NovelToon NovelToon
My Lovely Pilot Forever

My Lovely Pilot Forever

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duniahiburan / Dikelilingi wanita cantik
Popularitas:11.7k
Nilai: 5
Nama Author: RUDW

Kisah ini mengisahkan tentang seorang gadis lugu dan seorang pilot playboy yang saling jatuh cinta. Pertemuan pertama mereka terjadi di dalam pesawat, ketika sang pilot memenuhi permintaan sepupunya untuk mengajak seorang gadis lugu, ke kokpit pesawat dan menunjukkan betapa indahnya dunia dari ketinggian, serta meyakinkannya untuk tidak merasa cemas. Tanpa diduga, pertemuan ini justru menjadi awal dari kisah mereka yang dimulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RUDW, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Calon Istri

Selesai makan, mereka membereskan dapur dan perlengkapan masak bersama, sambil diselingi candaan serta godaan Xander yang terus saja membuat pipi Clarissa memerah.

"Aku mau mandi dulu," pamit Clarissa begitu semuanya beres. Xander, yang masih mencuci tangan, berbalik menatap gadis itu dengan sorot mata dalam. "Mau mandi bareng?" tanyanya dengan senyum menggoda.

Clarissa melotot dan langsung menyilangkan tangan di dada. Respons spontan itu justru membuat tawa Xander meledak sebelum ia mendekat. "Sweety, apa yang kau pikirkan dalam otak kecilmu ini?" tanyanya masih tergelak.

Clarissa mendengus dan segera mengamankan ekspresinya. Wajar jika dia langsung bersikap seperti tadi, mengingat apa yang dilakukan Xander pada bibirnya beberapa waktu lalu. "Ti-tidak ada apa-apa," jawabnya gugup, lalu pergi ke kamar mandi tanpa melihat bagaimana Xander masih tertawa gemas melihat kegugupannya.

Sementara itu, Xander duduk di sofa, menunggu Clarissa sembari fokus pada ponselnya. Rupanya, dia sedang bertukar pesan dengan Mirabella—adik sepupunya. Ia berterima kasih pada gadis itu karena memberikan kode pintu sekaligus memperingatkan tentang keputusan yang telah diambilnya.

"Jangan main-main, Bella. Kamu tahu, Uncle dan Aunty sangat menjagamu sejak dulu."

"I know, Brother. And don’t worry, kali ini keputusanku tidak berubah, dan aku yakin."

Xander mendesah membaca balasan Mirabella. Dia tahu adik kecilnya sudah beranjak dewasa, tetapi dalam hal masa depan gadis itu, tentu dia tidak ingin ada kesalahan.

Saat masih termenung, tiba-tiba ponsel Clarissa yang tergeletak di meja bergetar. Xander melirik sekilas dan mencoba mengabaikannya, tetapi panggilan itu terus berulang dengan nama kontak Suster Marta yang terpampang di layar. Xander berpikir mungkin panggilan ini penting, jadi dia mengangkatnya sambil menunggu Clarissa. Meski terlihat lancang, dia sedikit terusik oleh kekhawatiran akan adanya urusan mendesak.

"Halo?" sapa Xander. Namun, tidak ada sahutan dari seberang. Rupanya, Suster Marta terkejut mendengar suara pria. Ia kembali memastikan kontak yang dihubunginya dan yakin itu memang milik Clarissa.

"Siapa ini?" tanya Suster Marta.

"Saya... kekas... eh—" Belum selesai Xander menjawab, ponsel yang ditempelkan di telinganya tiba-tiba direbut oleh seseorang. Rupanya Clarissa, yang sudah selesai mandi dan berpakaian lengkap. Ia mengenakan baju tidur berbahan satin dengan lengan pendek.

Mereka bertatapan sebentar sebelum Clarissa berdehem dan menjawab panggilan yang masih tersambung. Namun, matanya tetap tertuju pada Xander.

"Ya, Suster. Ini Clarissa. Maaf tadi sedang di kamar mandi," ucapnya.

