"Kenapa aku bisa di sini? Kenapa aku tak memakai baju?"
Alicia Putri Pramudya begitu kaget ketika mengetahui dirinya dalam keadaan polos, di sampingnya ada pria yang sangat dia kenal, Hafis. Pria yang pernah menyatakan cinta kepada dirinya tetapi dia tolak.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Alicia Putri Pramudya?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih ulasan bagus dan kasih bintang 5 untuk yang suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nikah
Cia terkejut mendengar permintaan Willi, anak itu meminta dirinya untuk menjadi ibunya. Anak itu kelihatan sekali begitu membutuhkan kasih sayang ibu.
Walaupun Hafis sudah mengurus anak itu dengan sangat baik, tetapi tetap saja anak itu membutuhkan sosok seorang ibu. Karena bapak atau ibunya Hafis juga tak bisa menggantikan kasih sayang yang Ibu berikan kepada anaknya.
Sungguh jika mengingat akan hal ini Cia merasa kesal sekali terhadap Naomi, karena bisa-bisanya Wanita itu dengan teganya meninggalkan Willi di tangan Hafis.
Walaupun dia mendapatkan kasih sayang yang banyak dari hafis dan juga kedua orang tuanya, tetapi seharusnya Naomi mengurusi anak itu secara langsung.
Terlebih lagi Cia sudah mendengar kalau anak itu bukanlah anak kandung dari Hafis, Cia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kepada anak itu di masa depan.
Namun, dia tidak bisa mengiyakan permintaan anak kecil itu. Permintaan sepertinya sederhana, tetapi permintaan itu tidak sesederhana itu.
"Maaf, Sayang. Tante tidak bisa menjadi ibu kamu," ujar Cia.
Willi yang tadinya terlihat bahagia saat bertemu dengan Cia, tiba-tiba saja wajahnya menjadi suram. Anak itu menunduk lesu sambil menitikan air matanya. Sedih sekali mendapatkan penolakan dari Cia.
"Willi harus berdoa kepada Allah, semoga secepatnya Allah mengirimkan Willi seorang ibu yang baik. Seorang istri yang baik untuk Ayah Willi, agar Willi dan juga Ayah ada yang memberikan perhatian lebih."
Willi mengusap kedua pipinya yang mulai basah dengan air mata, kemudian dia menatap wajah Cia dengan begitu serius.
"Kalau Willi rajin doa sama Allah, terus minta ibu sama Allah, apa Allah akan memberikannya?"
"Tentu saja, Sayang. Pasti Allah akan memberikan ibu yang baik untuk Willi, jangan putus asa. Teruslah berdoa, sekarang kamu pulang. Udara malam tidak baik untuk kesehatan," ujar Cia.
Hafis yang melihat kelembutan dari Cia merasa sangat menyesal karena sudah menyia-nyiakan wanita itu, jika waktu Bisa berputar seperti drama Cina yang pernah dia tonton, dia ingin mengabdikan seluruh hidupnya untuk Cia.
Willi memanyunkan bibirnya, mencoba menahan kekecewaannya yang masih melanda di dalam hatimu. Matanya berkaca-kaca saat ia menayap pada Cia yang saat ini masih setia menggendong.
"Baiklah, Tante. Willi akan pulang, tapi...."
Suaranya bergetar, anak itu sepertinya masih mengharapkan Cia untuk menjadi ibunya. Namun, tidak kuasa karena sudah mendapatkan dari Cia.
"Ehm, Tan! Kalau suatu saat nanti kita bertemu lagi, apa Tante masih mau menggendong Willi seperti ini?"
"Boleh, asal atas izin Ayah Hafis."
Cia menolehkan wajahnya ke arah Hafis, walaupun pria itu dulu sudah menyakiti dirinya. Namun, tidak ada kebencian di dalam hati Cia. Justru, dia merasa begitu kasihan sekali terhadap nasib yang dialami oleh Hafis.
"Yes!" sorak anak itu senang.
Setelah berbicara dengan Cia, Hafis airnya membawa Willi pulang. Cia juga langsung pulang, dia ingin segera beristirahat.
Dua minggu kemudian.
Di sebuah ballroom hotel mewah sudah terlihat indah sekali, karena memang pernikahan antara Anjar dan juga Cia akan segera dilaksanakan.
Anjar sudah duduk di hadapan pak penghulu, wajah pria lajang itu terlihat begitu tegang sekali. Di sana juga sudah ada saksi dan juga sudah ada para tamu undangan yang hadir.
Pria itu benar-benar menepati janjinya, sampai saat ini dia belum pernah menemui Cia sama sekali. Hanya melepas rindu lewat panggilan video call atau pesan chat saja.
Hanya saja Cia kini belum ada di pelaminan, wanita itu masih ada di dalam ruangan yang berbeda dengan Anjar.
"Sudah siap menikah?" tanya Pak penghulu.
"Sudah," jawab Anjar sambil mengelap keringat yang ada di dahinya.
Semua orang yang ada di sana nampak menertawakan Anjar,tetapi pria itu merasa tidak peduli karena saat ini sedang menetralkan ketegangannya yang ada di dalam hatinya.
"Kalau begitu kita mulai saja acara ijab kabulnya," ujar Pak penghulu sambil mengulurkan tangannya.
Anjar dengan cepat menerima uluran tangan dari Pak penghulu, kini dia sedang menjabat tangan pria yang akan menikahkan dirinya itu.
Pak penghulu tak lama kemudian mengucapkan kalimat ijab, disusul oleh kalimat kabul yang diucapkan Anjar setelah Pak penghulu menghentakkan tangan kanannya.
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"Sah!"
Anjar berdecak senang mendengar kata sah, karena itu artinya dia sudah resmi menjadi seorang suami. Tak lama kemudian Sahira datang menuntun Cia untuk bisa duduk dengan Anjar.
Wanita yang telah resmi dinikahi oleh Anjar itu terlihat memakai kebaya berwarna putih, cantik sekali. Anjar sampai tidak sadar bangun dan menghampiri wanita itu.
"Sabar, sekarang lanjut dulu acara nikahnya. Nanti malem baru boleh kamu kurung anak ibu di dalam kamar pengantin," ujar Sahira sambil tertawa.
"Iya, Bu," ujar Anjar dengan wajahnya yang memerah karena malu.