Di bawah cahaya bulan, istana di lembah tersembunyi menjadi saksi kelahiran seorang bayi istimewa. Erydan dan Lyanna, pengemban Segel Cahaya, menyambut putri mereka dengan perasaan haru dan cemas.
"Dia adalah harapan terakhir kita," ujar Erydan, matanya menatap tanda bercahaya di punggung kecil bayi itu.
Lyanna menggenggam tangannya. "Tapi dia masih bayi. Bagaimana jika dunia ini terlalu berat untuknya?"
Erydan menjawab lirih, "Kita akan melindunginya."
Namun di kejauhan, dalam bayang-bayang malam, sesuatu yang gelap telah bangkit, siap mengincar pewaris Segel Cahaya: Elarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon monoxs TM7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5: Jalan yang Terbuka
Hari itu terasa berbeda. Setelah ujian pertama yang mengguncang dirinya, Elarya merasa ada sesuatu yang baru dalam dirinya—sesuatu yang lebih besar dari apa yang bisa ia bayangkan. Cahaya dari segel dalam tubuhnya kini terasa lebih kuat, lebih hidup, namun juga penuh dengan misteri yang tak bisa ia ungkapkan sepenuhnya. Meskipun kata-kata Kael dan para penjaga menguatkan tekadnya, ia tahu perjalanannya baru saja dimulai, dan banyak hal yang harus ia pelajari.
Pagi itu, setelah istirahat malam yang panjang, Elarya dan Kael melanjutkan perjalanan mereka melalui jalan sempit di dalam gua, menuju ruang yang lebih dalam lagi. Gua ini ternyata sangat luas, dengan banyak cabang dan lorong yang mengarah ke berbagai arah. Setiap belokan dan tikungan terasa seperti bagian dari labirin yang tak berujung, dan meskipun Elarya mulai merasa lebih kuat dengan kekuatan segel yang ada dalam dirinya, ia tetap merasa cemas akan apa yang akan mereka hadapi selanjutnya.
"Kael," Elarya memulai pembicaraan di tengah perjalanan. "Setelah aku berhasil mengendalikan segel cahaya tadi... apa yang akan terjadi sekarang? Apa langkah selanjutnya?"
Kael menoleh padanya, matanya tajam namun penuh perhatian. "Langkah selanjutnya adalah belajar mengendalikan kekuatan itu, tapi tidak hanya untuk dirimu. Cahaya dalam dirimu bukan hanya untuk membentengi dirimu sendiri. Kekuatan itu ada untuk melindungi dunia dari ancaman yang jauh lebih besar. Itu sebabnya kamu harus memahaminya lebih dalam, Elarya."
"Apakah ancaman itu..." Elarya berhenti sejenak, ragu-ragu, sebelum melanjutkan. "Apakah ancaman itu akan datang dalam bentuk yang terlihat? Atau seperti kegelapan yang tadi aku rasakan—sesuatu yang tersembunyi di dalam diri kita sendiri?"
Kael mengangguk. "Kegelapan yang kamu rasakan tadi adalah bagian dari ujianmu, sebuah pengingat bahwa kekuatan yang kamu miliki bisa menjadi boomerang jika tidak dikendalikan. Tapi ancaman yang sebenarnya... itu jauh lebih nyata. Dunia ini sudah lama dilanda ketegangan. Ada kekuatan-kekuatan yang mengincar segel cahaya—mereka yang ingin menghancurkan keseimbangan dunia ini dengan menggunakan kekuatan itu untuk tujuan yang jahat."
Elarya mendengarkan dengan penuh perhatian, setiap kata yang diucapkan Kael semakin memperjelas gambaran tentang dunia yang ia hadapi. Mungkin ia belum sepenuhnya siap, tetapi ia merasa lebih kuat setelah melalui ujian pertama. Dan kini, ia tahu bahwa tidak ada jalan kembali. Ia harus melanjutkan perjalanan ini, belajar sebanyak mungkin, dan berharap kekuatannya cukup untuk menghadapi ancaman yang akan datang.
"Tapi..." Elarya melanjutkan, suara teragak-agak. "Apakah kita sudah siap? Aku masih merasa belum mengerti sepenuhnya bagaimana cara mengendalikan cahaya ini. Bagaimana jika aku salah langkah? Bagaimana jika aku malah membuka jalan bagi kegelapan itu?"
