Nada memiliki Kakak angkat bernama Naomi, mereka bertemu saat Nada berumur tujuh tahun saat sedang bersama Ibunya di sebuah restauran mewah, dan Naomi sedang menjual sebuah tisu duduk tanpa alas.
Nada berbincang dengan Naomi, dan sepuluh menit mereka berbincang. Nada merasa iba karena Naomi tidak memiliki orang tua, Nada merengek kepada Ibunya untuk membawa Naomi ke rumah.
Singkat cerita, mereka sudah saling berdekatan dan mengenal satu sama lain. Dari mulai mereka satu sekolah dan menjalankan aktivitas setiap hari bersama. Kedekatannya membuat orang tua Nada sangat bangga, mereka bisa saling menyayangi satu sama lain.
Menginjak remaja Naomi memiliki rasa ingin mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tua Nada. Dia tidak segan-segan memberikan segudang prestasi untuk keluarga Nada, dan itu membuat Naomi semakin disayang. Apa yang Naomi inginkan selalu dituruti, sampai akhirnya terlintas pikiran jahat Naomi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evhy Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 27
**
Alex melempar barang-barang yang ada di bascame Lion, Bara dan temannya bingung dengan amukan yang Alex lakukan.
"Lo kenapa sih, Lex?" tanya Bara sambil sedikit menjauh dari Alex.
Alex masih melempar lalu meninju tembok di depannya sambil menarik napas berulang kali.
"Argh sialan Lo, Kenzo!" teriak Alex.
Alex dan Kenzo melakukan taruhan saat balapan, di mana mereka akan merebutkan posisinya untuk mendekati Nada.
Alex terus memukul tembok, nafasnya semakin berat dan kasar. Bara yang terkejut hanya bisa diam, tak berani mendekat lebih jauh. Dia tahu betul kalau Alex dalam kondisi marah besar.
"Alex, jangan kayak gini. Apa yang lo lakuin ini nggak bakal ubah apapun," Bara mencoba menenangkan, meskipun hatinya sendiri penuh tanya.
"Kenzo sialan, Bara!" teriak Alex, masih dengan amarah yang membara. "Dia udah mulai mendekati Nada... Nada yang udah gue suka dari dulu!"
Bara menghela napas panjang, menyadari bahwa masalah ini bukan cuma tentang balapan atau taruhan. Ini tentang perasaan Alex yang terluka dan cemburu. "Ya mending Lo deketin Nadanya pelan-pelan deh, Lex."
Alex menatap Bara dengan tatapan penuh emosi. "Tapi gue kalah."
Bara berjalan mendekat, menepuk bahu Alex. " Kita bisa cari jalan keluar tanpa nambah masalah."
Alex akhirnya berhenti memukul tembok dan menatap Bara dengan tatapan lelah. "Tapi gimana caranya, Bara? Gue... gue nggak tahu harus mulai dari mana."
Bara tersenyum tipis, lalu berkata pelan, "Mulai dari diri lo dulu. Lagian Kenzo juga belum jadian kan sama Nada."
Alex terdiam, mencerna kata-kata Bara. Amarahnya sedikit mereda, meskipun bayangan Kenzo dan Nada tetap menghantui pikirannya. "Lo bener juga," jawabnya pelan. "Tapi taruhannya, yang kalah jauhi Nada."
Bara berdecak. "Ya elah, enggak usah ikuti taruhan kemarin. Lo kalau mau deket ya deketin aja secara jantan dan sportif."
Alex menghela napas sambil menganggukkan kepala, pria itu di kursi sambil memejamkan mata.
"Gaya boss kita cuy! Lagi jatuh cinta seram amat, haha," goda Bara, dan yang lain pun mentertawakan Alex.
**
Sebuah pengumuman terdengar di speaker kelas, seluruh siswa berkumpul di lapangan dan membawa surat persetujuan yang diberikan pihak sekolah kemarin.
Semua berbondong-bondong menuju sekolah, begitu pun Nada yang langsung merogoh surat di dalam tas.
Dia mencari namun tidak ditemukan surat tersebut, membuka semua buku yang ada di dalam tas.
"Ih ke mana surat itu?" tanya Nada kebingungan. "Udah Nada simpan kok, semalam di dalam tas," lanjutnya.
Jeno melihat kesibukan Nada di bangkunya, namun pria itu tidak mau membantu Nada. Dia masih kesal dan marah dengan Nada. Nada pun belum sempat meminta maaf pada Jeno secara langsung.
"Semua udah ada di lapangan?" tanya Kenzo berteriak.
"Sudah!" jawab serempak semua siswa.
Nada keringat dingin sekali saat surat tersebut tidak ditemukan, dia pasrah dan langsung menuju ke lapangan.
"Naomi tolong ambilkan semua suratnya," titah Kenzo.
Naomi mengangguk. "Oke, Ken."
Naomi berjalan dengan anggun sambil tersenyum, mengambil beberapa surat di tangan para siswi.
"Siapa di sini yang tidak membawa suratnya?" tanya Kenzo.
Nada langsung mengacungkan tangan kanan, dan semua siswi berbalik melihat ke arah Nada.
"Surat Nada hilang," jawab Nada. "Padahal semalam Nada udah minta tanda tangan orang tua, dan surat itu tidak ada."
