Kejadian tak pernah terbayangkan terjadi pada Gus Arzan. Dirinya harus menikahi gadis yang sama sekali tidak dikenalnya. "Saya tetap akan menikahi kamu tapi dengan satu syarat, pernikahan ini harus dirahasiakan karena saya sudah punya istri."
Deg
Gadis cantik bernama Sheyza itu terkejut mendengar pengakuan pria dihadapannya. Kepalanya langsung menggeleng cepat. "Kalau begitu pergi saja. Saya tidak akan menuntut pertanggung jawaban anda karena saya juga tidak mau menyakiti hati orang lain." Sheyza menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Sungguh hatinya terasa amat sangat sakit. Tidak pernah terbayangkan jika kegadisannya akan direnggut secara paksa oleh orang yang tidak dikenalnya, terlebih orang itu sudah mempunyai istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon anotherika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Satu bulan berlalu.
"Mas nanti beneran ya kamu temenin aku ke mall?" tanya Anisa memastikan kembali pada suaminya yang baru saja mengangguk singkat itu.
Hari ini Arzan terpaksa mengiyakan ajakan Anisa karena merasa bersalah sudah terlalu sering mengabaikan istri pertamanya itu. Beruntungnya pekerjaan dia dikantor tidak terlalu banyak sehingga bisa pulang lebih awal untuk menemani istri pertamanya belanja. Arzan juga berharap setelah dia menuruti keinginan Anisa, istrinya itu bisa bersikap seperti sedia kala.
"Aku seneng banget," girang Anisa memeluki lengan suaminya disepanjang jalan menuju meja makan.
Arzan tampak risih di perlakukan seperti itu. Apalagi kalau nanti sampai dilihat sang adik atau yang lainnya.
"Tolong lepas Anisa. Kamu tidak malu kalau seandainya dilihat sama orang?" ucap Arzan pelan.
Anisa mengerucutkan bibirnya kesal mendengar perkataan suaminya. "Emang kenapa sih?!! Mas selalu seperti itu! Mas malu romantisan sama aku? Iya??!"
Arzan mengusap wajahnya kasar. Badannya berbalik menatap lekat wajah Anisa yang sudah tampak marah. Entah kenapa belakangan ini Arzan terlalu muak mengahadapi tingkah Anisa yang selalu seperti ini. Anisa yang terlalu banyak menuntut, ingin dimengerti, egois, kadang kata-kata yang keluar dari mulutnya juga kasar.
Ya, Arzan akui perubahan Anisa mungkin karena dirinya juga yang abai dengan istri pertamanya. Dia terlalu mementingkan istri rahasianya ketimbang Anisa. Tapi mau bagaimana lagi, rasa yang Arzan miliki lebih condong ke istri rahasianya. Hatinya tidak bisa berbohong, dirinya ingin menjadikan Sheyza istri satu-satunya. Rasanya begitu sakit menjadikan Sheyza yang kedua. Tapi kembali lagi Arzan harus mengingat kalau abahnya sudah menitipkan Anisa dan meminta dirinya untuk menjaga dan selalu menyayangi wanita itu.
Sulit memang, mereka atau lebih tepatnya Arzan menikah tanpa adanya rasa cinta sama sekali. Dia terpaksa menikahi Anisa karena permintaan Abah dan umminya. Arzan tidak mau membuat orang tuanya merasa kecewa.
Tapi setelah beberapa tahun menjalani kehidupan rumah tangga, rasa debar dan cinta itu tidak pernah Arzan rasakan sama sekali. Hanya ada rasa tanggung jawab yang harus dirinya emban selama ini. Sedangkan bersama Sheyza, Arzan merasakan hal yang selama ini tidak pernah dirinya rasakan. Dirinya berdebar saat dekat dengan Sheyza. Dia cemburu saat Sheyza dekat dengan pria manapun, dirinya juga sangat posesif pada istri rahasianya. Rasa takut kehilangan pun begitu besar jika itu menyangkut istri rahasianya. Bisa Arzan simpulkan bahwa dirinya itu jatuh cinta. Dirinya tidak pernah merasakan hal-hal semacam itu dengan Anisa.
Memang terdengar terlalu jahat dan kejam untuk Anisa, tapi hati tidak bisa berbohong. Hatilah yang menentukan kepada siapa tempat dirinya berlabuh.