Kael berhenti sejenak, memandangnya dengan tatapan yang serius. "Itulah sebabnya kamu harus terus berlatih, terus belajar. Kekuatan ini bukan tentang memiliki kemampuan untuk menghancurkan musuh. Itu adalah tentang memahami dirimu, mengetahui batasmu, dan memilih jalan yang benar. Semakin kamu mengerti cahaya dalam dirimu, semakin kuat kamu dalam menghadapi kegelapan."
Mereka berjalan lebih jauh, melewati lorong-lorong sempit yang dipenuhi dengan suara gemericik air dari celah-celah batu yang lembab. Udara di dalam gua semakin dingin, dan Elarya bisa merasakan bagaimana kekuatan segel cahaya mulai bergelora dalam dirinya, seolah memberi tahu bahwa sesuatu besar sedang menunggu di depan.
Setelah beberapa waktu, mereka tiba di sebuah ruang besar yang dikelilingi oleh batu-batu yang tampak lebih tua dari bagian lain gua ini. Di tengah ruangan, ada sebuah batu besar yang terbenam di tanah, dipenuhi dengan simbol-simbol kuno yang Elarya tak mengerti. Kael melangkah maju, dan Elarya mengikuti di belakangnya.
"Tempat ini," Kael mulai menjelaskan, "adalah tempat di mana kami belajar memahami segel dan kekuatan cahaya yang ada di dalamnya. Di sini, kami melatih diri untuk memahami potensi kekuatan ini, dan bagaimana menyalurkannya untuk tujuan yang lebih besar."
Elarya menatap batu itu dengan rasa ingin tahu. Meskipun ia merasa lebih kuat setelah ujian pertamanya, ia tahu bahwa ini hanyalah permulaan. Ada banyak hal yang belum ia pahami, dan batu ini tampaknya menyimpan banyak rahasia yang harus ia gali lebih dalam.
"Di sini," Kael melanjutkan, "kami akan memulai latihan kedua. Kami akan mengajarkanmu untuk merasakan aliran kekuatan dalam tubuhmu, dan bagaimana menyalurkannya dengan lebih presisi."
Kael melangkah ke depan, mengangkat tangan dan meletakkannya di atas batu itu. Sejenak, tak ada perubahan, namun kemudian simbol-simbol pada batu itu mulai bersinar, seolah merespon keberadaan Kael di dekatnya.
"Setiap kekuatan membutuhkan saluran untuk mengalir," Kael menjelaskan, menoleh ke arah Elarya. "Kekuatan cahaya dalam dirimu bisa melimpah, namun jika tidak disalurkan dengan benar, itu akan menghancurkan apa saja di sekitarmu. Kamu harus belajar bagaimana menyalurkan kekuatan itu dengan hati-hati."
Elarya mengangguk, merasa gelisah namun juga tertarik. "Apa yang harus aku lakukan?"
"Tempat ini akan mengajarkanmu bagaimana merasakan kekuatan yang ada dalam dirimu, dan bagaimana membimbingnya agar mengalir dengan lembut, namun tetap kuat. Mulailah dengan menenangkan pikiranmu, dan fokuskan dirimu pada cahaya itu. Rasakan bagaimana cahaya itu bergerak dalam tubuhmu, lalu alirkan ke tanganmu."
Elarya menarik napas dalam-dalam, menutup matanya, dan mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia fokus pada cahaya yang ada dalam dirinya, mencoba untuk merasakannya, merasakan energi yang terhubung dengan dirinya. Ia bisa merasakan sesuatu yang bergerak di dalam, seperti aliran sungai yang lembut namun kuat. Cahaya itu mengalir melalui tubuhnya, terasa hangat dan hidup. Ia menahan napas, berusaha untuk memusatkan energi itu pada tangannya.
Ketika ia membuka matanya, ia melihat sebuah cahaya kecil yang bersinar di telapak tangannya. Itu bukanlah cahaya yang menyilaukan seperti sebelumnya, tetapi cahaya yang lebih terarah, lebih terkendali. Ia tersenyum, merasa lega. Ia bisa merasakannya—kekuatan itu kini berada dalam kendali, meskipun belum sempurna.
Kael mengangguk puas. "Baik, Elarya. Itu adalah langkah pertama. Sekarang, kita akan melanjutkan dengan latihan yang lebih sulit, tapi kamu sudah di jalur yang benar."
