Kepercayaan adalah tonggak dari sebuah hubungan. Mempercayai seseorang bukanlah kesalahan, namun mempercayai seseorang yang baru kita kenal itulah yang bisa menjadi sebuah kesalahan. Dan.. Inilah yang terjadi pada Nadien, hidupnya yang damai seketika berubah menjadi penuh tekanan dan rasa sakit. Jiwa dan raganya disakiti terus menerus oleh pria yang ia cintai, pria yang mulut nya berkata Cinta. Namun, terdapat dendam di balik itu semua.
Akankah Nadien mampu melewati ujian hidupnya dan membuat pria tersebut mencintainya? Ataukah, memilih menyerah dan pergi meninggalkan pria yang selama ini telah menyakitinya?
Penasaran..? Cuss langsung baca ceritanya, di cerita baru Author Dendam Dibalik Cinta Mu by. Miutami Rindu🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miutami Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maraton Jantung di Pagi Hari
Bi Sari dengan sabar menunggu Nadien berhenti menangis, tanpa lelah Bi Sari memberikan usapan lembut nan tulus memberikan ketenangan dan kekuatan bagi Nadien.
Nadien mengurai pelukan nya, menyisakan isakan kecil bahkan gadis itu berusaha menghapus air mata yang membasahi pipinya.
"Non Nadien baik-baik aja?" Nadien menganggukan kepalnya.
"Duduk dulu Non. Biar bibi ambilin minum dulu ya," Nadien menahan pergerakan bi Sari.
"Gak usah bi."
"Tapi Non--"
"Aku cuma butuh bibi. Bibi mau gak nemenin aku sebentar di sini ? " Pintanya lirih.
Bi Sari mengangguk patuh, kini keduanya duduk di bangku panjang yang ada di taman belakang rumah.
"Non Nadien," Nadien menoleh pada wanita di sampingnya, "Bibi boleh tanya sesuatu?" Nadien mengangguk.
"Kenapa Non Nadien menangis tadi?" Tanya Bi Sari hati-hati.
Nadien mengalihkan pandangan nya, "Aku cuma kangen aja bi sama orang tua aku. Andai mereka masih ada di sini, aku pasti bahagia. "
Bohong. Ya Nadien berbohong, ia tidak bisa mengatakan kalau ia teringat kejadian buruk itu. Nadien tak ingin membahasnya lagi, Nadien ingin berusaha melupakan kejadian yang menimpanya dan Nadien akan berusaha untuk tak mengingatnya lagi.
"Emangnya, orang tua Non Nadien kemana?"
"Mereka sudah meninggal Bi," sahut gadis itu sendu.
"Innalillahi.. Maaf Non bibi gak bermaksud--"
"Gak papa Bi." Nadien mengarahkan pandangan nya menatap wanita di samping nya dengan senyuman tipis.
"Bibi tau? Selama ini aku tinggal di panti asuhan. Pengurus panti bilang kalo orang tua ku meninggal karna mengalami kecelakaan dan saat itu usiaku baru satu tahun. Aku bahkan tidak ingat wajah kedua orang tua ku.." Ucap Nadien menerawang jauh.
Bi Sari menantap Nadien prihatin, "Selama ini aku selalu berjuang sendiri. Yang aku lakukan hanya belajar dan belajar, hanya untuk mendapatkan beasiswa supaya aku tidak putus sekolah dan bisa melanjutkan ke Universitas. Aku ingin suskes dengan hasil dan perjuangan ku sendiri, aku ingin tetap bisa berdiri walau tanpa tumpuan, walaupun aku tidak memiliki siapapun di dunia ini."
Bi Sari menatap Nadien kagum, ia melihat semangat yang membara di mata gadis itu. Bahkan walaupun pun hidup sendiri, tapi Nadien mampu menjalani hidupnya dengan baik.
"Semua berjalan lancar, sampai kejadian malam itu..." Wajah Nadien menunduk sedih.
Ada gurat kekecewaan dan ke marahan di sana. Hidup Nadien yang damai, tak ada masalah apapun yang menghampirinya tiba-tiba orang-orang tidak di kenalnya datang dan merusak segalanya. Kini membuat Nadien harus terjebak tanpa bisa melakukan apapun.
"Non, yang sabar yaa.. Bibi yakin di balik semua ini pasti ada hikmah nya, akan ada kebahagiaan yang nanti Non rasakan." Mengusap bahu Nadien lembut.
Nadien menganggukan kepalanya, menatap Bi Sari dengan mata berkaca-kaca.
"Makasih ya bi. Semenjak kenal bibi, Nadien sekarang gak mersa sendirian lagi.."
"Iya Non sama-sama, bibi juga seneng ada Non Nadien disini. Bibi berasa punya teman, walaupun kita seperti ibu dan anak." Gurau bi Sari dengan kekehan khas nya.
"Aku seneng kok kalo bibi mau nganggep Nadien anak," timpal Nadien.
"Non serius?" Lagi-lagi Nadien mengangguk.
