Mencintai seseorang merupakan suatu fitrah yang berasal dari diri sendiri. Bentuk ungkapan kasih sayang terhadap lingkungan, benda maupun antar manusia. Tidak ada yang melarang jika kita mencintai orang lain, namun apa jadinya jika perasaan itu bersemi dan melabuhkan hati kepada seseorang yang sudah memiliki pasangan?
Ameera Chantika, seorang mahasiswa semester akhir berusia 21 tahun harus terjebak cinta segitiga dimana ia menjadi orang ketiga dalam sebuah hubungan rumah tangga. Ia mencintai seorang pria bernama Mark Pieter.
Akibat sebuah kecelakaan, memaksa gadis itu menerima pertanggung jawaban dari Mark seorang pria yang sudah merenggut kesuciannya. Hingga suatu hari Ameera mendapati sebuah kenyataan pahit yang membuatnya harus ikhlas menjadi istri kedua tanpa dicintai suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PROGRAM HAMIL
Pagi harinya Stevanie terbangun, ia masih dalam balutan selimut meraba ruang kosong di sebelahnya.
Ia tidak mendapati Mark disana, kemudian mengerjapkan mata perlahan-lahan.
"Apa mungkin Mark sudah berangkat ke kantor?"
"Bukankah dia berjanji akan menemaniku ke rumah sakit."
Stevanie meraih ponsel di atas meja nakas dan mengecek pesan masuk. Biasanya jika Mark berangkat kerja sedangkan ia masih tertidur, suaminya pasti akan mengirimkan pesan singkat memberitahunya bahwa pria itu sudah di kantor.
"Tidak ada pesan apapun, lantas di mana Mark sekarang?"
Stevanie
✉ Sayang, kamu di mana? Kenapa tidak mengirimkan pesan jika kamu berangkat bekerja! Apa kamu melupakan janjimu semalam?
Stevanie mengirimkan pesan singkat untuk suaminya, kemudian ia bangkit dari ranjang dan memungut gaun malam sexy yang teronggok di lantai. Semua helai pakaian berserakan di mana-mana akibat aktivitas malam yang mereka lakukan lalu ia berjalan ke kamar mandi membersihkan dirinya dari kotoran dan sisa-sisa peluh semalam.
Terdengar suara gemericik air di kamar mandi menandakan wanita itu sudah memulai ritual mandi pagi.
Sementara itu, Mark baru saja selesai melakukan olahraga pagi. Ia sengaja bangun pagi-pagi sekali untuk meluangkan waktu berolahraga di ruang fitness yang khusus dibangun.
Jika liburan tiba, Mark akan menghabiskan waktu berjam-jam di ruang fitness. Tuan Ibrahim sengaja meminta arsitektur terkenal untuk membangun sebuah ruang khusus bagi putranya karena ia mengetahui bahwa Mark sering menghabiskan waktu berolahraga disela aktivitasnya mengurusi pekerjaan kantor.
Ruang fitness berada di lantai satu, berdekatan dengan kolam renang. Ruangan itu berukuran 3x5m cukup untuk meletakan all in one machine, treadmill, spinning bike, gymnastic ring. All in one machine merupakan sebuah alat fitness multifungsi paling lengkap karena merupakan kombinasi power rack, Smith machine, functional trainer, cable attachment, built in storage dan masih banyak lagi.
Mark melirik jam dinding di ruangan tersebut, waktu menunjukan pukul delapan pagi. Tak terasa ia sudah menghabiskan waktu selama kurang lebih satu setengah jam berada di sana.
Mark menghapus sisa peluh menggunakan handuk kecil dan meneguk air mineral dalam botol kemasan. Ia berjalan dan mengulurkan tangan meraih ponsel di atas meja. Dahinya berkerut saat membaca nama istrinya tertera dilayar ponsel.
"Vanie," gumam pria itu.
"Sebaiknya aku kembali ke kamar, Vanie pasti merasa dibohongi karena saat dia terbangun tidak menemukanku disisinya."
Ia berjalan memasuki lift yang akan membawanya ke lantai dua. Sepanjang perjalanan menuju lantai dua, bibirnya tak berhenti menebarkan senyuman bahkan beberapa pelayan menatap heran mengapa majikannya terlihat berbeda hari ini. Mereka berpikir sepertinya suasana hati Mark sedang baik.
"Kamu lihat, hari ini Tuan Mark terlihat bahagia. Apakah telah terjadi sesuatu tadi malam?"
"Bisa jadi. Lihatlah, tidak biasanya Nyonya Vanie jam segini belum bangun pasti semalam mereka...."
"Hush, Tuan Mark tidak menggaji kalian untuk bergosip jadi lakukan semua tugas dan JANGAN SAMPAI BERBUAT KESALAHAN," bentak kepala pelayan bernama Gendis.
"Baik Bu Gendis," ucap para pelayan secara bersamaan.
