SUAMIKU BAD BOY!

SUAMIKU BAD BOY!

Perjodohan

BRAAAKKK!

Zachary menggebrak meja, menggoyangkan beberapa documen keeper yang tertata rapi di meja kerjanya.

“Aku tidak akan menerima rencana gila itu!” sungutnya menolak sebuah rencana pernikahan yang ditujukan padanya.

“Gila, memangnya ini tahun berapa, sih? Rajin banget main jodoh-jodohin anak?” gerutunya sengit. Dia menolak mentah-mentah. Semua tidak terjadi begitu saja tanpa alasan.

Bermula saat ia pulang larut malam dalam keadaan mabuk berat. Ia berpapasan dengan Maxwell, ayahnya yang kebetulan keluar dari kamarnya.

“Baru pulang kamu jam segini?” tegur Maxwell dengan suara keras.

“Kenapa, Pa? Harusnya aku pulang pagi malah, ini karena Satria yang mengajakku pulang cepat. Tanggung ya?” Zach terseok-seok melangkah menuju kamarnya.

Maxwell menggeleng-gelengkan kepala. Dia seperti melihat dirinya versi muda. Dulu kelakuannya persis seperti Zach sekarang. Pekerjaannya hanya bermain perempuan dan mabuk-mabukan.

“Ini tidak bisa dibiarkan! Mekipun ada pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Tapi kalau bisa jangan sampai jatuh, harus sudah dipetik. Sebelum Zach melangkah terlalu jauh, lebih baik segera menikah daripada menumpuk dosa,” gumamnya sambil melangkahkembali ke kamar.

Dia bahkan lupa hendak mengambil minuman.

“Ma!” Maxwell mengguncang bahu istrinya perlahan.

“Hmmhhh.” Intan yang sedang merajut mimpi merasa suaminya memanggilnya, ”Kenapa, Pa? aku capek banget, jangan sekarang,” jawab Intan menduga suaminya meminta jatah.

“Anakmu baru pulang tuh!”

“Ya terus, kenapa? Bukannya dia sudah biasa pulang malam?”

Intan bukan tak peduli. Dia justru sudah berkali-kali mengadu kepada suaminya tentang kelakukan Zach, tapi Maxwell menganggap hal itu biasa. Sekarang Intan membalikkan omongan Maxwell.

“Kamu kemarin kasih usulan mau menjodohkan Zach sama siapa itu? Kayaknya diteruskan saja, Ma. Agar anak itu kembali ke jalan yang benar.”

Intan yang tadinya akan melanjutkan tidur, mendadak segar bugar. Dia bangkit lalu menatap Maxwell dengan senyum lebar. Matanya berbinar-binar.

“Serius? Beneran? Yakin Papa tidak akan berubah pikiran? Mama malas kalau hanya diberi harapan palsu.” Intan mencebik.

Bukan tanpa alasan Intan berbicara begitu, saking seringnya Maxwell mengatakan iya, atas rencana perjodohan Zach dengan seorang gadis pilihannya. Tapi saat Intan membahasnya lebih serius, Maxwell selalu menunda-nunda.

Maxwell menghela napas panjang. Kelakuan Zach benar-benar mengingatkannya pada dirinya saat masih muda dulu.

Maxwell Bennedict dulunya adalah seorang ketua Gangster Reg Tiger yang akhirnya bertobat setelah menikahi Intan, sang Istri. Kali ini Maxwell berharap Zach bisa terselamatkan dengan cara yang sama. Menjodohkannya dengan gadis yang tepat. Dan dia menyerahkan urusan itu kepada Intan. Namun, karena kesibukannya, Maxwell jadi terlena ketika Intan membicarakan tentang rencana perjodohan itu.

Pagi hari di meja makan, terjadilah perbincangan yang membuat Zach batal memasukkan roti panggang ke dalam mulutnya.

“Nikah muda? Dijodohin?” Zach menyatukan alisnya. ”Papa seperti tidak pernah muda! Yang bener saja! memangnya Zach perempuan, dipaksa nikah muda?”

Piring berisi roti bakar selai srikaya kesukaannya segera ia singkirkan. Kini pria muda tampan itu tak berselera sarapan lagi.

“Zach, dengarkan Papamu dulu,” tutur Intan lembut. Ini bukan obrolan pertama yang membahas tentang perjodohan. Biasanya Intan yang memulainya, tapi karena Maxwell bersikap pasif, Intan harus pasrah ketika obrolan itu berakhir di udara.

“Mama sama Papa mau cucu berapa?” Maxwell dan Intan tersentak mendengar ucapan Zach.

“Berapapun yang kalian mau, aku bisa kasih. Jadi, tidak usah jodoh-jodoin aku. Kayak aku tidak laku saja!”