"Anisa jangan seperti ini, mas selalu menasehati kamu. Kita sebagai anak dari pemilik pondok pesantren seharusnya bisa menjadi contoh yang baik untuk yang lain. Ya memang tidak salah kita seperti ini dan hukumnya makruh, tapi setidaknya kamu mengerti kalau kita tidak boleh bermesraan di depan santri dan para ustadz ustadzah. Kenapa tidak boleh? Karena bermesraan di tempat umum bisa menggangu kenyamanan orang lain, bisa menimbulkan fitnah juga." Ucap Arzan menasehati.
"Ya kalau ada yang suka dengan kemesraan kita, kalau tidak, bagaimana? Nanti timbul penyakit 'ain, astaghfirullah." Tambah Arzan. Dia takut penyakit yang diyakini berasal dari pandangan mata orang yang iri, dengki, atau takjub dengan orang lain, menyentuh dirinya.
Anisa memutar bola matanya malas. "Ya kan itu kalau diluar mas, kita ini masih di ndalem loh. Jadi tidak ada salahnya bermesraan, toh tidak sampai ciuman juga." Balas Anisa santai.
Arzan pusing sendiri jika sudah seperti ini. Anisa terlalu keras kepala sekali menurutnya. Karena kesal, Arzan memilih pergi berlalu pergi dari sana meninggalkan Anisa yang masih mengomel tidak jelas.
Dimeja makan sudah ada kyai Rofiq dan Nabila. Arzan langsung mengambil duduk di samping sang Abah.
Tak lama kemudian Anisa datang dengan wajah ditekuk. Hal itu tentu membuat Kyai Rofiq serta Nabila menghembuskan nafas kasar.
"Anisa," tegur Arzan merasa tidak enak dengan adik serta abahnya.
Namun Anisa tidak peduli. Dia malah mengambil piring dan sendok sampai berdenting. Hal itu tambah membuat Arzan malu.
Nabila sudah muak sekali dengan sikap kakak iparnya yang menurutnya tidak ada sopan-sopannya sama sekali. Ingin menegurnya, tapi Anisa setan dengan sang Abah.
"Ekhm, Bila sudah selesai. Bila mau langsung berangkat ke kampus ya Abah, Abang." Nabila menyalami keduanya dengan takzim setelah mengucapkan salam.
Anisa melotot melihat itu. Kenapa dirinya tidak disalami? Sepertinya kehadirannya tidak dianggap oleh adik iparnya itu.
"Kok Nabila nggak ada sopan-sopannya sih mas, masa sama aku nggak pamitan?" Protes Anisa pada sang suami.
Arzan menatap tajam ke arah Anisa, mengkode agar Anisa diam. Tapi Anisa tetaplah Anisa, "Kenapa? Kamu mau belain adik kamu? Kamu selalu saja seperti itu, sela-"
"Anisa diam," ucap Arzan tegas, katanya menyorot tajam ke arah Anisa. Tidak sadarkah Anisa jika disana ada Kyai Rofiq?
Anisa mendengus mendengar teguran dari suaminya.
Sedangkan Kyai Rofiq belum selesai dengan makannya. Namun, nasi yang masih tersisa setengah di piring itu sudah terasa hambar di mulutnya. Selera makannya mendadak lenyap.
"Abah sudah selesai. Kalian selesaikan saja makannya, Abah mau ke kantor pondok dulu." Ucap Kyai Rofiq dan langsung berlalu dari sana meninggalkan Anisa dengan Arzan.
Arzan yang juga sudah kehilangan selera makan pun bangkit dari duduknya dan langsung pergi.
Anisa memanggil-manggil suaminya namun diabaikan oleh Arzan.
***
Ceklekk
Arzan mengulum senyum saat melihat Sheyza sedang mengajak sang ummi berbicara. Bahkan sesekali Arzan bisa melihat umminya bahagia walaupun hanya bisa menanggapi dengan kedipan mata saja. Pandai sekali istri kecilnya itu mengajarkan ummi Zulfa untuk berinteraksi secara mudah dengan orang lain.
Emosi yang tadinya meluap-luap karena Anisa, kini perlahan sirna.
"Ibu sudah cantik, sudah makan juga. Shey berdoa semoga ibu cepat sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasa lagi." ucap Sheyza pada ummi Zulfa.
Ummi Zulfa bahagia sekali rasanya bisa dirawat oleh wanita seperti Sheyza ini. Andai menantunya seperti Sheyza, entah bagaimana rasa syukurnya. Tapi Anisa bahkan tidak sedikitpun merasa bersalah atas apa yang dia perbuat. Anisa datang menghampirinya hanya menambah rasa sakit yang dirinya rasakan. Kadang kaki ummi Zulfa ditekuk sampai ummi Zulfa menjerit-jerit tertahan karena saking sakitnya. Sumpah serapah pun tak jarang Anisa keluarkan untuk menghinanya.
