S 3
Jangan boom like/lompat baca /nabung bab
Diusahakan baca setiap kali update. 🙏🙏🙏
_________________________________________
Kehadiranmu dalam Takdirku adalah bagian dari skenario Tuhan. Aku tidak marah atau bahkan balas dendam kepadamu. Sebab aku tahu betul sebelum hari ini kau pernah menjadi penyebab bahagiaku. Sekarang mungkin waktunya saja yang telah usai. Perihal lukaku ini biar menjadi tanggung jawabku sendiri, sebab dari awal aku yang terlalu dalam menempatkanmu di hatiku. Doaku semoga hari-harimu bahagia tanpa aku. Dengan siapapun kamu semoga dia adalah wanita yang bisa memahamimu, menyayangimu dan membuatmu bahagia lebih dari apa yang pernah aku berikan untukmu." ~ Elmira...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 22. TIDAK MUNGKIN
"Aku harap Tante berpikir seribu kali sebelum menerima Mira sebagai menantu, karena dia tidak akan pernah bisa memberikan keturunan pada keluarga kalian."
Mama Zana hanya bisa menghela nafas panjang mendengar semua perkataan Ramon. Sungguh itu membuatnya sangat terkejut sekaligus tidak menyangka, ternyata wanita yang dicintai putranya memiliki kekurangan yang menjadi penyebab dirinya diduakan.
Ramon tersenyum puas melihat ekspresi terkejut kedua orang tua Farzan. Begitupun dengan Bella yang melihat wajah tak berdaya Elmira. Ia merasa menang dan sangat senang akhirnya bisa mengalahkan Elmira hingga sejatuh jatuhnya.
Ramon yakin, jika orang tua Farzan tidak akan merestui hubungan putranya dengan wanita yang tidak bisa melahirkan keturunan. Sebagai keluarga terpandang dan memiliki properti yang harus diwariskan secara turun-temurun, tentu mereka menginginkan calon penerus keluarga.
"Bu, ayo kita pulang." Elmira menarik tangan Bu Sri meninggalkan tempat itu. Penghinaan mantan suaminya sungguh membuatnya seakan tak punya muka lagi dihadapan keluarga Farzan.
"Tunggu, El." Cegah Farzan seraya menarik pergelangan tangan wanita yang dicintainya itu.
"Maaf, Pak, aku harus pulang. Dan aku juga ingin izin, mungkin dalam beberapa hari aku tidak akan masuk bekerja." Elmira menarik pergelangan tangannya dari genggaman Farzan. Namun, pria itu mencekalnya dengan erat dan tak ingin melepaskan.
"Farzan, biarkan dia pergi." Ucap mama Zana dengan ekspresi datar diwajahnya.
"Tapi, Ma...
"Kamu tidak dengar? Mama bilang biarkan dia pergi!" Tekan mama Zana, kali ini nada suaranya sedikit meninggi.
"Ma," Farzan menggeleng pelan. Ia tidak menyangka jika mamanya akan terpengaruh dengan ucapan Ramon. Sekalipun itu benar ia sama sekali tidak perduli. Baginya Elmira adalah cintanya, ia akan menerima apapun kekurangan wanita itu.
"Farzan, tolong dengarkan Mamamu. Biarkan dia pergi." Papa Farhan pun membujuk putranya.
"Papa juga?" Farzan benar-benar tidak percaya dengan ini semua. Padahal papanya sangat mendukungnya untuk mendapatkan cinta Elmira. Tapi hari ini dukungan dan harapan itu sirna hanya karena kekurangan Elmira.
Papa Farhan mengangguk pelan, yang membuat Farzan menghela nafas lesu. Tanpa sadar cengkeramannya di pergelangan tangan Elmira mulai melonggar. Dan hal itu dijadikan kesempatan untuk Elmira segera pergi.
Elmira menarik tangannya kemudian dengan cepat mengajak Bu Sri meninggalkan tempat itu.
"El," Farzan hendak mengejar. Namun, langkahnya dihadang oleh papanya.
"Ayo kita pulang." Papa Farhan mencengkeram pergelangan tangan putranya dan menariknya untuk masuk kedalam mobil.
"Tidak Pa, aku tidak mau pulang. Aku harus menyusul El, dia pasti sangat sedih sekarang." Farzan menarik kuat tangannya, bersamaan dengan itu satu tamparan keras mendarat di pipinya.