Kini mereka berdua pun saling memeluk satu sama lain.
"Apa bibi belum menikah?" Seketika Bi Sari melepas pelukan menatap Nadientak terima.
"Non Nadien jangan salah. Walaupun sekarang Bibi Janda, tapi dulu Bibi udah pernah nikah tiga kali."
"Astaga ! Tiga kali? " Pekik gadis itu mengangkat tiga jarinya.
Bi Sari terkikik geli melihat ekspresi Nadien, "Anak bibi banyak dong?" Ujar Nadien lagi.
"Enggak. Anak bibi cuma satu, tapi udah nikah ikut suaminya."
"Oh.. Anak bibi perempuan?"
"Iya. Kalau sama Non Nadien, kayanya seumuran."
"Pantes Bibi baik banget sama aku. Keinget anak nya ya?"
"Hehe iya Non. Tapi, bukan karna itu juga. Bibi baik sama Non Nadien karna Non Nadien itu gadis yang tulus apa adanya, gak di buat-buat."
"Emang ada gitu, orang baiknya di buat-buat?"
"Ada.."
"Siapa?"
"Sekretaris nya Tuan malas," timpal Bi Sari malas. Membuat Nadien seketika menyerngit tak mengerti, lebih tepatnya tidak tau.
~~
Keesokan harinya. Nadien membuka matanya perlahan, gadis itu beringsut duduk.
"Jam berapa ini?" Gumam nya melihat jam diatas nakas.
Gadis itu mengucek-ngucek matanya, melihat arah jarum jam yang sudah menunjukan pukul 7 membuat mata gadis itu seketika membulat.
"Astaga! Aku kesiangan.." Nadien bergegas turun dari ranjang.
Gadis itu langsung melesat ke kamar mandi. Setelah selesai membasuh wajahnya, lalu mengikat rambut nya asal ke atas, gegas Nadien melesat ke luar. Tujuan nya saat ini adalah dapur dimana tempat Bi Sari nongkrong.
"Bibi.. Bi--" teriakan Nadien seketika menggantung saat mata nya bertemu dengan manik coklat milik Gavin.
Nadien mematung sesaat, hingga ia melangkah mendekati Gavin yang tengah duduk tenang di meja makan.
"Ka-kapan kamu pulang?" Tanya Nadien tergagap.
"Subuh tadi." Jawabnya singkat.
"Aku kok gak tau?" Memicingkan matanya.
"Kamu kan tidur." Balas Gavin cuek.
"O.. Iya juga sih," Nadien melengos hendak pergi menemui bi Sari.
"Baru bangun, hm?" Langkah Nadien seketika terhenti begitu mendengar pertanyaan yang di lontarkan Gavin.
"I-iya. Maaf aku terlambat bangun, semalam--"
"Lain kali jangan tidur terlalu malam gak baik buat kesehatan kamu," Pesan Gavin dengan pembawaan nya yang tenang.
Nadien berbalik, menatap Gavin dengan kening mengerut. Sejak kapan pria ini begitu memperhatikan nya?
"Em.. Iya.. Aku cari bi Sari dulu," sahut Nadien gugup.
"Bi Sari gak ada."
Nadien menghentikan langkahnya lagi, "Gak ada kemana?" Berbalik menatap Gavin.
"Ke pasar," jawab Gavin singkat.
"Kok bi Sari gak bilang aku?"
"Emang harus ya bilang ke kamu?"
"Iyaa. Soalnya aku mau ikut," bibir Nadien melengkung ke bawah.
"Kamu tau kan di luar belum aman buat kamu?" Ucap Gavin tegas.
"Aku tau. Tapi aku bosen di rumah terus," keluhnya.
"Tapi kalo kamu keluar sekarang itu terlalu beresiko. Aku belum menemukan orang-orang yang mengejarmu waktu itu. Bagaimana kalau mereka masih mencari mu?" Ujar Gavin menatap Nadien serius.
Nadien nampak memikirkan ucapan Gavin, tiba-tiba manik Nadien berubah berbinar menatap pria di depan nya.
"Bagaimana kalau kamu temani aku pergi keluar?" Usul Nadien antusias.
Wajah Gavin berubah serius, pria itu diam tak merespon. Hanya tatapan nya yang tak lepas menatap gadis berwajah polos, dengan ekspresi menggemaskan.
"Gak mau ya.. Yaudah deh gak papa, " wajah Nadien berubah muram.
"Kamu udah sarapan?" Tanya Nadien mengalihkan pembicaraan mereka.
Gavin menggeleng, "Mau aku buatin sesuatu?" Tanya Nadien lagi, ekspresi nya masih menyiratkan kekecewaan.
"Boleh."
"Kamu mau makan apa?" Tanya nya lesu.
"Apa aja."
Nadien mengangguk dengan senyum samar, gadis itu berbalik hendak memasak untuk Gavin.
Gavin merasa bersalah melihat Nadien yang sepertinya kecewa. Tapi, kenapa ia harus merasa bersalah? Toh ini juga demi keselamatan Nadien. Entahlah, ia merasa tidak enak sekarang.