Elarya merasa puas, meskipun masih ada banyak yang harus dipelajari. Namun, satu hal yang pasti—perjalanan ini akan membuatnya semakin kuat, dan semakin dekat dengan pemahaman sejati tentang segel cahaya yang ada dalam dirinya.
Elarya menatap telapak tangannya, cahaya yang lembut itu masih bersinar di sana, seperti bayangan samar dari segel cahaya yang kini mengalir lebih terkontrol. Rasa lega yang ia rasakan perlahan digantikan dengan rasa percaya diri, namun di balik itu, ia tahu bahwa latihan ini hanyalah langkah pertama. Masih ada banyak hal yang harus ia pelajari. Dunia yang dipenuhi dengan kekuatan gelap dan ancaman yang tak tampak jelas menunggu untuk diuji.
"Bagus, Elarya," kata Kael, melihat reaksinya dengan tatapan yang penuh penilaian. "Kamu sudah mulai mengendalikan aliran kekuatan dalam tubuhmu. Tapi jangan terlalu cepat merasa puas. Latihan ini belum berakhir."
Elarya menarik napas panjang, menenangkan dirinya. "Aku mengerti," jawabnya. Namun meskipun ia mencoba untuk terlihat tenang, dalam hatinya ada perasaan cemas yang sulit untuk ia sembunyikan. Setiap langkah yang ia ambil di sini, dalam gua ini, seolah menggali lebih dalam ke dalam dirinya sendiri—termasuk bagian yang ia sendiri tidak sepenuhnya mengerti.
"Jika kamu merasa siap, kita akan lanjutkan ke latihan berikutnya," kata Kael, bergerak mendekat dan memegang sebuah kristal yang tergeletak di dekat batu besar tempat mereka berdiri. Kristal itu memancarkan cahaya lembut, seolah hidup, dan berputar pelan di tangan Kael.
"Kristal ini mengandung energi yang sangat kuat. Sebagian besar dari kita, saat pertama kali memulai latihan dengan cahaya, akan menggunakannya untuk menguji kontrol dan presisi. Tapi ini bukan hanya tentang menyalurkan energi ke objek—ini tentang bagaimana kamu menyalurkan kekuatanmu tanpa menghancurkan apa pun di sekitarmu."
Kael menyodorkan kristal itu kepada Elarya, dan meskipun terasa ringan di tangannya, ia bisa merasakan sesuatu yang sangat kuat mengalir melalui batu itu. Cahaya dalam kristal itu terasa begitu akrab, seperti sebuah bayangan dari cahaya yang ada di dalam tubuhnya.
"Sekarang," kata Kael, "Cobalah untuk mengarahkan cahayamu ke kristal ini. Fokuskan energimu ke dalamnya. Rasakan bagaimana cahaya itu masuk ke dalam batu, tanpa menghancurkannya. Kontrol energi itu, seperti kamu mengalirkan air ke dalam gelas."
Elarya mengangguk dan memfokuskan perhatiannya. Ia merasakan segel cahaya dalam dirinya bergetar, merespons setiap instruksi yang Kael berikan. Dengan hati-hati, ia menyalurkan sedikit energi ke dalam kristal itu. Awalnya, tidak ada perubahan yang terjadi. Namun, perlahan, cahaya di dalam kristal itu mulai bersinar lebih terang. Cahaya itu terasa semakin hidup, semakin nyata, seperti ia bisa merasakannya mengalir dalam setiap serat tubuhnya.
"Tahan... Tahan," Kael memperingatkan dengan lembut, matanya terfokus pada kristal yang dipegang Elarya. "Jangan biarkan cahaya terlalu kuat. Kamu hanya perlu memberikan sedikit dorongan agar energi kristal itu meresap, bukan memaksanya untuk menerima lebih dari yang bisa ia tahan."
Elarya menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri dan mengontrol aliran cahaya. Ia merasa kehangatan dalam tubuhnya, dan semakin lama semakin bisa merasakan kekuatan yang ada dalam kristal itu. Perlahan-lahan, ia mulai mengatur kekuatannya. Cahaya itu tidak lagi membesar secara tak terkendali, melainkan mengalir dengan tenang, menyesuaikan dengan kekuatan yang dapat ditampung oleh kristal.
