Pertemuan yang di sudah atur kedua orang tua dari seorang pria culas dengan seorang gadis ceria dan pemberani di kota Bandung.
Mereka sengaja dibiarkan oleh kedua orang tua masing-masing, jika sudah dekat mereka dijodohkan untuk membangun rumah tangga dan keluarga kecil yang diinginkan orang tua.
Sampai ada sebuah kebenaran yang sangat menyakitkan untuk menguji kisah cinta mereka.
Akankah mereka akan mampu melewati nya? dan siapa yang akan menjadi pemilik hati cowok beku itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon QUEENS RIA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PHB | 33 H-2 Pernikahan Di Desa.
Beberapa bulan kemudian...
Setelah semua sudah disiapkan, sampai akhirnya Nando dan Mona berada di titik dimana sebentar lagi akan melaksanakan ijab kabul di sebuah desa. Ya, desa stabelan yang terkenal sangat dekat dengan gunung merapi, tepatnya ada di Kabupaten Boyolali.
Sebelum nya, Mona ingin pernikahan itu dilaksanakan di desa tersebut, selain jauh dari teman-teman sekolah nya yang ada di Kota Bandung, Dia juga ingin semua teman kecil dan semua saudara yang ada di desa tau kalau dirinya akan menikah.
Pernikahan nya akan berlangsung dua hari ke depan.
Nando bersama seluruh rombongan keluarga baru saja sampai di desa stabelan.
Jarak yang ditempuh sangat jauh, makan waktu beberapa jam dari Kota Bandung.
Mereka disambut baik oleh seantero rumah dari keluarga besar Mona, termasuk Bu Sisil dan Pak Gilang yang sudah sampai di rumah yang cukup besar untuk di singgahi.
"Assalamualaikum" Salam sapa yang di wakili oleh Pak Oki.
"Walaikumsalam" Dijawab oleh Bu Sisil sambil menata kue kering di atas meja.
Seantero keluarga dari Pak Oki duduk tenang, namun Nando yang tidak tenang sendiri sambil celingukan mencari keberadaan mona
"Bu, kalau Mona lagi kemana ya?"
"Oh mona nya lagi di ladang kopi, barusan aja berangkat"
Nando agak terkejut, karena gadis yang biasanya dikenal tomboy di sekolah, kalau sudah ada di desa terngiang feminim di dalam otak nya.
"Sama siapa bu kalau boleh tahu?" Nando terus mempertanyakan, karena dia terlihat semakin penasaran.
"Nenek, dan sepupu nya, biasa kalau musim panen, dia itu selalu bantu-bantu bercocok tanam kalau dia berada di desa."
**
Dari arah kebun, Mona dan sepupu nya yang bernama Cici, sambil menopang keranjang bambu warna coklat di pundak nya, mereka dengan gesit mengambil biji-biji kopi arabika.
Nenek nya disuruh istirahat di gubuk dekat mereka bertani.
Sambil menyeka keringat, Mona gak ngeluh kepanasan sama sekali, justru dia kangen suasana kaya begini, selain membantu menyiram dan memanen kebun.
Gadis itu kalau di desa sering di ajak mancing bersama paman nya saat kecil, tempat nya tak jauh dari kebun itu.
Hal itu membuat Mona mendadak bengong menatapi aliran sungai yang sangat jernih tak jauh dari pandangan matanya.
"Mbak'e jenenge ndelok sungai, kangen mancing opo?" Suara medok dihasilkan oleh Cici yang melihat Mona berdiam diri kaya patung.
"HAHA, Iyo"
"Yen tak sawang sorote mripatmu, ketoke mbak arep mancing karo papahku?"
"Uwis ojo dibahas" Mona tersenyum, melanjutkan mencabut butiran biji kopi.
Tak lama kemudian, Nando bersama Bu Sisil datang menghampiri Mona, dari sudut mata Nando melihat tubuh Mona yang manis jongkok sambil mengambil biji kopi.
"Neng" Panggil Nando menghampiri.
Mona dan Cici kompak mendongak kepala.
Cici mengerut kening "Konco mu mbak?"
Berhubung ada Nando di dekatnya, jadi Mona membalas pakai bahasa nasional "Bukan, itu calon suami aku"
Nando tersenyum dengan tatapan dingin sesuai hawa yang ada disana, Mona lupa kalau ibunya Nando juga asli desa sini, otomatis Nando paham apa yang dikatakan Cici. Tapi, pria itu pelit tidak mengeluarkan suara apa pun untuk menjawab perkataan Mona sama Cici.