***
"Vanie!"
Suara panggilan Mark mengembalikan kesadaran Stevanie, wanita itu sedang memandangi danau buatan di belakang mansion.
Stavenie menoleh dan melihat suaminya berada di ambang pintu. Seulas senyum tipis menghiasi wajahnya.
"Aku pikir kamu pergi dan melupakan janjimu semalam," Stevanie berjalan mendekati suaminya.
Wanita itu mendekatkan indera penciumannya ke tubuh Mark kemudian berkata "rupanya tadi kamu habis berolaharaga, pantas saja tidak ada di kamar."
"Sudah, pergi mandi sana setelah itu sarapan dan tolong temani aku ke dokter."
Mark berjalan mendekati pintu kamar mandi, membuka handle pintu dan memulai membersihkan diri.
Setengah jam berlalu, kini Mark dan Stevanie berada di meja makan. Mereka bersiap menyantap hidangan yang tersedia di atas meja.
"Sayang, ayo makan dulu."
"Kamu duluan saja, aku akan mengirimkan pesan dan memberitahu Joe bahwa hari ini tidak masuk kantor."
Mark
✉ Joe, tolong urus semua pekerjaan kantor. Jika ada rapat atau pertemuan dengan klien kamu undur sampai besok, hari ini aku tidak ke kantor karena akan ke rumah sakit menemani Stevanie menemui dokter kandungan.
~Tring~
Joe
✉ Baik tuan, akan saya urus.
Sesaat kemudian mereka menikmati sajian yang sudah disiapkan para pelayan dan tepat pukul sembilan pagi, Mark dan Stevanie berangkat ke rumah sakit.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Stevanie menceritakan bagaimana pengalamannya selama mengikuti yoga. Ia begitu antusias dan merasa tubuh serta jiwanya tenang.
Mark fokus menyetir, sesekali ia melirik ke arah istrinya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Beruntung lokasi rumah sakit tidak jauh dari mansion hanya membutuhkan waktu setengah jam mereka sudah tiba di parkiran Rumah Sakit Umum Persada.
Mereka bergegas turun dari mobil dan menuju meja pendaftaran.
"Sayang, setelah check up ke dokter kandungan, kita jenguk papa ya," ucap Stevanie saat keduanya menaiki lift menuju lantai tiga rumah sakit.
"Boleh, papa pasti bahagia mengetahui kamu setuju mengikuti program hamil di rumah sakit ini."
"Kita beri kejutan untuk papa, bagaimana?"
"Tentu."
Kini mereka sudah berada di lantai tiga.
"Kamu duduk disana, aku akan bertanya pada perawat disana."
Mark mendekati seorang perawat berseragam merah jambu di balik meja kerja.
"Permisi sus, istri saya ingin mengikuti program hamil dan ini pertama kalinya berobat."
"Oh iya tuan, istrinya dibawa saja kesini. Kita akan melakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu untuk mengetahui suhu tubuh dan tekanan darah pasien."
"Baik sus."
Mark menghampiri Stevanie yang sedang duduk di kursi pengunjung.
Sayang, kamu ikut denganku. Kata suster kamu harus di ukur suhu dan tekanan dulu."
Mark mengikuti suaminya dari belakang.
"Silahkan nyonya."
Seorang perawat mengeluarkan termometer infrared ke kening Stevanie dan beberapa saat kemudian dari layar termometer terpampang suhu tubuh gadis itu.
"Suhunya 36°C."
Perawat itu mengeluarkan sebuah alat tensimeter digital berbentuk kotak berukuran kecil.
"Kita ukur dulu tensi darah nyonya ya."
"Baik suster." Stevanie mengikuti instruksi yang diberikan perawat berseragam merah jambu.
"Tensinya normal nyonya, Anda bisa duduk kembali dan menunggu panggilan. Nyonya mendapatkan nomor antrian pertama jadi bisa langsung masuk ke dalam ruang periksa bertemu Dokter Maria," ucap perawat berseragam merah jambu.
"Baik sus," jawab Stevanie angkuh.
Wanita itu beranjak dan meninggalkan meja pemeriksaan tanpa mengucapkan terima kasih.
Dua orang perawat berseragam merah jambu hanya melonggo menatap kepergian nyonya muda keluarga Pieter.
"Tampang cantik, wanita karier tapi sayang angkuh."
"Tuan Mark kok bisa betah berumah tangga dengan wanita itu."
"Hati-hati dengan lisan kalian. Jika Tuan Ibrahim mendengar dan lapor ke direktur rumah sakit maka kalian akan dipecat secara tidak hormat. Ingat, Nyonya Stevanie adalah menantu donatur terbesar rumah sakit ini jadi jangan macam-macam," seorang perawat senior memperingatkan kedua perawat junior yang berjaga hari itu.
to be continued....
Double update lagi nih Kak, jangan lupa likenya ya. ❤
"Selamat Menikmati"