“Zach, jangan salah paham dulu,” tukas Mamanya masih berusaha sabar.

“Aku pikir Papa dan Mama orang tua zaman now yang akan mendukungku, bukan strict parents seperti orang tua zaman dulu.”

“Jadi kamu berharap kelakuanmu yang selalu mabuk-mabukan, main perempuan itu akan mendapat dukungan papa?” Suara Maxwell meninggi.

Zach baru teringat tadi malam ia berpapasan dengan papanya. Rupanya ini yang memicu obrolan tak penting di meja makan ini.

“Oke, oke Zach salah. Ma, maafin Zach, semalam emang Zach kebablasan, Zach janji tidak akan mengulanginya lagi.”

“Berapa kali kamu janji sama Mama? Berapa kali kamu mengingkari?” Intan menatap Zach tajam. Jika sudah begini Zach jadi mati gaya. Tadinya ia berharap mama melunak dan mau mendengarkan alasannya.

“Kami sudah terlalu sering kau bohongi, Zach. Lembur, dinas ke luar kota, kau pikir Papa tidak cek semuanya? Bohong! Itu semua cuma alasanmu untuk bersenang-senang!” Maxwell meradang.

Dia tahu semua kelakuan puteranya. Bagai meninggalkan jejak di masa lalu, yang dilakukan Zach seolah mengikuti alur kenakalannya dulu. Itulah yang membuat Maxwell kini bersikukuh dengan keputusan untuk segera menjodohkan Zach, supaya puteranya itu segera bisa menemukan arah hidup yang seharusnya.

Zach menatap ke arah Intan.

Mamanya mengangkat bahu, ”Sorry kali ini Mama tidak bisa bantu.”

Zach frustrasi. Jika sudah begini dia hanya ingin menemui Tiffany, mengunjungi kamar kekasihnya. Bersenang-senang di sana.

“Oke, oke aku akan menikah, aku akan memberikan cucu yang banyak. Tiffany pasti setuju.”

“Siapa yang bilang kami mengizinkan kamu menikahi Tiffany?” Maxwell berkata penuh penekanan pada nama kekasih Zach.

Bukan Maxwell namanya kalau tak bisa menelisik siapa gadis yang tengah dekat dengan anaknya.

Tiffany Amora Mukti, bukan gadis baik-baik. Diam-diam Maxwell selalu mengirimkan mata-mata pada gadis itu. Wanita muda berjiwa hedon yang mendarah daging. Tak punya pekerjaan tetap, hobinya hanya berfoya-foya.

Sungguh bukan sosok menantu idaman. Bukan pula calon ibu yang baik untuk anaknya nanti. Maxwell hafal betul dengan wanita seperti Tiffany, karena saat muda dulu dia sering berurusan dengan wanita seperti itu.

“Pa, aku mencintai Tiffany! Kami saling mencintai, apa salahnya kalau aku menikahinya seperti kemauan Papa dan Mama?”

“Papa mau kamu menikah dengan gadis lain. Gadis baik-baik pilihan Mamamu!”

Pandangan Zach beralih kepada Intan yang segera mengangkat dagunya. Kali ini saat yang paling tepat baginya untuk menarik putranya kembali ke jalan yang benar.

“Gadis desa, cantik, sederhana, tidak neko-neko. Cantiknya alami, dan yang terpenting … Mama mengenal keluarganya.”

“So what? Jadi kalau Mama mengenal keluarganya itu berarti bisa seenaknya mengatur selera Zach?”

“Zach, menikah itu bukan soal selera, Dear! Menikah itu tentang pasangan yang tepat, yang saling mensuport satu sama lain, saling menopang dan yang paling penting, harus punya visi misi yang sama!” Intan berbicara panjang lebar, sementara Maxwell mengangguk-angguk tanda setuju.

“Ma, itu kalau Mama mau bangun perusahaan, semua karyawan harus punya visi misi yang sama. Menikah itu tentang perasaan, harus ada kenyamanan, tidak bisa sembarangan!”

“That’s it! Tidak boleh sembarangan! Mama sangat setuju! Jadi harus jelas kualitas wanita yang akan mendampingi kamu seumur hidup. Kualitas itu bukan cuma dilihat dari make up, baju bagus, tas mahal, fisik, nonsense. Itu cuma kulit luar. Kualitas itu di sini dan di sini.” Intan menunjuk kepala dan dadanya. Zach kehilangan kata-kata.

Terpopuler

Comments

Royani Arofat

Royani Arofat

wah....jgn sampai jatuh.hrs d petik.masuk....
masuk akal untuk merubah nasib

2023-02-23

1

Astri Tri

Astri Tri

hahh ke asikan baca sampe lupa komen

2023-02-21

1

nenk 'yLa

nenk 'yLa

mampir lgi..ayo ramein

2023-02-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!