Wajah gadis itu tiba-tiba berubah gugup. Sepertinya, Suster Marta menanyakan sesuatu yang cukup sensitif.

"Dia Xander, kekasihku," jawab Clarissa dengan nada ragu, sementara Xander justru merasa bangga karena gadis itu tidak ragu memperkenalkannya sebagai kekasih—padahal mereka baru saja resmi berpacaran. Ia sempat mengira Clarissa butuh waktu sebelum memberi tahu keluarganya.

"Ya, Suster. Aku akan memperkenalkannya nanti."

"Tidak, Sus... Ya, kalau ada waktu liburan yang cukup, aku akan pulang ke sana."

"Baik."

"Sampaikan salamku untuk anak-anak panti."

Panggilan itu berakhir, dan Clarissa menghela napas panjang.

Ia kembali menatap Xander yang kini duduk bersandar dengan tangan terlipat, menatapnya dengan penuh arti.

"Kenapa?" tanya Clarissa heran.

"Kamu memperkenalkan aku kepada keluargamu. Aku jadi berpikir, perlu nggak ya aku segera memperkenalkanmu sebagai calon istriku kepada Mommy dan Daddy?"

Clarissa melotot kaget. Itu terlalu cepat, bukan? Dan… apa tadi? "Calon istri?"

"Ya, tentu saja. Umurku sudah cukup matang untuk sekadar berpacaran, Sweety."

Clarissa menelan ludah kasar. Dia belum berani menjawab. Bukan karena ragu, tetapi ini terlalu mendadak.

"Jangan dipikirkan dulu," lanjut Xander sambil tersenyum lembut. "Aku juga nggak akan memaksa menikah sekarang. Kita masih punya waktu untuk saling mengenal lebih jauh."

Clarissa menghembuskan napas lega dan mengangguk samar.

"Aku mandi dulu," pamit Xander, lalu beranjak ke kamar mandi.

Clarissa masih terpaku, tetapi tidak lama kemudian dia mendengar panggilan.

"Sweety, tolong ambilkan pakaian gantiku. Di sini nggak ada handuk panjang, jadi aku ganti di kamar mandi saja," ucap Xander sedikit berteriak.

Clarissa melirik ke sekeliling. "Aku tidak menemukannya. Ada di mana?" sahutnya.

"Buka koper. Ada kaos dan boxer," pinta Xander lagi.

Clarissa melirik sebuah koper kecil di dekat pintu kamar. Ia mendekat lalu membukanya. Seketika matanya membulat mendapati beberapa boxer dan celana dalam Xander yang menjadi pemandangan pertama di dalam koper.

"Ya ampun, apakah aku perlu memegang ini?" gumamnya ragu.

"Sweety, cepatlah! Aku kedinginan!"

"Iya, sabar!"

Akhirnya, tanpa berpikir lebih jauh, Clarissa mengambil pakaian secara acak—kaos dan boxer pria itu—lalu melangkah mendekati pintu kamar mandi dan mengetuk pelan.

Kepala Xander sedikit menyembul keluar. Melihat tangan Clarissa bergetar dan ekspresinya yang enggan menatapnya, dia nyaris tertawa.

"Thank you, Sweety. I love you," ucapnya santai.

Clarissa hanya mengangguk, meski jujur, kalimat itu sukses menghangatkan perasaannya.

Ia segera kembali ke sofa dan duduk dengan tenang. Tidak lama kemudian, Xander keluar sambil menggosokkan handuk kecil ke rambutnya yang masih basah.

"Sweety, apakah kamu kekurangan handuk?" tanyanya tanpa maksud apa pun.

"Ada di ranjang baju kotor. Belum sempat ku-laundry," jawab Clarissa.

Xander mengangguk lalu duduk di sampingnya. Tidak hanya itu, ia juga merebahkan kepalanya di atas pangkuan Clarissa.

Tentu saja gadis itu sedikit tersentak dan menatapnya penuh tanya.

"Keringkan rambutku, sayang," pinta Xander, menyerahkan handuk tadi ke tangan Clarissa.