Naomi yang sedang sibuk mengumpulkan surat tersebut, berhenti menatap Nada dengan tatapan datar, seolah tidak terlalu peduli dengan masalahnya. "Hilang, ya?" tanyanya, sedikit sinis. "Kamu harusnya lebih berhati-hati dengan barang penting seperti itu, Nada. Kamu bisa kehilangan kesempatan karena keteledoranmu."
Nada menunduk, merasa semakin malu dengan perhatian semua orang yang menatapnya.
Seorang siswa yang satu kelas dengan Nada berada di samping Nada, membisikkan sesuatu pada gadis itu dengan nada rendah.
"Jangan khawatir, aku bisa bantu kamu nanti cari di kelas mungkin saja terjatuh. "
Nada mengangguk pelan, merasa sedikit lega karena ada yang bersedia membantu. "Terima kasih, Aqilla," jawabnya dengan suara rendah.
Kenzo menatap mereka sebentar. "Baiklah, kalian coba cari dulu. Mungkin memang terjatuh."
Nada hanya mengangguk pelan, merasa cemas. Sementara Aqilla dan dirinya bergegas menuju kelas untuk mencari surat yang hilang. Nada hanya bisa berharap, semoga dia bisa menemukan surat tersebut sebelum semuanya terlambat.
Sambil menunggu Aqilla dan Nada kembali ke lapangan, Kenzo memberikan pengumuman mengenai kegiatan berkemah yang akan diadakan beberapa hari lagi, mereka mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan Kenzo.
Beberapa menit kemudian, Aqilla dan Nada kembali dengan wajah kecewa. "Kami sudah cari di kelas, tapi tidak ada di sana," katanya. "Mungkin surat itu benar-benar hilang."
Nada menundukkan kepala, kekecewaannya sangat terasa. Meminta tanda tangan orang tuanya sangat sulit, dipastikan jika meminta lagi orang tuanya akan memarahi atau memaki dirinya.
"Kiki tolong berikan surat itu kepada mereka satu persatu, peralatan dan acara kegiatan yang akan kita lakukan nanti," ucap Kenzo pada Kiki.
Kiki mengangguk. "Baik."
Kenzo menghampiri Nada dengan wajah datar, lagian Kenzo jarang sekali tersenyum selama berada di lingkungan sekolah.
"Ikut gue," titah Kenzo.
Nada menganggukkan kepalanya, dia mengekori Kenzo dari belakang punggung sambil menundukkan kepala.
Tak melihat jalan, Nada menabrak punggung tegap milik Kenzo.
"Aws." Nada mengusap keningnya dengan lembut.
"Dasar ceroboh," celetuk Kenzo.
Nada hanya memanyunkan bibirnya, dan dia baru sadar telah sampai di depan ruangan osis.
Kenzo dan Nada masuk ke dalam, gadis itu berdiri melihat pergerakan Kenzo di meja ketua osis.
Kenzo mengulurkan sebuah kertas yang ternyata adalah surat persetujuan yang sama dengan yang seharusnya dibawa Nada. "Ini surat persetujuan berkemah, Lo harus ikut kegiatan ini."
"Ta-tpi kan, harus tanda tangan otang tua. "
"Gue yang akan bertanggung jawab dengan diri Lo dalam kegiatan ini."
Nada hanya bisa terpana dengan apa yang dilakukan Kenzo padanya. Sudah berapa kali lelaki itu membantu dan menyelamatkan Nada.
"Thanks ya Ken."
Kenzo mengangguk sambil mengusap kepala Nada dengan lembut. "Berikan surat ini pada Kiki, dan sekalian minta jadwal kegiatan nanti saat berkemah."
Nada mengangguk dengan cepat, senyum manisnya terukir di bibir mungil milik Nada. Kenzo pun ikut tersenyum sangat tipis, tidak akan ada yang menyadari jika Kenzo tersenyum pada Nada.
"Belum pergi aja udah ada yang hilang, kalau nanti berkemah jangan coba-coba Lo yang menghilang. "
Nada hanya mengangguk sambil tersenyum lebar menanggapi ucapan Kenzo.
**
Saat bel pulang sekolah, Nada memberhentikan langkah Jeno yang akan bergegas keluar dari kelas.
Jeno mengerutkan keningnya, sambil menatap kesal ke arah Nada.
"Mau sampai kapan kita musuhan kaya gini, Jen. Gue minta maaf."
"Maaf? Emang tahu kesalahannya apa?"
Nada menganggukkan kepala. "Gue tahu kesalahan gue sama Lo itu apa."
"Apa coba jelasin?"
Nada menghela napas, dia menceritakan semua kejadian yang menimpanya selama ini. Dari mulai Naomi, orang tuanya hingga Kenzo yang selalu membantu Nada saat berada dikesulitan.
Nada tidak pernah meminta Kenzo untuk membantunya, dan juga Nada tidak pernah menceritakan masalahnya pada Kenzo. Kenzo sendirilah yang tahu akan kesulitan Nada dengan keluarganya.
Jeno menghela napas, dia merasa kasihan dan iba dengan keadaan Nada. Dia memeluk Nada dengan erat, merasa tidak berguna menjadi sahabatnya selama ini.