Pesona Mama Mertua Muda

Makan malam tiba, semua anggota sudah berada di meja makan termasuk Ineisha. Setelah meminum obat tubuhnya merasa lebih baik dari sebelumnya.

Mereka mulai makan yang tanpa tahu, semua masakan yang terhidang adalah masakan Isvara. Tentu saja kecuali Kalola dan Chio, karena tahu benar bahwa yang memasak adalah Isvara seorang diri tanpa dibantu oleh siapapun.

"Kalila," panggil Tiana pada sang menantu.

"Iya, ada apa, Ma?"

"Mama ngerasa masakan kamu hari ini beda nggak kayak masakan kamu biasanya. Ini beneran masakan kamu 'kan?" tanya Tiana sedikit tidak percaya. Wanita paruh baya itu sudah belasan tahun menjadi mertua Kalila, dan selama itu pula ia merasakan masakan Kalila, jadi ia jelas bisa membedakan masakan Kalila atau bukan.

Kalila tersenyum. "Makan malam memang bukan aku yang masak, Ma. Tapi Isvara-lah yang masak."

Javas, Tiana dan Ineisha langsung melotot tidak percaya dengan apa yang barusan dikatakan oleh Kalila.

"Enggak enak ya, masakanku?" tanya Isvara merasa tidak enak.

"Kata siapa nggak enak, masakan kamu bahkan lebih enak dari pada Kalila. Aku suka banget semua masakan kamu, kamu lihat'kan tadi aku nambah banyak, sayang?" puji Javas dengan tulus.

"Mas Javas berlebihan deh, masakan aku biasa aja kok Mas. Masakan Mbak Kalila juga jauh lebih enak dari ini," balas Isvara berusaha bersikap biasa saja setelah mendapatkan pujian dari suami pura-puranya, padahal dalam hatinya berbunga-bunga.

"Tapi Javas bener kok, Isvara. Masakan kamu ternyata sangat enak sekali, Mama nggak menyangka kamu bisa memasak makanan seenak ini," bela Tiana.

Kalila ikut tersenyum saat melihat Isvara malu-malu setelah mendapat pujian, jujur ia tidak masalah jika semua orang mengatakan bahwa masakan Isvara lebih enak dibandingkan masakannya. Ia pun tau dan sadar akan hal itu, karena saat makan siang dirinya sudah lebih dulu mencoba masakan Isvara. Dan benar rasanya enak sekali, benar-benar nggak mengecewakan.

Berbeda dengan Ineisha yang tampak tidak suka mendengar pujian yang didapatkan sang Kakak, ia tahu masakan Kakaknya memang enak. Namun, ia tetap tidak suka dan tidak rela kakaknya mendapatkan pujian sedangkan ia selama ini hanya mendapatkan omelan saja.

Istri Chio itu pun menyesali telah makan masakan Isvara, karena jika tahu dari awal mungkin ia tidak akan sudi memakannya.

"Kapan-kapan kamu bisa masakin kami lagi, tapi kalo kamu nggak sibuk sayang," pintanya dengan nada mesra. Isvara hanya membalasnya dengan anggukan.

Sesi memberikan pujian untuk Isvara selesai, kini Tiana menatap lekat istri dari Chio—cucunya, siapa lagi kalau bukan Ineisha. "Kamu masih ingat 'kan sama pilihan yang saya berikan kemarin. Sekarang waktunya kamu memilih, ikuti semua aturan saya dan kamu bisa tinggal di sini dengan nyaman. Atau kamu tidak mau menuruti semua aturan saya, silakan kamu pergi dari rumah ini. Kamu tinggal tunggu surat cerai yang akan Chio kirimkan."

Ineisha menghela napas panjang sebelum menjawab, ia sebenarnya sudah menyiapkan jawaban yang tepat untuk wanita paruh baya itu. "Aku memilih untuk tetap tinggal di sini, walaupun harus mengikuti semua aturan Oma. Aku yakin nggak akan mengecewakan Oma."

Itulah pilihan yang Ineisha ambil, karena memang ia masih sangat mencintai Chio. Tentu ia tidak akan sanggup jika harus bercerai dari sang suami, apalagi pernikahannya baru seumur jagung. Bahkan masih hitungan hari.

