Jia menemukan kembali arah hidupnya setelah dia bercerai dari Alex.
Namun siapa sangka, perceraian itu membuat Alex kehilangan pijakan kakinya.
Dan Rayden adalah bocah kecil berusia 4 tahun yang terus berharap mommy dan daddy nya kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AD BAB 18 - Janji Ina
"Rayden! buka pintunya sayang!" teriak Sofia, dia terus mengetuk pintu kamar sang cucu yang ditutup rapat dari dalam.
"Rayden!"
"Rayden!"
Tidak peduli namanya terus dipanggil, Rayden terus menangis di dalam kamarnya sendiri.
Tubuhnya nasih basah, masih menggunakan baju renang nya tadi.
"Mommy bohong, mommy jahat, mommy tega meninggalkan Rayden," ucap anak kecil ini diantara tangis yang terus dia keluarkan.
Kebersamaannya dengan sang ibu kembali berputar dengan jelas diingatan Rayden, sebuah kenangan yang Rayden yakini kini akan sulit untuk dia dapatkan.
"Rayden!" teriak Sofia lagi, sebenarnya bisa saja dia membuka pintu itu menggunakan kunci cadangan, namun Sofia tidak melakukan itu, dia ingin sang cucu membukakannya secara langsung.
"Izinkan saya yang membujuk tuan muda Nyonya," ucap Ina, yang sudah tak tega membayangkan Rayden menangis sendirian di dalam kamar sana.
"Ya sudah sana cepat!"
Setelah mendapatkan izin, Ina pun mulai mengetuk pintu itu pelan, lalu memanggil sang tuan muda dengan penuh perhatian.
"Tuan Muda, ini saya Ina, izinkan saya masuk Tuan Muda," ucap Ina lirih, ingin Rayden tahu bahwa pun bersedih hati tentang kepergian sang ibu.
"Saya mohon Tuan Muda, buka pintunya."
Ina diam, memberi kesempatan Rayden untuk bisa merasakan ketulusan nya. Hingga tak berselang lama kemudian handle pintu itu berputar, tanda Rayden membukanya.
Ina masuk, sementara Sofia bernafas lega dan pergi dari sana. Sofia sadar jika saat ini Rayden sedang marah padanya, maka biarlah Ina saja yang masuk.
"Inaa," lirih Rayden.
Sungguh Ina tidak sanggup melihat air mata tuan mudanya itu. Ina bahkan langsung berjongkok dan memeluk tuan mudanya erat.
"Jangan menangis Tuan Muda, saya mohon."
"Tapi mommy pergi Ina, mommy meninggalkan Rayden."
"Tidak Tuan Muda, tidak seperti itu. Mommy pergi untuk membuat Tuan Muda Rayden bahagia."
"Bohong, bagaimana bisa kepergian jadi sebuah kebahagiaan."
"Mommy Jia tidak ingin Tuan Muda terus melihatnya menangis, Mommy Jia ingin Tuan Muda melihatnya tersenyum bahagia, karena itulah dia pergi dari rumah ini."
"Apa tinggal bersama dengan Rayden itu bukan kebahagiaan?"
"Bukan seperti itu Tuan Muda, jika Tuan Muda ingin tinggal bersama mommy Jia, tinggal saja di rumah mommy Jia yang baru, disana akan lebih puas bermain dari pada di rumah ini kan? mommy Jia dan Tuan Muda tidak perlu takut dengan kemarahan Oma, iya kan?" jelas Ina, serinci-rincinya, untuk menenangkan Rayden dan tidak membuat Rayden membenci ibunya sendiri.
"Benar seperti itu Ina?"
"Tentu saja Tuan Muda, besok minggu bujuk lah daddy untuk mengantar Tuan Muda ke rumah mommy Jia."
Senyum Rayden kembali terbit, seperti menemukan sebuah harapan untuk bisa kembali bertemu dengan sang ibu.
Rayden pun melerai pelukannya dengan sang pengasuh, menatap Ina dengan penuh harap.
"Ina jangan tinggalkan Rayden juga ya?"
"Tidak Tuan Muda, Ina dan semua pelayan akan selalu mendampingi Tuan Muda, sampai Tuan Muda dewasa dan bisa menemui Mommy Jia sendiri, tanpa bantuan dan izin Oma ataupun Daddy."
Senyum Rayden semakin lebar, dia kembali memeluk Ina erat. Baginya kini hanya Ina lah yang tidak membohongi dirinya.
Sementara Oma dan Daddy nya adalah seorang pembohong.
Rayden dan Ina kembali saling memeluk, sampai akhirnya Ina menggantikan baju sang tuan muda dan kembali bermain bersama.
Sebisa mungkin Ina terus mengalihkan kesedihan Rayden, lalu mengambil foto saat Rayden tertawa dan mengirimkannya kepada Jia.
Ina sudah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa dia tidak akan memutus hubungan antara ibu dan anak, antara Jia dan Rayden.