Karina Fransiska Arnold tidak pernah menyangka jika dirinya akan dijadikan kambing hitam atas meninggalnya Gloria calon tunangan adik iparnya oleh wanita yang dicintai suaminya. Masyarakat berlomba-lomba mengutuknya dan menghujaninya dengan kalimat-kalimat umpatan dan sumpah serapan. Hingga membuat hidup Karina tidak tenang. Ia meninggalkan kota kelahiran ibunya dan kembali menjadi wanita yang paling dihormati di negaranya.
Kepergian Karina membuat hidup Ocean Dirgantara Gultom berubah 160 derajat.
10 tahun kemudian mereka dipertemukan kembali dalam keadaan tak terduga. Namun, kebencian dari putra-putrinya merupakan penyesalan terbesar kedua yang ia rasakan setelah kehilangan wanita yang selama ini menjadi istrinya.
"Mungkin caraku salah dalam melindungi mu. Tapi, aku sadar menyesal pun tak ada gunanya." Ocean Dirgantara Gultom
"Sejauh apa pun aku bersembunyi. Tapi, takdir justru selalu memihak pada mu." Karina Fransiska Arnold
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Inka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Karina terkejut saat mendengar pertanyaan Ocean. Ia tidak menyangka kalau mantan suaminya akan bertanya mengenai keadaan anak-anaknya.
"Mengapa kau bertanya mengenai anak-anak ku. Bukankah kau yang meminta ku mengugurkan kandunganku sepuluh tahun lalu!" ketus Karina dengan sinis menatap tajam mantan suaminya.
"Tapi, kamu tidak melakukannya." balas Ocean menatap kedua bola mata Karina. Ia melihat terlalu banyak kesakitan di dalam bola mata mantan istrinya.
"Aku melakukannya! anak-anak mu sudah mati!" kata Karina dengan sedikit emosi. Apabila mengingat masa lalu. Terkadang Karina tidak dapat mengontrol emosinya.
Karina sering kali bertanya-tanya pada dirinya saat mengandung dulu. Apa sih kurangnya dirinya sehingga Ocean tidak bisa mencintainya. Jangankan menerima kehadirannya sebagai istri di samping pria itu. Melihat Karina berkeliaran disekitarnya saja Ocean terlihat tidak suka.
"Tutup mulut mu! Karena ucapan mu itu bisa saja berubah menjadi kenyataan!" bentak Ocean tiba-tiba meradang mendengar perkataan Karina.
Karina merasa ketakutan saat melihat wajah emosi Ocean.
Ocean melangkah mendekati Karina dengan wajah yang cukup menyeramkan.
"Karina, kalau aku ingin. Aku bisa saja membawa anak-anak ku jauh dari mu. Tapi, aku tidak melakukannya."
"Jangan pernah menyumpahi anak-anak ku mati! karena kau tahu sendiri bagaimana sakitnya dulu saat melahirkan mereka. Aku bukanlah pria bodoh yang bisa dibohongi dengan mudah. Aku diam bukan berarti aku lemah dan tidak peka dengan sekitar ku!" kata Ocean dengan menggebu-gebu.
"Cih! cepat atau lambat semuanya akan terbongkar. Aku tahu anak-anak ku sangat membutuhkan sosok ayah di samping mereka. Aku akan kembali jika sudah waktunya." timpal Ocean lagi berusaha menahan api amarah yang sudah mendidih di dalam tubuhnya.
"Jangan coba-coba berani mendekat anak-anak ku. Karena sampai kapanpun mereka tidak akan pernah mengaku pria brengsek seperti mu sebagai Papa nya!" sarkas Karina dengan tegas.
Jgeeer!
Tiba-tiba suara petir dan guntur berdentum keras bersamaan dari sebelah Utara. Angin malam juga ikut bertiup kencang diikuti oleh daun-daun dari pohon besar yang mulai menari-nari mengikuti kemana angin malam bertiup. Tiba-tiba hujan deras menerjang pulau P disertai dengan angin kencang.
Karina dan Ocean langsung masuk ke dalam rumah pohon dan menutup pintu dari dalam.
Karina duduk di karpet dengan posisi memunggungi Ocean. Karina merasa muak saat melihat wajah pria itu dari jarak dekat seperti itu. Entah mengapa Karina tiba-tiba merindukan anak-anaknya.
Karina terkadang ingin menangis meluapkan semua emosi yang terpendam di dalam hatinya. Namun, ia harus kuat. Ia tidak boleh lemah hanya karena laki-laki.
"Anak-anak ku memiliki hak mengenal siapa Papa kandungnya." lirih Ocean menatap lama punggung Karina.
"Kau tidak akan bisa membawa anak-anak ku bersamamu, Cean. Mereka akan tetap memilih ku kalaupun kau meminta mereka memilih." balas Karina tanpa menatap lawan bicaranya.