Selain itu, Ineisha ingin membuktikan pada Oma suaminya, bahwa ia tidak mudah diremehkan. Ia akan berusaha sekuat tenaga untuk membuat wanita paruh baya itu ada di pihaknya, jika sudah seperti itu. Dirinya yakin, semua akan terasa muda untuk di jalani.

Semua itu sudah Ineisha pikirkan sejak kemarin saat Tiana memberikannya pilihan, ia jelas tidak mau menyesal. Hanya karena tidak sanggup dengan tugas yang diberikan oleh Tiana, ia harus kehilangan suaminya.

"Oke, jika itu memang yang kamu pilih. Mulai besok kamu lakukan tugas-tugasmu bersama mama mertuamu, tidak ada alasan sakit lagi. Saya lihat kamu terlihat baik-baik saja sekarang, satu lagi saya nggak suka dibantah oleh siapapun!"

"Iya, Oma," jawabnya dengan terpaksa. Karena makan malam sudah selesai, Chio memutuskan ke kamar duluan. Javas dan Isvara juga ingin ke kamar, tetapi keduanya bercanda sambil jalan. Terlihat sangat manis dan romantis, tetapi Ineisha tidak bisa melakukannya dengan Chio.

Lebih tepatnya Chio-nya tidak mau bersikap manis pada Ineisha, padahal Ineisha adalah istrinya. Ineisha tidak langsung ke kamar, istri Chio memutuskan membantu sang Mama mertua beres-beres meja makan. Setelah itu menemani sang mama mertua makanan malam di dapur, saat itulah Ineisha mencoba mencari tahu soal Chio.

Wanita itu merasa jika dirinya tidak tahu banyak tentang Chio, makanya ia ingin mencari tahu agar bisa membuat Chio jatuh cinta padanya. Kalau bisa cinta mati.

Kalila malah senang ditanyai oleh sang menantu tentang kesukaan putranya, dengan senang hati memberitahukan menantunya apa saja yang disukai oleh putranya.

Berbekal dengan informasi dari Tiana, Ineisha merasa ia bisa membuat Chio cinta padanya dengan waktu yang tidak lama.

Dengan riang gembira, Ineisha masuk ke dalam kamarnya.

"Kenapa kamu memilih bertahan dengan pernikahan kita?" tanya Chio tanpa basa-basi saat sang istri baru masuk kamar.

Diberikan pertanyaan seperti itu, jelas saja membuat Ineisha terkejut. Ia berusaha untuk berpikir positif, karena tidak ingin merasa sakit hati dengan pertanyaan yang diberikan oleh suaminya.

"Kamu kok malah tanya seperti itu sih, sayang. Jelas aku akan sekuat tenaga mempertahankan pernikahan kita, apalagi aku cinta banget sama kamu, Chio."

"Kenapa aku tanya? Karena aku jujur berharap kamu menyerah saja, aku juga yakin kamu nggak akan sanggup seperti mamaku menjalankan tugas rumah yang sangat banyak. Aku sudah siap menceraikan kamu, beberapa hari setelah menikah denganmu. Sama sekali tidak ada rasa bahagia di hatiku, aku kira kita memang tidak cocok. Mengenai apa yang kita lakukan beberapa waktu lama, aku sudah menikahi kamu itu berarti aku sudah bertanggung jawab. Tapi aku rasa kita nggak bisa hidup bersama selamanya," ujar Chio tanpa perasaan. Ineisha tidak akan sanggup jika tidak menangis, ia tidak menduga akan mendapatkan kata-kata yang menyakitkan lagi dari suaminya.

Ineisha memukul tubuh suaminya dengan pelan sambil menangis. "Kamu benar-benar jahat, Chio. Mungkin benar kita menikah tanpa cinta, lebih tepatnya karena kamu harus bertanggung jawab dengan apa yang kamu lakukan dulu. Tapi sekarang kita menikah, mungkin memang kamu belum bisa merasakan kebahagiaan untuk sekarang. Tapi aku yakin, kita pasti akan bahagia setelah ini."

"Maaf, jika terkesan jahat. Itulah yang aku rasakan."

Tanpa Ineisha tahu, Chio bersikeras untuk berpisah dengan Ineisha karena pria itu ingin mengejar cinta Isvara.