyum tipis. “Baik. Maka perjalanan kita dimulai sekarang.”
Mereka melangkah, menembus Void, menuju Pintu Keberadaan Asli. Dan di kejauhan, di luar semua batas narasi dan semesta, sang Creator mulai menulis babak baru...
Babak di mana segala sesuatu akan berubah.