Bianca, adalah wanita berusia dua puluh empat tahun yang terpaksa menerima calon adik iparnya sebagai mempelai pria di pernikahannya demi menyelamatkan harga diri dan bayi dalam kandungannya.
Meski berasal dari keluarga kaya dan terpandang, rupanya tidak membuat Bianca beruntung dalam hal percintaan. Ia dihianati oleh kekasih dan sahabatnya.
Menikah dengan bocah laki-laki yang masih berusia sembilan belas tahun adalah hal yang cukup membuat hati Bianca ketar-ketir. Akankah pernikahan mereka berjalan dengan mulus? Atau Bianca memilih untuk melepas suami bocahnya demi masa depan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permohonan Maaf
Darren tidak mengerti, ia kebingungan saat menerima pukulan dari sang adik. Namun saat Darren hendak membalas, Bianca dengan sigap berdiri di depan suaminya sambil merentangkan tangan seolah menjadi pelindung.
Vania pun terkejut, ia menampakkan wajah kesal melihat adik iparnya begitu tidak sopan pada suaminya.
"Menyingkir, Bi. Bocah kurang ajar ini harus diberi pelajaran!" seru Darren kesal.
"Jangan pernah kau berani menyentuhnya!" ucap Bianca tidak mau kalah. Wanita itu kini tampak seperti singa betina yang siap menerkam saat sang pejantan hendak diusik.
Dengan dada naik turun dan mata melotot tajam, Darren mundur beberapa langkah. Ia berbalik dan berdiri di samping Vania.
"Untuk apa kalian datang? Apa kalian tidak tahu malu?" hardik Daniel.
"Sudahlah, Nak." Sintia berusaha melerai. Wanita paruh baya itu duduk di kursi roda, sementara Bramantyo hanya berdiri mematung di belakang istrinya.
Bramantyo tidak tahu bagaimana harus mengambil sikap. Di satu sisi, ia tidak ingin kedua anaknya saling membenci, saling menyakiti. Namun di sisi lain, Darren sudah sangat keterlaluan, bahkan pukulan yang diberikan oleh adiknya pun tidak sepadan dengan rasa sakit yang ia berikan di keluarga ini.
"Apa Mama baik-baik saja?" Darren mendekat, ia berjongkok dan duduk di hadapan Sintia. Laki-laki itu memegang tangan Sintia dan menggenggamnya dengan erat.
Sintia terdiam dan mematung. Kedua mata wanita paruh baya itu berkaca-kaca. Perasaan kesal, marah, kecewa sekaligus cinta, bercampur aduk menjadi satu.
Bagaimanapun dan apapun yang dilakukan oleh seorang anak, ibu pasti akan memaafkannya, ibu pasti akan memberi ampun. Namun, tidak ada yang pernah tahu sedalam apa perasaan ibu. Tidak ada yang bisa memahami sekecewa apa hati seorang ibu saat anak yang telah ia lahirkan menyakitinya. Begitulah luas dan dalamnya hati seorang ibu.
Sementara Daniel, kedua tangannya mengepal erat melihat pemandangan di hadapannya. Masih pantaskan Darren berlutut dan menampakkan wajahnya di hadapan mereka setelah apa yang ia lakukan?
Di samping Daniel, Bianca berdiri sambil merangkul lengan suaminya. Bianca khawatir sekaligus takut jika pertengkaran kembali terjadi. Ia tahu apa yang dilakukan Darren adalah sesuatu yang sangat tidak pantas, namun Bianca tidak akan membiarkan Daniel menyakiti siapapun, karena perbuatan apapun tidak bisa dibalas dengan sebuah kekerasan.
"Tenang, Sayang," bisik Bianca.
Di belakang mereka, Vania berdiri sendirian. Ia seperti patung yang tak pernah dianggap bahkan seakan tak terlihat.
"Ayo istirahat," ucap Bramantyo sambil mendorong kursi roda istrinya. Namun, dengan posisi berlutut Darren mencegah kepergian mereka.
Darren memegang kaki Bramantyo dan memeluknya.
"Maafkan Darren, Pa. Maafkan Darren," pinta Darren memohon.
Bramantyo hanya diam, ia berusaha menyeret kakinya namun Darren memegangnya dengan kuat.
Melihat suaminya tidak dianggap oleh kedua mertuanya, Vania mendekat dan duduk berlutut di hadapan Sintia sambil menunjukkan perutnya yang semakin membesar.
Menyadari Vania telah mengandung hingga sebesar itu, Sintia menangis terisak. Wanita paruh baya itu tidak tahu lagi harus berbuat apa atau berkata apa. Mengapa Darren bertindak sangat keterlaluan?
Darren adalah cobaan dan ujian bagi keluarga ini.
"Maafkan kami," lirih Vania. Wanita itu menunduk di hadapan Sintia dengan derai air mata.
Sebagai seorang ibu, Sintia sangat terluka. Ternyata sudah sejauh itu Darren berhubungan dengan Vania. Bahkan Darren seperti laki-laki tak berpendidikan yang menghamili dua wanita sekaligus. Padahal Sintia sudah berusaha menjadi ibu yang sempurna demi anak-anaknya.
Jika dilihat dari besarnya perut Vania, Sintia tahu bahwa kehamilan Vania sudah cukup tua untuk ukuran pernikahan mereka yang baru saja jalan lebih dari satu bulan.
***
gimana...gimana dengan hatimu daren,,apakah masih baik² saja 🤭🤭