Bagaimana perasaanmu jika istri yang sangat kamu cintai malah menjodohkan mu dengan seorang wanita dengan alasan menginginkan seorang anak.
Ya inilah yang dirasakan Bima. Dena, sang istri telah menyiapkan sebuah pernikahan untuknya dengan seorang gadis yang bernama Lily, tanpa sepengetahuan dirinya.
Bima sakit hati, bagaimanapun juga dia sangat mencintai istrinya, meskipun ia tahu sang istri tidak bisa memberikannya keturunan.
Bisakah Lily berharap Bima akan mencintainya? Meskipun Bima sangat dingin padanya, tapi Lily telah berjanji satu hal pada Dena. Sanggupkah Lily menepati janjinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon trias wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 33
"Aku kangen kamu!" bisik Bima.
Dena menjauhkan wajahnya.
"Bagaimana waktu kalian? Mas tidak menyia-nyiakan kesempatan kan?"
Bima tersenyum kecut.
Dena kembali menyimpan kepalanya di dada Bima. Ia tahu jawaban Bima dengan hanya membaca raut wajahnya saja.
"Mas, janji sama aku. Mas akan mencintai Lily sama seperti mas cinta sama aku." Pinta Dena.
Bima mengelus kepala Dena sayang. Bagaimana bisa dirinya mencintai orang lain saat hatinya kini sepenuhnya untuk wanita yang di peluknya ini.
"Bagaimana kalau aku tidak bisa?"
"Mas harus berusaha. Demi aku mas!" ucap Dena membuat Bima semakin tidak suka.
"Meskipun sulit, mas harus bisa mencintai Lily, karena pada akhirnya dia yang akan membuat kehidupan kita sempurna, mas."
"Aku harap mas akan cepat punya anak dari Lily, dan aku akan sangat bahagia."
Bima menjauhkan dirinya dari Dena, membingkai wajah istrinya yang semakin tirus.
"Kenapa kamu makin kurus? Apa kamu gak makan selama aku gak ada?" Dena tersenyum.
"Aku makan koq. Mas jangan khawatir."
"Kamu bohong. Lihat. Itu makanan tadi siang kan?" tunjuk Bima ke atas nakas dengan sebuah nampan lengkap dengan piring dan gelas yang masih utuh isinya.
"Ayo kita makan. Aku lapar!"
"Mandi dulu!" titah Dena.
"Nanti saja setelah makan. Aku lapar sekali."
Bima mengajak Dena untuk turun ke bawah. Dena pun menurut sambil bergelayut manja pada lengan suaminya mereka turun ke lantai bawah.
Bima memperhatikan istrinya yang sedang mengambilkannya nasi dan lauk pauk. Kepalanya ia topang dengan telapak tangannya. Bibirnya tersenyum melihat sang istri yang begitu telaten melayaninya.
"Mas, kenapa senyum-senyum?" tanya Dena kemudian meletakkan piring yang sudah ia isi dengan nasi dan ikan goreng serta sambal dan sayuran di depan Bima.
"Aww!" Dena terpekik karena terkejut saat Bima menarik tangannya hingga ia terjatuh di atas pangkuan Bima.
"Mas." Bima memeluk Dena dengan erat.
"Lepas. Gak enak kalau bibik lihat!" Bima tidak menggubris perkataan istrinya yang kini melotot ke arahnya. Dia malah menyandarkan kepalanya di bahu sang istri. Dan menciumi lehernya, satu tangannya memainkan rambut Dena dan menggulungnya dengan jari telunjuk.
"Mas. Katanya tadi lapar!"
"Sebentar saja. Aku kangen kamu Na!" Bima semakin erat memeluk Dena, Dena pun tidak bisa berbuat banyak. Ia akui ia juga sangat merindukan Bima.
Makan malam telah selesai meskipun dengan sedikit perdebatan karena Bima tidak melepaskan Dena sedikitpun dari pangkuannya hingga Dena pun pasrah saat suapan demi suapan di berikan Bima.
Mereka kembali ke kamar. Dena membantu melepaskan jas dan dasi Bima. Selama itu pula Bima tidak melepaskan rengkuhan tangannya dari pinggang istrinya. Sesekali mencium pipi atau bibir Dena penuh rindu.
"Aku siapin air hangat." Bima tidak mendengarkan masih asyik menciumi leher istrinya.
"Mas, kapan kamu mau mandi kalau terus seperti ini?!" Dena memukul dada Bima dengan lembut, tapi cukup membuat Bima berhenti dari aktifitasnya. Bima mengerling ke arah Dena, dan sebelum Dena menyadari ia telah berada di dalam gendongan suaminya.
"Ayo kita mandi." senyum devilnya di sambut dengan senyuman dan tangan Dena yang melingkar di leher Bima.
Bima tersenyum bahagia. Ia membantu mengeringkan rambut istrinya dengan menggunakan pengering rambut. Sesekali mencium puncak kepala istrinya dengan sayang. Menatap Dena dari cermin yang semakin hari semakin kurus.
"Na, apa kamu sakit saat aku gak ada? Kenapa kamu gak pernah angkat telfon aku? Kamu juga gak pernah kasih kabar sama aku."
Dena tersenyum. "Aku sengaja gak angkat telfon atau nelfon mas. Aku takut ganggu waktu kalian." Bima tidak suka saat Drna membicarakan hal seperti ini.
Semangat thor 💪💪