Sweet Alexsandra, seorang gadis yang memiliki sifat dingin. Ia dipaksa untuk menikahi seorang lelaki kejam demi keuntungan bisnis orang tuanya. Perusahaan lelaki itu begitu sulit ditaklukkan. Sehingga gadis itu digunakan sebagai alat. Sweet harus rela melepaskan segala mimpinya. Menjadi seorang istri dari lelaki yang sama sekali tidak menganggap dirinya ada. Lelaki yang selalu menganggapnya sebagai pecinta harta.
Hidup tanpa cinta sudah menjadi hal lumrah baginya. Mungkinkah ia akan mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"Jadi kau di sini?"
Sweet kembali dikejutkan dengan suara seseorang. Ia langsung bangun dan melihat siapa yang mendatanginya.
"Kau ingin terus di sini atau ikut pulang denganku?" Ya, siapa lagi jika bukan Alex. Lelaki yang selalu menghantui kehidupan Sweet. Alex melangkah pergi meninggalkan Sweet. Dengan malas Sweet mengikuti langkah besar Alex.
Sepanjang perjalanan pulang, keduanya saling bungkam. Terhanyut dalam pikiran masing-masing. Sweet terus menatap lampu jalanan dari balik jendela, tatapan yang begitu kosong.
"Jika kau menginginkan kalung ini, maka berusahalah lebih keras. Pintarlah dalam mengambil keputusan," ujar Alex memecah keheningan. Sweet sedikit bergerak, tetapi masih enggan untuk melihat lawan bicaranya.
"Jangan pernah membuatku kehilangan rasa sabar, apa pun permainan yang kau lakukan, akan aku ikuti. Dan aku tidak akan melepaskan dirimu dan juga keluarga licikmu itu." Ujar Alex ambigu. Sweet terlihat berpikir keras, mencerna ucapan lelaki di sampingnya. Sikap Alex memang kembali kasar sejak siang tadi, setelah pertemuan Sweet dengan Charlotte.
"Satu lagi, jangan pernah berfikir untuk pergi dariku. Karena aku tidak akan membiarkanmu melangkah walau satu jengkal," timpal Alex sedikit mengancam Sweet. Gadis itu masih memilih untuk diam. Alex menoleh untuk melihat Sweet yang sama sekali tidak menghiraukan perkataannya. Perasaannya mendadak kesal, padahal biasanya juga ia selalu diabaikan seperti ini. Kali ini berbeda, Alex benar-benar tidak suka jika Sweet mendiamkan dirinya.
Alex merengkuh pinggang ramping Sweet dengan kedua tangannya. Mengangkat tubuh ringannya untuk duduk dipangkuan. Pemilik tubuh mungil itu terkejut bukan main, tubuh kecilnya kini sudah berada dalam rengkuhan tangan kekar Alex. Mata bulat gadis itu semakin melebar sempurna.
"Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" Sweet terus memberontak supaya Alex melepaskan dirinya. Namun Alex benar-benar mengunci rapat tubuhnya dalam pangkuan.
"Cium aku," perintah Alex membuat gadis itu mengalami keterkejutan untuk yang kesekian kali.
"Apa kau tuli? Cium aku," ulang Alex penuh penekanan. Bukan sebuah ciuman yang Alex dapat, melainkan sebuah tamparan dari tangan mungil Sweet.
"Brengsek! Apa kau pikir aku wanita murahan, dapat kau perintah sesuka hati. Aku punya harga diri," hardik Sweet kembali memberontak. Namun dengan sekali hempasan, Alex membuatnya terlentang tak berdaya.
"Sudah aku ingatkan padamu, jangan membuatku kehabisan rasa sabar, aku bisa menghabisimu saat ini juga. Atau mungkin kau ingin aku melakukan lebih dari ini? Bukankah kau mengatakan jika kau menyukai banyak lelaki, biar aku mencicipimu juga, sebagaimana mereka melahapmu hingga habis."
"Brengsek! Jangan bicara sembarangan," umpat Sweet berusaha mendorong dada lebar Alex. Alex tertawa puas melihat ketakutan di wajah Sweet.