Di dapur Nadien nampak sibuk dengan kegiatan nya, gadis itu begitu cekatan dalam memasak. Nadien yang selama ini hidup mandiri, sudah pasti memasak bukan lah hal sulit baginya.
Nadien memasak nasi goreng dengan udang crispy, namun saat Nadien ingin membuat adonan gadis itu terlihat mencari sesuatu.
"Bi Sari nyimpan tepung nya dimana sih?" Gumam gadis itu mencari-cari.
Nadien berjalan ke arah lemari di belakang nya, gadis itu nampak membuka satu persatu pintu lemari di dapur. Matanya beralih ke atas, Nadien berusaha membuka lemari atas. Gadis itu tersenyum lebar melihat tepung yang ia cari ada di sana.
Nadien mencoba meraihnya, namun sayang tangan nya tak sampai. Gadis itu sampai berjinjit tapi tetap saja tidak bisa, Nadien tidak menyerah gadis itu menjinjitkan kakinya lagi. Namun,sial tubuhnya yang mungil membuat ia kesulitan menjangkau benda itu.
"Perasaan bi Sari sama aku, lebih tinggi aku. Tapi, kenapa bisa bi Sari menyimpan tepung itu di atas sana." Batin nya menggerutu.
Tanpa di duga dari belakang seseorang mengambil tepung itu dengan mudah, padahal Nadien mati-matian meraihnya.
Nadien berbalik namun posisi mereka yang begitu dekat membuat Nadien membeku, pasalnya wajah Nadien berada tepat di depan dada Gavin. Wajah Nadien perlahan terangkat, menatap Gavin yang lebih tinggi darinya.
Tatapan keduanya beradu, saling menyelami perasaan masing-masing. Jantung Nadien berdetak cepat begitu melihat wajah tampan Gavin dengan jarak sedekat ini untuk yang ke dua kali nya.
Sedang Gavin hanya menatap Nadien tanpa ekspresi, keduanya masih saling menatap. Hingga suara bel di rumah itu berbunyi, menyadarkan kedua insan itu dari pikiran nya.
Gavin mundur beberapa langkah kebelakang, sedang gadis di depan nya nampak salah tingkah.
"Nih.. Kamu mau ambil ini kan?" Memberikan tepung itu pada Nadien.
"Em, ya. Makasih," menerima tepung itu.
"Aku harus buka pintu dulu." Lanjutnya dan di angguki Gavin.
Gadis itu melewati Gavin, tak lupa ia mematikan kompor yang masih menyala dan meletakkan tepung tersebut di meja.
Disetiap langkahnya Nadien tersenyum rasanya seolah-olah ada ribuan kupu-kupu yang mengelitik perutnya. Gara-gara tepung, Nadien bisa menatap Gavin dengan jarak yang sangat dekat. Dan itu sukses membuat jantung nya berdetak lebih cepat dari biasanya, Nadien menggelengkan kepalanya beberapa kali kemudian mempercepat langkahnya.
"Kenapa dia membuat jantung ku maraton di pagi hari?" Batin Nadien memegangi dadanya.
Melihat Nadien menghilang dari pandangan nya, Gavin menyunggingkan sudut bibirnya tipis.
Nadien membuka pintu, pandangan nya jatuh pada heels yang di gunakan seseorang di depan nya. Perlahan pandangan Nadien naik ke atas, gadis itu tersenyum ramah menatap wanita di depan nya.
Wanita tersebut cukup cantik bahkan penampilan nya begitu modis dan elegan, walaupun pakaian nya sedikit terbuka tapi terlihat sexi di tubuh rampingnya. Rambut coklat sebahu di gerai dengan di buat bergelombang.
Sedang wanita di depan nya itu menatap Nadien bingung, pasalnya ia baru pertama kali melihat wanita lain di rumah ini.
"Maaf cari siapa ya mbak?" Tanya Nadien sopan.
"Kamu siapa?" Balik bertanya.
"Sa-saya.." Nadien bingung mau menjawab apa, pertanyaan itu begitu mendadak.
"Sudahlah. Saya mau bertemu Gavin, apa dia ada di rumah?"
"Tu-tuan..?" Ucap Nadien tergagap.
"Iyaa. Apa Gavin ada di rumah?" Ucap nya sekali lagi.
"A-ada," jawab Nadien terbata.
Tanpa bicara wanita itu melenggang masuk, melewati Nadien begitu saja. Nadien yang bingung hanya berdiri diam, gadis itu menggelengkan kepalanya menutup pintu dan bergegas menyusul wanita tadi.
"Gavin! "
Gavin yang sedang duduk di meja makan menoleh pada sumber suara.
"Jessy ?"
Keduanya saling tatap, perbedaan nya gadis itu menatap Gavin dengan senyum merekah sedang Gavin hanya menatap wanita itu datar.
...****************...
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya..
Like, Vote and Komen, jangan lupa juga Hadiahnya. Terimakasih🤗