Winarsih, seorang gadis asal Jambi yang memiliki impian untuk bekerja di ibukota agar bisa memberikan kehidupan yang layak untuk ibunya yang buruh tani dan adiknya yang down syndrome.
Bersama Utomo kekasihnya, Winarsih menginjak Jakarta yang pelik dengan segala kehidupan manusianya.
Kemudian satu peristiwa nahas membuat Winarsih harus mengandung calon bayi Dean, anak majikannya.
Apakah Winarsih menerima tawaran Utomo untuk mengambil tanggungjawab menikahinya?
Akankah Dean, anak majikannya yang narsis itu bertanggung jawab?
***
"Semua ini sudah menjadi jalanmu Win. Jaga Anakmu lebih baik dari Ibu menjaga Kamu. Setelah menjadi istri, ikuti apa kata Suamimu. Percayai Suamimu dengan sepenuh hati agar hatimu tenang. Rawat keluargamu dengan cinta. Karena cintamu itu yang bakal menguatkan keluargamu. Ibu percaya, Cintanya Winarsih akan bisa melelehkan gunung es sekalipun,"
Sepotong nasehat Bu Sumi sesaat sebelum Winarsih menikah.
update SETIAP HARI
IG @juskelapa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. In The Night Club
"Awas kalo kamu pergi ya! Awas aja kalo nanti saya cari kamu gak ada. Jangan sampai kamu asik-asik bermalam minggu dengan si mesum itu! Papa begitu karena kamu juga!" omel Dean sembari meninggalkannya yang masih memegang nampan
Tamatlah sudah cerita malam minggunya bersama Utomo kali ini. Winarsih berencana akan menelepon pria itu setelah ia selesai mencuci piring. Dia berdoa di dalam hati semoga Utomo bisa memakluminya.
*****
"Ma, ayo pergi! Papa mau ke Bogor," ujar Pak Hartono tiba-tiba saat memasuki kamar.
"Kok tiba-tiba? Ngapain?" Bu Amalia yang sedang menggunakan face sheet mask langsung membuka maskernya.
"Bosen. Papa mau ke vila. Tinggalkan saja anak itu. Sudah bosan Papa menasehatinya. Darah tinggi dibuatnya!" omel Pak Hartono sambil berganti pakaian.
"Bertengkar dengan Dean lagi? Mau sampai kapan sih Pa? Papa nggak kasihan dengan anak sendiri?" tanya Bu Amalia dengan nada biasa saja.
Nada bicara Bu Amalia biasa saja bukan karena wanita itu baik-baik saja. Terkadang wanita itu lebih memilih untuk diam karena khawatir dengan kesehatan suaminya.
"Ayo cepatlah Ma, hari senin Papa sudah harus berangkat lagi ke Pekanbaru. Papa ke Bogor bukan hanya karena bertengkar dengan Dean saja. Tapi Papa memang ingin bersantai. Mancing," tukas Pak Hartono.
Bu Amalia tak menyahuti perkataan suaminya. Wanita yang baru merayakan ulang tahunnya ke 65 bulan lalu itu menarik keluar sebuah tas merek ternama dari lemarinya.
Sering mengikuti suaminya yang sering bekerja ke luar kota, bahkan ke luar negeri, Bu Amalia terbiasa dengan hal yang berbau kemas-mengemas.
Tak membutuhkan waktu lama, Pak Hartono dan Bu Amalia sudah beriringan ke luar kamar langsung menuju lobby depan rumahnya.
"Mana Dean?" tanya Bu Amalia pada Pak Noto, supir yang menyambut bawaan dari tangan wanita itu.
"Ada Bu, di ruang keluarga" jawab Pak Noto kemudian berjalan mendahului majikannya untuk segera ke mobil.
Bu Amalia yang sudah tiba di lobby rumahmya kembali berbalik menuju ruang keluarga.
Sedangkan Pak Hartono sudah masuk ke mobil didampingi oleh Fika, asistennya.
Irman, ajudan Pak Hartono masih berdiri di luar menunggu Bu Amalia yang masih berada di dalam.
Sebagai seorang menteri, ke manapun Pak Hartono pergi, pria tua itu selalu didampingi seorang asisten perempuannya yang cekatan dan seorang ajudan gagahnya.
Sedangkan Dean, sama sekali tidak pernah berbicara dengan asisten pribadi maupun ajudan papanya meski mereka sering bertemu.
Kedua orang kepercayaan Pak Hartono itu cukup memahami sikap Dean yang memang selalu masa bodoh dengan urusan orang tuanya.
"Mama dan Papa ke vila Bogor dulu, kamu mau ke luar? Jangan pulang lama-lama ya. Jangan mabok!" ucap Bu Amalia setelah menepuk pundak anaknya yang sedang duduk cemberut sambil memegang ponselnya di sebuah sofa.
"Papa mana?" tanya Dean dengan wajah masam.
"Sudah di mobil. Ya sudahlah, Mama pergi. Nggak ngerti Mama gimana cara hidup damai di rumah ini." Bu Amalia bergegas pergi tergopoh-gopoh menuju sebuah Alphard hitam dengan pintu terbuka.