"Jangan pernah mengabaikanku," ucap Alex yang langsung melahap habis bibir ranum Sweet. Gadis itu terus memberontak, mengerahkan sekuat tenaga untuk lepas dari kukungan Alex. Sweet mulai kehabisan pasokkan oksigen, dan terus memukul dada Alex agar melepaskannya.
Uhuk!
Sweet terbatuk saat Alex melepas pangutannya, meraup udara sebanyak mungkin. Napasnya tercekat, masih kaget dengan apa yang baru saja terjadi.
"Sangat buruk. Bahkan kau sangat bodoh dalam hal ini," ujar Alex melepaskan rengkuhannya. Sweet yang mendengar itu langsung menepis tangan Alex yang masih menempel di pipinya. Beringsut untuk duduk kembali, sambil merapikan pakaiannya yang berantakan. Sedangkan Alex tersenyum senang melihatnya. Lelaki itu sedikit melonggarkan dasi di lehernya.
"Lupakan apa yang kau lihat tadi," perintah Alex pada sang driver. Lelaki paruh baya itu hanya mengangguk dan tak berani untuk sekedar melirik Tuannya.
"Dan kau, Ana. Perbanyaklah latihan untuk membuatku senang," lanjut Alex sambil menatap Sweet remeh. Gadis itu langsung memalingkan wajahnya. Perbuatan Alex membuatnya marah, terlihat jelas dari pipinya yang merah padam dan napasnya yang naik turun.
"Kau tahu, Ana. Aku paling tidak suka diabaikan, juga dibantah. Jika kau ingin aku bersikap baik, menurutlah padaku. Permintaanmu malam itu masih berlaku, aku hitung sampai sepuluh. Jika kau tidak mendekat, aku akan mengabaikan keluargamu di sana," ujar Alex yang lebih tepatnya ancaman bagi Sweet. Sweet yang mendengar itu langsung menoleh dan memberikan tatapan tajam.
"Satu.... "
"Dua...." Sweet masih setia ditempatnya, tidak berniat untuk bergerak walau hanya sejengkal.
"Tiga.... Aku tidak pernah main-main dengan ucapanku. Saat ini keluargamu sedang dikejar musuh, dengan kondisi menyedihkan. Makan dua hari pun belum tentu, jika aku mengabaikannya bukankah sangat menyenangkan?"
Mendengar itu, Sweet langsung bergeser mendekati Alex. Menarik kasar kerah kemeja Alex hingga tak ada lagi jarak di antara mereka.
"Katakan, apa yang sebenarnya terjadi pada mereka? Apa kau memang susah tahu tentang mereka?" tanya Sweet dengan mata yang mulai memerah. Kedua netra itu terasa begitu panas. Sweet terus mengunci netra biru milik Alex, menunggu sebuah jawaban.
"Kau sangat tidak sabaran, Sayang." Alex menyentuh pipi mulus Sweet dengan berirama. Menarik dagu mungil itu perlahan, memperlihatkan dengan jelas rona merah di pipinya.
"Katakan, aku mohon," ucap Sweet sedikit melemah. Ia benar-benar khawatir dengan keadaan orang tua dan kedua adiknya di sana. Bagaimana keadaan dan kondisi mereka? Sweet sendiri tidak tahu.
Menangislah, aku ingin melihat wajah memelasmu, Ana.
"Aku mohon," ulang Sweet tanpa menitikan air mata sedikit pun, tidak sesuai yang diharapkan Alex. Sweet cukup sadar posisinya saat ini, menangis tidak akan membantunya sama sekali.
"Duduklah seperti tadi," pinta Alex agar Sweet kembali duduk di atas pangkuannya. Sweet terlihat berpikir keras, lalu ia pun memutuskan untuk menuruti keinginan Alex. Yang ia butuhkan adalah informasi tentang keluarganya.
"Ah, akan lebih manis jika kau bersikap seperti ini setiap hari," ucap Alex menarik jemari lentik Sweet, dan mengecupnya pelan.
"Cepat katakan," pinta Sweet tidak sabaran. Alex tertawa renyah mendengarnya, kemudian meletakkan kedua tangannya di pipi Sweet.