Mona langsung mengelap telapak tangan nya ke baju yang dia pakai "Aa kapan datang ke desa? Duh, maaf tangan aku lagi kotor"
Nando masih terdiam, dia melangkah ke arah pohon dan berjongkok mengambil sisa-sisa biji kopi yang masih nyangkut disana.
"Mana sini keranjang nya"
Disaat Mona lagi tercengang, disitu Nando dengan santai membantu panen biji kopi.
Bu Sisil berteriak dari arah gubug "NANDO!! biar Mona sama Cici saja yang ngambil biji kopi, kamu jangan ikutan aduh, nanti ibu dimarahin sama ibu kamu"
Nando mendelik, dan berteriak "Nanti saya klarifikasi kalau emak-emak itu rewel, ibu gak usah panik, tenang saja"
Bu Sisil sedikit menghela nafas, kalau Nando sudah berbicara seperti itu, beliau langsung menemani ibu nya yang lagi beristirahat di gubug sana.
"Sil, calon suami buat cucu mamah, ganteng, sopan, perhatian banget ya" Kata sang nenek dengan nada serak.
Bu Sisil tersenyum "Iya mah, mereka sudah dari dulu kita jodohkan"
Balik lagi ke arah Nando dan Mona.
Cici tiba-tiba melepas keranjang bambu yang dia pakai untuk dipakai oleh Nando, dia peka banget kalau mereka itu akan bucin.
"Nih kak" Cici menyerahkan keranjang, walau Mona terus menolak, namun Cici tetap kekeh.
"Dari pada jadi nyamuk kan ya" Gerutu nya.
"Ih apa sih"
Nando menoleh senyum, mengambil keranjang itu dari tangan Cici.
Kemudian mereka berdua mendadak sekali panen biji kopi bersama, tanpa ada suara dan menghening karena mereka saling gugup.
Siklus itu berlangsung sampai mereka selesai panen biji kopi dan pulang ke kediaman rumah Mona yang ada di desa.
Bu Erni dan Pak Oki melihat kedatangan mereka, mereka tidak sama sekali marah, yang ada senang kalau putra nya berguna untuk keluarga besar dari Bu Sisil.
**
Malam hari itu, desa terdengar sepi dan hening dari suara knalpot bising dari kendaraan.
Yang terdengar hanya suara jangkrik yang saling bersahutan. Dan ada juga suara katak, karena rumah Mona di desa sangat dekat dengan area persawahan.
Nando saat masuk ke dalam kamar Mona, gak pernah berhenti menggigil sehabis dia mandi, niatnya masuk ke kamar Mona ingin pamit pulang.
Tapi, cuaca di dekat gunung apa lagi ada di dataran tinggi, membuat Nando tambah dingin.
Mona yang sudah pakai piyama tidurnya menoleh ke Nando, dia menghampiri dan memberi selimut yang lagi dipakai nya.
"Kamu tidur di bawah, aku diatas ranjang, kita masih belum sah ingat ya!"
Nando mengerut dahi "Tidur? maksud neng?"
"Ya, kamu kan mau nginep A"
"Gak gitu konsepnya, Aa cuma lagi kedinginan aja, emang kamu gak kedinginan apa?"
Mona tertawa "Kata siapa? Setiap aku ada di dekat kamu selalu kedinginan kok" Niat nya ingin menyindir Nando. Tapi Nando bener-bener gak kuat sama hawa dingin.
Mona turun dari ranjang, memberikan pelukan hangat untuk Nando.
"Gimana apa sudah hangat?"
"Hmm" Nando menatap wajah Mona yang terlihat sangat dekat dengan wajahnya. Sial
"...." Mona melepas pelukan nya, ia kembali ke arah ranjang, namun tangan nya tiba-tiba di cekal oleh Nando.
Menariknya hingga tubuh Mona terhuyung dan terjatuh tepat di atas tubuh Nando.
Mereka saling tatap pandang, dengan kondisi yang amat memalukan. Situasi itu segera di netralisir oleh mereka.
Bu Erni berteriak memanggil Nando untuk segera pulang ke rumah kediaman nya yang ada di desa, jarak nya tak jauh dari desa nya Mona.
Bu Sisil dan Bu Erni terbilang mereka sedang pulang kampung dadakan untuk menikmati acara pernikahan anaknya.
"Rumah?" Mona tercengang.
Mona yang dari tadi lupa, mendadak ingat kalau ibunya Nando juga berasal dari desa ini.
"Aku baru ingat lagi"
Nando mengulur tangan ke depan untuk di cium oleh Mona, setelah itu Nando mengelus kepala Mona "Aku pulang dulu, besok kita ketemu lagi"
"Iya A, hati-hati "