*****
(Sabtu Malam, 22.30 di V3 Night Club, Decent Hotel)
Dean baru saja menyerahkan kunci mobilnya kepada petugas valet hotel, kakinya bergegas menuju pintu lift yang akan membawanya ke lantai paling atas hotel di mana V3 Night Club berada.
Lantai teratas Decent Hotel diisi dengan sebuah restoran live music mewah yang separuhnya berupa kolam renang luar ruangan tanpa atap.
Dean beberapa kali makan malam romantis bersama Disty di sana karena kekasihnya itu menyukai suasana restoran itu meski makanannya biasa-biasa saja dan terbilang sangat mahal.
Di sebelah kanan restoran terdapat sebuah lorong panjang yang mengarah ke sebuah pintu hitam berupa pintu masuk club.
Dean membuka pintu dan disambut oleh dentuman Electro Dance Music-nya Vinai, How We Party.
Matanya harus mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan pandangannya dalam keadaan yang nyaris gelap total. Cahaya lampu club yang berputar dan berganti-ganti warna hanya melewati wajahnya sesekali.
Dean masih celingukan ke arah deretan meja yang berada di sebelah kanan sesuai petunjuk yang dikirim oleh Disty melalui pesan singkat.
Tiba-tiba dia merasa seseorang memeluknya dari belakang. Saat berbalik, dia melihat kekasihnya yang cantik dan modis sudah dalam keadaan setengah mabuk.
Malam itu Disty memakai tanktop rajut berwarna krem yang dipadankan dengan rok span pendek berwarna coklat dan sepasang heels yang sangat tinggi dan mahal berwarna nude.
Disty memeluk Dean sesaat dengan tubuhnya yang bergoyang pelan mengikuti gerakan musik.
Dean tersenyum dan meletakkan dagunya di atas kepala wanita itu. Sesaat kemudian Disty mendongak menatap Dean yang malam itu sangat tampan meski hanya memakai pakaian santainya.
"Cium," ucap Disty.
Mendengar apa yang dikatakan kekasihnya, Dean menunduk untuk mencium wanita itu. Beberapa saat lamanya mereka berdua hanyut dalam ciuman.
"Teman-teman kamu mana?" tanya Dean saat ciuman mereka telah berakhir.
Disty mengerjapkan matanya dan menunjuk dua meja yang berjarak beberapa meter dari tempat mereka.
Wanita itu menggandeng tangan Dean dan menuntunnya ke tempat di mana beberapa pasangan terlihat hanyut dalam musik. Sedikit sekali di antara mereka yang menyadari kehadiran Dean di sana.
Disty memasukkan dua petak es batu ke dalam gelas dan menuangkan sedikit brandy coronet. Wanita itu menyodorkannya pada Dean.
"Aku nggak bisa minum sayang, harus bawa mobil. Aku nggak bawa supir." Dean menolak halus.
Malam ini Dean memang sedang suntuk sekali karena masih mengingat pertengkaran dengan papanya tadi.
Kegalauan hatinya berkaitan erat dengan betapa sulitnya dia untuk mencari tahu kebenaran tentang apa yang dikatakan Pak Hartono.
Berkali-kali hatinya menampik bahwa Disty tak mungkin serendah itu, tapi dirinya yang lain juga harus mengakui bahwa papanya tak mungkin sejahat itu memfitnah Disty.
"Minum dikit aja sayang," rayu Disty yang sudah berdiri di antara kaki Dean yang telah duduk di kursi tinggi.
"Nanti kalau kamu pulang nggak bisa nyetir, aku minta tolong sama temenku untuk nganterin kamu," sambung Disty sambil tersenyum.
"Minum dong Dean, masak kamu jauh-jauh ke sini cuma minum air mineral." Seorang wanita yang dikenali Dean sebagai teman Disty satu kantor mendatanginya.
"Dis, jadi?" Yuni mendekat dan melingkarkan tangannya di pinggang Disty.
Kedua wanita itu sedikit menjauh dari Dean sambil berbisik dan tertawa-tawa. Dean mengangguk-anggukkan kepalanya mengikuti musik sambil sesekali menyesap minuman yang diberikan Disty tadi.
Disty kembali mendekati Dean dan menempelkan tubuhnya kepada pria itu. Dean menunduk untuk mencium Disty lagi. Cukup lama mereka terhanyut saling menciumi leher satu sama lain.
Beberapa kali terdengar desahan dari mulut Disty karena ciuman Dean mulai menjalari telinganya.
"Yuk," ajak Disty.
"Ke mana? Udah malem," jawab Dean yang tangannya sejak tadi menjalari bokong dan pinggang kekasihnya.
"Tidur bareng," bisik Disty di telinga Dean.
Dean yang mendengar perkataan kekasihnya tergelak.
"Aku khawatir mama nelfon Mbah nanyain aku pulang atau enggak malam ini," elak Dean.
Padahal Mbah mungkin saja sudah tidur mendengkur sekarang.
Disty masih menciumi kemeja bagian depan Dean dengan wajah cemberut karena merajuk.
"Tapi aku pengen sekali aja tidur bareng kamu sampai pagi, cuma berpelukan" bisik Disty di telinga kiri Dean sebelum wanita itu mengecup lembut telinga itu.