"Sabarlah sedikit, aku tidak akan lari. Kau sangat cantik dengan rona merah di pipimu," goda Alex seraya menyelipkan helaian rambut Sweet di telinga. Sweet berdecak kesal, merasa dirinya tengah dipermainkan.
"Kita sudah sampai, Tuan." Ujar sang driver saat mereka sudah sampai di mansion.
"Keluarlah," perintah Alex degan tegas. Lelaki paruh baya itu pun langsung keluar dari mobil. Kini tersisa sepasang kekasih di dalam sana. Ah, hubungan mereka tidak bisa dikatakan sebagai pasangan kekasih. Karena keduanya lebih banyak beradu argumen dari pada menunjukkan kasih sayang.
"Jika kau tidak ingin bicara, lebih baik aku turun." Sweet hendak bangun, namun Alex tetap mempertahankan posisinya.
"Apa hadiah untukku jika aku mengatakan semuanya?" tanya Alex membenamkan wajahnya dileher Sweet. Membuat gadis itu bergidik geli.
"Tolong jangan seperti ini," pinta Sweet mendorong Alex agar sedikit menjauh. Lelaki itu tersenyum samar, menatap dalam netra coklat milik Sweet. Sweet sedikit menunduk, ia tidak terbiasa begitu intim dengan lelaki seperti ini.
Alex kembali menarik dagu Sweet, memberikan sebuah kecupan singkat di bibir ranum istrinya. Sweet terkesiap dengan apa yang Alex lakukan barusan. "Anggap saja hadiah untukku."
Sweet menelan air ludah yang mulai mengering, sedikit mencari posisi nyaman. "Aku ingin mendengar tentang mereka," ujar Sweet.
"Mereka sedang dalam bahaya, begitu banyak yang mengincarnya. Bahkan anak buahku tidak dapat menemukan mereka dengan mudah, karena anak buah mereka lebih banyak."
Raut wajah Sweet langsung berubah pucat, perasaan cemas dan takut berkecamuk dalam hatinya. "Bagaimana kondisi mereka?"
"Aku hanya mengambil satu hadiah, jadi tidak ada jawaban untuk yang kedua. Turunlah, sebelum aku benar-benar memakanmu di sini," jawab Alex.
Cup! Sweet memberikan kecupan dibibir Alex. Membuat sang empu kaget bukan kepalang. "Aku hanya ingin mendengar tentang keadaan mereka." Sweet membenamkan wajahnya di dada bidang Alex. Rasa khawatir dan cemas merobohkan segala pertahanannya. Sweet menangis dalam dekapan Alex.
"Mereka dalam keadaan tidak baik, kedua orang tuamu sedang sakit. Aku mencoba memberikan pertolongan pada mereka, tetapi mereka menolak dan lari. Anak buahku masih mencari keberadaan mereka," jelas Alex merasa kasihan pada Sweet. Hati nuraninya sedikit tergerak saat mendengar isakkan yang keluar dari bibir Sweet. Mendengar penjelasan Alex, Sweet semakin terisak.
"Bahkan aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk mereka," keluh Sweet memukul bahu Alex. Sang empu memilih diam, membiarkan Sweet meluapkan perasaannya. Sekejam apa pun Alex, pasti luluh jika mendengar tangisan seorang wanita. Tangan kanan Alex bergerak ragu untuk mengusap rambut hitam Sweet. Untuk pertama kalinya seorang wanita menangis dalam dekapannya. Dengan kaku, Alex mengusap pelan rambut hitam Sweet. Cukup lama Sweet menangis. Alex juga membiarkannya, yang tepatnya ia bingung harus melakukan apa.
Lima belas menit berlalu, tangisan Sweet pun mulai redam. Berganti dengan suara dengkuran halus. Layaknya anak kecil, Sweet tertidur setelah menangis dalam dekapan Alex.
"Hah, jadi aku harus menggendongmu ke dalam? Kau sangat merepotkan, Ana." Alex pun benar-benar menggendong Sweet ala bridal style. Beruntung malam, tidak ada yang melihat dirinya saat ini. Jika tidak, semua orang akan langsung mencopot gelar kejam dan aroggant pada dirinya. Lalu menggantikan julukan itu dengan suami paling manis.