Kedua mata mama Zana melotot tajam setelah mendaratkan tamparan cukup keras dipipi putranya.
"Ma," Farzan memegangi pipinya yang terasa memanas. Ia menatap mamanya tidak percaya. Tangan yang selama ini membesarkannya dengan penuh kasih sayang, hari ini terangkat dan memberinya tamparan keras. Hal yang sama sekali tidak pernah dibayangkan akan dilakukan mamanya.
"Pulang dan kita bicarakan ini secara baik-baik dirumah!" Mama Zana menekankan di setiap kalimatnya.
Namun, Farzan bergeming dengan masih memegangi pipinya. Yang terjadi barusan membuatnya tidak bisa berkata-kata.
"By, paksa dia untuk pulang. Kita harus bicara dirumah." Ucap mama Zana pada suaminya.
Papa Farhan pun kembali menarik tangan putranya, dan kali ini dengan sedikit memaksa. Farzan yang masih tak menyangka dengan ini semua hanya bisa pasrah ketika tubuhnya didorong dengan cukup kuat masuk kedalam mobil. Pria itu duduk di kursi penumpang dengan tubuh bak tidak berdaya. Tatapannya nampak kosong, pikirannya terus tertuju pada Elmira.
Mama Zana melempar tatapan yang tak terbaca pada Ramon, sebelum akhirnya masuk kedalam mobil.
Setelah mobil keluarga Farzan telah melaju. Ramon pun merangkul istrinya dan mengajaknya juga segera pergi dari tempat itu. Keduanya merasa sangat senang dengan drama yang baru saja terjadi.
.
.
.
"Sudah, jangan sedih. Kamu tidak sendirian, ada Ibu yang menemani kamu." Bu Sri mengusap pundak Elmira yang tampak melamun sepanjang jalan. Sejak taksi yang ditumpanginya melaju meninggalkan pelataran pengadilan agama, Elmira terus melempar pandangan pada jalanan disampingnya.
"Terimakasih, Bu." Elmira menyentuh punggung tangan Bu Sri yang mengusap pundaknya.
"Bu, apa yang dikatakan Mas Ramon itu tidak benar kan? Pak Farzan tidak mungkin menyukai aku." Ucap Elmira. Sepanjang jalan ia melamun karena memikirkan hal itu.
"Ibu rasa itu benar. Sejak awal Ibu sudah ada firasat jika Pak Farzan menyukai kamu, melihat bagaimana caranya perhatian padamu."
Elmira menggelengkan kepalanya, "Selama ini Pak Farzan memang selalu baik padaku. Tapi tidak mungkin itu karena dia menyukai aku."
"Itu bisa saja. Hati, siapa yang bisa mencegah ingin menyukai siapa." Bu Sri menggenggam tangan Elmira. "Kamu lihat kan tadi, bagaimana caranya mencegahmu pergi? Kamu pasti bisa melihat bagaimana tatapannya?"
Elmira menunduk seraya menghela nafas, saat bosnya itu mencegahnya pergi ia memang melihat tatapan yang begitu berbeda dari biasanya. Yang ia sendiri tidak mengerti maksudnya. "Kalau itu benar, itu artinya aku harus menjauhinya, Bu. Aku tidak ingin terjadi perpecahan di keluarga pak Farzan karena aku. Ibu lihat sendiri kan, bagaimana reaksi orang tua Pak Farzan saat Mas Ramon menceritakan semua tentang kekuranganku? Mereka terlihat tidak suka. Dan ibu juga melihat sendiri bagaimana mereka menyuruh Pak Farzan agar membiarkan aku pergi. Mereka tidak menyukai aku."
Bu Sri hanya bisa menghela nafas panjang. Ia juga tidak bisa berkata apapun atau berbuat sesuatu untuk mengubah keadaan. Yang bisa dilakukannya hanyalah mendampingi Elmira disaat-saat seperti ini. Memberi kekuatan dan semangat hidup pada wanita malang itu.
"Bu, aku ingin berhenti bekerja dengan Pak Farzan. Besok aku akan mencari pekerjaan ditempat lain."
"Terserah kamu, ibu hanya bisa mendoakan yang terbaik." Bu Sri kembali mengusap pelan pundak Elmira.