Setelah beberapa detik, ia berhenti dan melihat kristal itu kembali redup. Meskipun cahaya di dalamnya tidak lagi bersinar dengan terang seperti sebelumnya, Elarya merasa bahwa ia telah berhasil mengendalikan kekuatan itu. Rasa lega melanda, meskipun ada sedikit kekhawatiran tentang sejauh mana ia bisa mengontrolnya di masa depan.
"Bagus," Kael berkata dengan suara yang penuh kepuasan. "Kamu sudah mulai menguasai kontrol atas kekuatanmu. Sekarang, kita akan lanjutkan ke tahap berikutnya."
Elarya merasa sedikit lega, tetapi ia tahu bahwa ini bukan akhir dari perjalanan panjang yang harus ia lalui. Setiap latihan membawa tantangan baru, dan meskipun ia sudah mulai merasakan cahaya dalam dirinya, ia juga tahu bahwa ada bahaya besar yang bisa datang kapan saja. Kegelapan yang Kael bicarakan, ancaman yang lebih besar daripada segel itu sendiri, masih menunggu di luar sana.
Mereka melanjutkan latihan mereka sepanjang hari. Elarya berlatih mengendalikan cahaya dengan lebih presisi, memusatkan kekuatan pada objek-objek yang berbeda: dari kristal, hingga batu, dan bahkan udara di sekitar mereka. Meskipun setiap latihan terasa semakin sulit, Elarya bisa merasakan kekuatan itu semakin mengalir dalam dirinya, seolah semakin mengakar dan menjadi bagian dari dirinya.
Ketika malam datang, dan mereka kembali ke ruang tempat mereka menginap, Elarya duduk di depan api unggun, merenung. Cahaya yang ada dalam dirinya, segel yang telah diberikan oleh ayahnya, tidak lagi terasa seperti hal yang asing. Sekarang, ia mulai memahami sedikit demi sedikit bagaimana cara mengendalikannya, meskipun ia tahu masih banyak yang harus dipelajari.
Kael duduk di sampingnya, seolah memahami perasaan Elarya. "Kamu melakukannya dengan baik hari ini," kata Kael dengan lembut. "Tetapi, ingatlah, Elarya. Kamu baru saja membuka pintu ke dalam kekuatan yang lebih besar. Tidak hanya tentang mengendalikan cahaya, tetapi juga tentang menjaga agar cahaya itu tidak menjadi berbahaya."
Elarya mengangguk, matanya menatap api yang berkobar di hadapannya. "Aku tahu. Tapi bagaimana aku bisa yakin bahwa aku tidak akan kehilangan kendali atasnya suatu saat nanti? Bagaimana jika aku tidak cukup kuat?"
Kael tersenyum dengan penuh pengertian. "Kepercayaan pada dirimu adalah kunci, Elarya. Kamu harus belajar untuk mempercayai bahwa cahaya itu ada di dalam dirimu untuk alasan yang baik. Itu bukan hanya kekuatan. Itu adalah bagian dari dirimu, yang harus kau jaga dan pelihara dengan hati-hati."
Elarya terdiam, mencoba merenungkan kata-kata Kael. Cahaya itu, meskipun kini lebih terkontrol, tetap menjadi kekuatan yang tidak bisa dianggap remeh. Bagaimana pun juga, kekuatan yang besar akan selalu mengundang bahaya, dan hanya dengan pengendalian yang tepat ia bisa menggunakannya untuk tujuan yang benar.
"Aku akan berusaha," jawab Elarya, suara pelan namun penuh tekad.
Kael mengangguk. "Itu yang harus kau lakukan. Jangan pernah ragu pada diri sendiri, Elarya. Ingat, perjalananmu baru saja dimulai."
Dengan kata-kata itu, Elarya merasa seolah ada beban yang sedikit berkurang dari pundaknya. Ia tahu bahwa jalan yang ada di depannya tidak akan mudah. Namun, dengan cahaya yang ada dalam dirinya, ia merasa ada harapan. Kini, ia hanya perlu terus belajar, terus berlatih, dan lebih memahami kekuatan besar yang telah dipercayakan padanya.
Sementara itu, jauh di luar gua tempat mereka berlatih, di dunia yang lebih luas, ancaman yang lebih besar perlahan mulai bergerak. Dunia yang penuh dengan kegelapan, yang menunggu untuk menguji sejauh mana Elarya mampu bertahan. Tetapi untuk saat ini, Elarya hanya bisa fokus pada langkah-langkah kecil yang harus ia ambil, satu demi satu.