Menikah Karena Janji

Varrel dengan sangat lekat memerhatikan manik-manik mata istri ini, sepertinya ada rasa penyedap membuat ia terus-menerus ketagihan menatap wajah Olif. Keheningan pun terjadi cukup lama tidak ada pembicaraan di antara mereka berdua hanya saling menatap saja. Mereka seperti bergantian menarik nafas satu sama lain dan membuangnya perlahan lahan.

Detak jantung Olif semakin kuat, berlari meraton mengejar finis yang entah di mana. Bola matanya juga memerhatikan lekat manik-manik mata Varrel. Hindug yang mancung, alis yang tebal bulu mata sedikit lentik dan bibir yang seksi. Siapa sih yang enggak suka sama pria yang seperti ini. Kedua tangan Olif memegang tepat di belahan dada Varrel. Sangat terasa bentuk tubuh sixpack Varrel hanya dengan menyentuh saja, sedangkan kepalanya tak berkedip menatap makhluk tuhan sangat sempurna di depan matanya.

Setelah Varrel rasa puas menatap wajah Olif, laki-laki itu sangat ingin melanjutkan aksinya. Tentu sebagai pria normal pasti ubi Varrel sudah berdiri dari tadi, apalagi ia kini tengah bersentuhan dengan wanita yang telah menjadi istrinya. Pelan-pelan Varrel menurunkan kepalanya mencoba ketahap berikutnya, hingga membuat bibir mereka tersentuh. Dan tiba-tiba saja suara ketukan pintu menyadarkan keduanya.

Tok... Tok... Tok... "Varrel kenapa kamu mengunci pintu." terdengar suara Seli setengah berteriak. Wanita itu mendengus kesal saat ia rasa sangat susah membukakan pintu. Biasanya Varrel tidak mengunci pintu kenapa tiba-tiba dia mengunci pintu, pikir Seli. Apalagi tadi ia meninggal Varrel bersama Olif, ketua Humas baru, hal itu tentu saja membuat hatinya tak karuan memikirkan apa yang sedang mereka lakukan. Seli seakan tidak sabar terusan terusan menggedor pintu.

"Dobrak saja Bu, jangan-jangan wanita itu sengaja mengunci pintu Bu supaya dia bebas menggoda pak Varrel." Mira mengompor, wanita itu sangat tertarik saat situasi seperti ini. Memanas-manasi adalah keahliannya.

"Varrel buka pintunya." Seli berteriak, wanita itu nampak sudah mulai kehabisan kesabaran.

Seli memundurkan langkahnya beberapa langkah mencoba mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu. "Agr..." Seli dengan sekuat tenaga ingin mendobrak pintu, secara bersamaan pintu pun terbuka, Seli yang sudah terlanjur mendobrak pintu pun tergusur ke lantai.

"Aaaaa....." Seli tergeletak di lantai dengan berkas-berkas sudah berhamburan. Dia dengan sangat cepat melirik ke arah Varrel, dan menampati Varrel duduk di kursi kebesarannya sedangkan Olif duduk di kursi depan menja Varrel layaknya karyawan dan bos.

"Aaaauuu... hik... Rel... tolongin." rengek Seli mulai memainkan peran, seperti sebuah film drama.

Olif yang mendengar Seli merintis pun mencoba membantu. "Saya bantu Bu." Olif memegang bahu.

"Minggir kamu." Seli menepis tangan Olif.

"Aaauuu Rel... Kaki aku sakit banget." Seli semakin merintis kesakitan. Hingga mau tidak mau Varrel mengangkat tubuh Seli ke atas sofa. Seli yang sudah di angkat tubuhnya oleh Varrel tersenyum puas, lalu wanita itu menjulurkan lidahnya pada Olif, seolah olah memberi isyarah kau bukan tandingan ku.

Olif yang melihat melakukan Seli pun menggeleng kepalanya tak percaya, ia sempat berpikir tadi kalau Seli sakit beneran tapi saat melihat Seli menjulurkan lidah ke arahnya barulah ia menyadari bahwa itu semua cuma rekayasa semata agar Varrel menyentuhnya. "Dasar Bu Seli ganjen, saya tolongin enggak mau tapi giliran suami orang yang nolong gayanya mintak ampun."

"Aku akan menelpon Viki, untuk memeriksa keadaan mu." ucap Varrel setelah sesaat ia mendaratkan tubuh Seli di atas sofa.

"Jangan, aku hanya keseleo saja. Tidak apa-apa." tolak Seli sembari mengelus kaki putihnya sedikit memerah.

"Sini berikan kakimu biar aku saja yang mengurutnya." Varrel langsung mengambil alih, menepatkan kaki Seli di pahanya setelah sesaat ia duduk di pinggiran sofa.

Olif melihat itu kejadian itu sontak memegang dadanya, yang terasa sangat sakit bagaikan luka di kasih garam. Olif pun tidak tau kenapa dia merasa hati sangat sakit saat melihat Varrel menyentuh wanita lain. Ini kedua kalinya ia merasakan sakit di hati, pertama kemaren malam saat Varrel mengeluarkan kata-kata 'Pria dan tidak peduli' dan ini yang kedua, melihat Varrel sangat perhatian sama Seli. Ingin rasanya ia berteriak mengatakan stop. Tapi sepertinya itu tidak mungkin, karena di sini tidak ada satupun yang tau kalau ia dan Varrel adalah sepasang suami istri. Apa yang bisa di lakukan Olif selain memendamkan rasa sakit hatinya.

"Hay, kamu. Kenapa masih berdiri di situ cepat sana siap kan air panas, agar Varrel bisa mengompres kakiku." perintah Seli melirik Olif dengan ujung matanya.

Mendengar hal itu Varrel juga ikut melirik ke arah Olif, melihat wajah istrinya itu. Setelah memerhatikan beberapa saat Varrel pun langsung menyadari kalau kini Olif nampak kesal. Sebuah senyuman manis langsung tersungging, pria itu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini untuk membuat Olif cemburu.

"Iya cepat sana, ambilkan air hangat aku akan mengompres kaki Seli, kalau tidak nanti kulitnya jadi rusak." Varrel memerintahkan seraya tersenyum dalam hati.

"Apa... Dia dia percaya kalau wanita itu kesakitan." Olif tak habis pikiran, dia ini bodoh atau apa sih bisa-bisa di tipu.

"B-Baik." Olif memelototi Varrel sekilas setelah itu barulah ia pergi mengambil air hangat.

Setelah beberapa menit kemudian Olif pun kembali seraya menenteng gelas besar, karena memang di sini tidak ada baskom jadi Olif menuangkan air hangat itu kedalam gelas yang cukup lumayan besar. sedangkan tangan Olif satu lagi memegang sapu tangan. Olif meletakkan apa yang ia bawa di atas meja tepat di samping Varrel.

"Terimakasih" ucap Varrel sekilas lalu langsung mengambil sapu tangan dan mencelupkan ke dalam air hangat. Meletakkan kain itu ke kaki Seli, yang mana sadari tadi wanita itu tidak henti-hentinya merintis kesakitan.

"Aaauuu... Panas... Panas..."

Hedeh dasar ni pemeran antagonis keasikan nonton suara hati manusia sih, makanya bisa jadi keyek gini 🤦.

Vote.... Vote....