Setelah itu tak ada lagi obrolan diantara mereka. Suara tetesan air hujan memenuhi pendengar mereka. Hingga membuat Ocean bosan dan memilih beranjak dari duduknya.
Ocean melangkah keluar dari dalam rumah pohon. Ia memperhatikan tetesan air hujan yang terlihat semakin lama semakin deras. Ia pikir mereka tidak mungkin bisa kembali ke rumah singgah mereka dalam keadaan hujan seperti itu.
"Sepertinya kita tidak bisa kembali ke rumah malam ini. Lebih baik kita beristirahat sebentar disini." ujar Ocean dengan lembut.
Karina mengabaikan ucapan mantan suaminya itu. Karina tetap pada posisinya yaitu membelakangi Ocean.
"Karina! Apa kau sudah tidur?" tanya Ocean kembali memulai obrolan dengan Karina.
Hanya bunyi rintik hujan yang terdengar di telinganya.
Tik
Tik
Tik
Ocean menghela napas berat saat tidak mendapatkan jawaban dari Karina. Mumpung hari masih gelap. Ocean membaringkan tubuhnya dengan posisi terlentang menatap langit-langit rumah pohon tersebut. Meskipun rumah pohon itu terlihat belum selesai dibangun. Namun, setidaknya rumah itu bisa dijadikan tempat berteduh untuk sementara waktu. Tak ada selimut ataupun lampu penerangan disana kecuali cahaya dari ponsel mereka.
Sejam berlalu, namun hujan diluar tak kunjung berhenti menetes membasahi bumi. Ocean tidak akan bisa tidur ditempat seperti itu. Ia merasa tubuhnya terasa sakit saat bersentuhan dengan lantai papan rumah pohon itu.
Ocean berusaha memejamkan kedua matanya dan mengikuti Karina memasuki mimpi. Namun, kedua mata hitam pekat itu seakan tidak mau bekerja sama.
Lagi-lagi Ocean menghela napas berat dan mendudukkan tubuhnya dengan wajah frustasi merasakan sakit di punggungnya.
Karina tetap mengabaikan Ocean. Ia sama sekali tidak peduli saat mendengar suara grasak-grusuk di sampingnya.
"Cih! apa dia sudah biasa tidur seperti seekor babi gemuk sehabis makan. Karina terlihat tidak terusik sama sekali dengan papan keras ini." gerutu Ocean merasa iri melihat Karina sepertinya bisa tertidur dengan sangat pulas. Karina sama sekali tidak terusik dengan suara bising disekitarnya. Padahal papan yang mereka tidur cukup keras dan bisa membuat punggung sakit. Karpet tipis di atas papan itu sama sekali tidak membantu.
Ocean menahan kantuknya hingga matahari bersinar. Sementara Karina tertidur dengan cukup pulas. Karena ia akan mudah tertidur saat berada dalam ruangan yang gelap.
Hacih!
Hacih!
Hacih!
Ocean tiba-tiba bersin-bersin beberapa kali. Hingga mengusik tidur lelap Karina.
Karina menyipitkan kedua matanya menatap wajah Ocean sekilas.
"Akhirnya hujannya berhenti juga." gumam Karina sembari menguap lebar.
Ocean terlihat seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Kedua mata pria itu juga terlihat sedikit sayu seperti orang yang sedang menahan kantuknya.
Karina kemudian berdiri dan keluar dari rumah pohon tersebut menghiraukan keadaan Ocean.
Tanpa berkata apa-apa. Ocean berdiri dari duduknya dan mengikuti langkah Karina turun dari rumah pohon.
Karina memperhatikan sekitarnya. Ia bingung kearah mana ia harus melangkah untuk kembali ke rumah singgahan Gultom group.
"Terus melangkah ke bagian selatan." kata Ocean dengan suara parau.
Karina mengikuti instruksi mantan suaminya. Karina tidak memiliki niat sedikitpun menanyakan kondisi mantan suaminya apakah baik-baik saja atau tidak.
Tiga puluh menit kemudian. Mereka melihat beberapa orang terlihat berkumpul di depan rumah singgah Gultom group.
Paul melangkah tergesa-gesa menghampiri Karina saat melihat kedatangan wanita itu.
"Astaga Karina. Aku sangat menghawatirkan mu. Kami terkejut saat tidak menemukan keberadaan mu di kamar mu." kata Paul dengan wajah khawatir memperhatikan tubuh Karina dengan teliti. Ia takut Karina terluka diluar sana. Lagi-lagi perhatian Paul membuat Ocean kesal.
"Sialan!" umpat Ocean melangkah melewati Paul dan Karina.
ini yg paling sulit kupahami jalan critanya