Clarissa menghela napas panjang, lalu mengambil handuk kecil yang diberikan Xander. Dengan gerakan lembut, ia mulai mengusap rambut pria itu, berusaha mengeringkannya. Xander memejamkan mata, menikmati setiap sentuhan Clarissa yang terasa begitu nyaman.

"Kamu capek?" tanya Clarissa pelan.

"Sedikit," gumam Xander, masih bersandar di pangkuannya. "Tapi kalau begini, aku merasa lebih rileks."

Clarissa mendengus kecil, pipinya mulai terasa hangat. "Dasar manja."

Xander membuka matanya, menatap Clarissa dengan senyum menggoda. "Hanya kepadamu, Sweety."

Clarissa berusaha mengalihkan pandangannya ke arah lain, tetapi Xander dengan cepat menggenggam tangannya erat.

"Clarissa," panggilnya lirih.

"Apa?"

Xander bangkit perlahan, duduk menghadapnya. Tangannya masih menggenggam tangan Clarissa, lalu ibu jarinya mengelus punggung tangan gadis itu dengan lembut.

"Kamu sadar nggak kalau aku benar-benar serius denganmu?"

Clarissa terdiam. Jantungnya berdebar kencang.

"Jangan terlalu dipikirkan sekarang. Kita jalani saja dulu, oke?"

Clarissa mengangguk pelan. "Oke, kak"

Xander tersenyum puas, lalu mengecup keningnya sekilas sebelum kembali menyandarkan kepala di pangkuan Clarissa.

"Aku mengantuk," gumamnya pelan.

Clarissa tersenyum kecil dan kembali mengusap rambutnya dengan lembut.

Clarissa terus mengusap rambut Xander dengan lembut, sementara pria itu menikmati setiap sentuhan hangat dari jemari kekasihnya. Sesekali, ia membuka matanya dan menatap Clarissa dalam diam, seolah ingin menghafal setiap detail wajah gadis itu.

Suasana ruangan itu terasa begitu nyaman, hanya ada mereka berdua dalam keheningan yang menyenangkan. Namun, setelah beberapa saat, Xander mengubah posisi dan duduk tegak, menatap Clarissa dengan ekspresi serius.

"Aku nggak mau pulang malam ini," ucapnya tiba-tiba.

Clarissa mengerjap bingung. "Kenapa?"

Xander tersenyum kecil. "Aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamamu, sweety. Aku sangat merindukanmu."

Pipi Clarissa langsung memanas. "Kamu baru pulang ke Berlin hari ini. Apakah tidak sebaiknya pulang dulu bertemu keluarga mu? Kita juga sudah bersama selama beberapa jam, bukan."

"Itu nggak cukup," potong Xander cepat. "Aku ingin lebih lama di sini, menikmati waktuku denganmu tanpa perlu buru-buru pulang. Tenang saja. Aku sudah memberi tahu mama kalau sedang bersama calon menantunya saat ini" Jawab Xander tenang tanpa memikirkan bagaimana jantung Clarissa berpacu tidak karuan saat ini.

Clarissa menatap pria itu ragu. "Tapi kak Xander... ini sudah malam, dan kita..."

Xander mendekat, menyentuh jemari Clarissa. "Aku nggak akan melakukan hal yang membuatmu merasa tidak nyaman, sweety. Aku hanya ingin berada di dekatmu."

Mendengar nada tulus dalam suaranya, Clarissa sedikit melunak. Lagipula, Xander memang selalu menjaga batas sejauh ini, meski sering kali menggoda.

"Jadi... boleh?" Xander menatapnya penuh harap.

Clarissa menghela napas pelan, lalu mengangguk. "Baiklah."

Senyum Xander melebar, lalu ia menarik Clarissa ke dalam pelukannya. "Terima kasih, sayang."

Clarissa membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan hangat itu, merasakan degup jantung Xander yang stabil.

Tanpa sadar, malam itu mungkin menjadi lebih panjang dari yang mereka duga.

Bersambung.....

1
RUDW
Hallo semua, Karya baru saya sudah launching. Jangan lupa dukung ya. Like, koment, vote yang banyak. Terima kasih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!