Dean membayangkan hal yang dikatakan Disty pasti akan enak sekali jika bisa dilakukannya malam ini. Tapi lagi-lagi bayangan perkataan Pak Hartono melintas di kepalanya.
"Liat nanti aja ya," jawab Dean sambil merengkuh pinggang Disty yang ramping dan mengetatkan kedua kakinya pada tubuh wanita itu.
Yuni kembali mendekati mereka sambil membawa segelas cocktail yang berwarna kebiruan.
"Dean minum dong, untuk gua yang lagi ultah. Kan gua yang traktir. Hargai lho...." Yuni menyodorkan gelas ke tangan Dean.
"Ambil dong sayang, minum dikit aja" ucap Disty mewakili Dean mengambil gelas cocktail dari tangan temannya.
Sesaat menghirup aroma minuman yang disodorkan kepadanya, Dean mulai menyesap minuman itu.
"Hmmm.. enak." Dean mengangguk-angguk kemudian kembali menyesap isi cocktail.
"Enak kan? Itu racikan bartender favorit gua. Campurannya Blue Curacao, jeruk nipis, jus nenas ama vodka. Alkoholnya cuma 10%, lu nggak akan mabok. Jangan takut." Yuni terkekeh karena mengetahui kekhawatiran Dean soal mabuk.
Dean bukan hanya tak kuat minum minuman beralkohol karena khawatir mabuk dan tak sadarkan diri. Pria itu juga khawatir akan kondisi lambungnya tiap habis mabuk.
Dia bisa mual seharian penuh dan tak selera menyantap makanan apapun. Bu Amalia sama sekali tak bisa dibohonginya soal ini. Karena setiap Dean mabuk, wanita itulah yang selalu cerewet menyiapkan ini-itu untuk merawatnya.
Beberapa saat setelah menghabiskan minumannya, Dean menyaksikan Disty berjoget di depannya. Tubuh Disty sangat proporsional cenderung kurus di matanya.
Disty selalu diet mati-matian demi tubuh yang dianggapnya ideal. Sedangkan Dean, sebenarnya lebih menyukai tubuh kekasihnya itu lebih berisi.
Jika Winarsih memakai pakaian yang sama dengan yang digunakan Disty malam ini, sudah tentu Dean juga pasti akan tergoda. Apalagi si Utomo mesum yang sudah hendak menggerayangi pacarnya yang berpakaian sopan.
Dean tertawa sendiri lalu menggeleng. Kepalanya sudah terasa pusing, cahaya club itu sudah menyatu dalam penglihatannya.
Berkali-kali Dean menutup dan membuka matanya. Tapi pandangannya sangat kabur.
"Kamu kenapa?" tanya Disty heran melihat Dean yang tertawa meringis kemudian berkali-kali menggelengkan kepalanya.
"Kamu udah mabuk, kita balik aja." Samar-samar didengar Dean, kekasihnya mengatakan soal pulang.
Siapa yang pulang? Dia? Siapa yang mengantarnya? Mana kunci mobilnya? Oh iya, mobilnya tadi parkir di valet. Pulang ke rumah, ia harus tidur. Orangtuanya pergi ke Bogor. Ah... Papa lagi-lagi marah padanya karena sengaja membangkang. Isi pikiran Dean bermunculan ke permukaan ingatannya.
Dahi Dean berkeringat. Dia merasakan dua pasang tangan memapahnya ke luar club. Telinganya mendadak senyap, musik yang memekakkan tadi sudah hilang entah ke mana.
Terdengar suara denting lift yang menandakan mereka telah tiba di lantai tujuan.
Suara bisik-bisik di belakangnya terdengar samar dan tak jelas. Dean merasa tak memiliki tenaga lagi untuk sekedar menoleh.
"Kita duluan ya...." Suara wanita terdengar menyusul dengan suara pintu yang ditutup.
Dean terhempas di atas ranjang. Pikirannya mencoba mengingat-ingat dia berada di mana.
Aroma ini, aroma hotel. Jam berapa sekarang? Dean mengangkat tangan kirinya dan berusaha memfokuskan pandangannya.
Pukul 12 malam lewat sedikit. Dean merasa pusing dan gerah sekali. Pria itu merasakan ada sesuatu yang aneh dengan dirinya.
"Sayang," bisik Disty di telinganya. Dean mengenali itu suara Disty.
Dean menoleh ke samping dan melihat kekasihnya berbaring di sebelahnya dengan bertumpukan sebelah tangan kirinya.
Disty telah mengganti pakaiannya dengan jubah mandi. Wanita itu tampak cantik sekali di bawah cahaya remang lampu ruangan.
Disty menariknya ke dalam pelukan, tangan wanita itu telah turun mencari resleting Dean.
To Be Continued...
kok malu ya😂😂
apa ada di lapak lain?
Ada Dr Firza juga /Rose//Wilt//Rose//Wilt//Kiss//Kiss//Kiss/
Pinter bener tuh Pakde klo ngeles..Ampe Bude winar manut aj
untuk bisa tau besarnya Arus sungai..
#catat dech