Sungguh Anisa adalah wanita terjahat yang ummi Zulfa temui semasa hidupnya. Menantu yang dirinya sayangi ternyata tidak seperti yang dirinya bayangkan.
"Ekhm,"
Sheyza menoleh, dan saat itu juga pandangannya bersitatap dengan suaminya. Sheyza langsung tergagap, menundukkan kepalanya. Takut ummi Zulfa curiga dengan dirinya dan Arzan.
"Ummi gimana keadaannya? Ada yang sakit?" Tanya Arzan sambil mendekat ke arah umminya, mengambil duduk di samping Sheyza yang mulai beringsut mundur.
Arzan menahan tangan Sheyza dari belakang tubuhnya sehingga ummi Zulfa tidak bisa melihat perlakuannya.
Ummi Zulfa mengedipkan matanya dua kali, yang berarti tidak.
Arzan tersenyum sambil terus menggenggam tangan istrinya dibalik tubuhnya. Walaupun Sheyza sudah berulang kali mencoba melepaskan genggaman itu, tapi suaminya tetap tidak mau melepaskannya.
"Ummi mau makan apa? Mumpung Abang dirumah tidak ke kantor, nanti Abang masakin deh."
Ummi Zulfa kembali mengedipkan matanya dua kali, tandanya tidak karena perutnya sudah terlalu kenyang. Tadi ummi Zulfa sudah makan disuapi oleh suaminya.
"Oh yasudah, ummi tidur saja berarti. Abang tunggu ummi disini," ucap Arzan sambil mengelus tangan sang ummi menggunakan sebelah tangannya.
Ummi Zulfa mengedipkan matanya satu lali. Karena habis minum obat tadi, rasa kantuk langsung menyerangnya. Tapi karena Sheyza mengajaknya bicara, jadi ummi Zulfa merasa tidak enak untuk tidur.
Beberapa menit kemudian ummi Zulfa sudah terlelap. Hal itu membuat Arzan mengembangkan senyumnya, lantas menoleh ke arah Sheyza, menatap istri kecilnya yang nampak gelisah.
"Mas," cicit Sheyza dengan suara pelan.
Arzan semakin berani. Dia menarik Sheyza untuk mendekat ke arahnya dan langsung memeluknya dengan sangat erat.
Sheyza meronta meminta suaminya agar melepaskan pelukannya. "Mas jangan kayak gini, nanti ada yang lihat," bisik Sheyza.
Arzan malah memejamkan matanya, menikmati wangi tubuh istrinya. "Sebentar sayang, mas pengen kayak gini."
"Tapi nanti ada yang lihat,"
"Biarin aja, mas tidak peduli. Mas sudah capek sembunyi-sembunyi, mas ma-"
Sheyza langsung membekap mulut suaminya itu karena Arzan bicara terlalu keras. Sheyza takut membangunkan ummi Zulfa, atau lebih parahnya ada orang lain di luar yang dengar.
"Jangan bicara seperti itu. Mas mau penyakit ibu semakin parah?" Ucap Sheyza pelan sambil melepaskan tangannya dari mulut suaminya. Tapi sedetik kemudian dirinya merasa bersalah, "Maaf ya mas udah lancang," cicit Sheyza menundukkan kepalanya.
Arzan menghembuskan nafas panjang. "Iya sayang, tidak apa-apa. Tapi mas pengen kita nggak sembunyi-sembunyi terus. Mas maunya semua orang tahu kalau kamu istri mas," ucap Arzan. Hal itu terus menghantui pikirannya karena takut kehilangan Sheyza. Apalagi banyak pria yang selalu memuja bahkan secara terang-terangan ingin memiliki istrinya. Walaupun Arzan sudah mengatakan kalau Sheyza sudah menikah, tapi mereka seakan tidak peduli. Lebih parahnya lagi ada yang sampai bilang siap menunggu sampai jandanya Sheyza.
Arzan langsung emosi tingkat dewa mendengar ada orang yang berbicara seperti itu. Mana rela dia melepaskan istri cantiknya. Dirinya sudah terlalu cinta dan sayang dengan Sheyza.
Sheyza tersenyum kecut. Andai bisa, dirinya juga menginginkan hal yang sama. Tapi apa boleh buat, semuanya harus seperti ini. Pernikahan mereka tetap harus dirahasiakan.
"Maaf sayang, maafin mas." Ucap Arzan sembari mengecupi tangan Sheyza bergantian.
Dan tanpa mereka sadari, Anisa berdiri melihat suaminya tengah menciumi tangan Sheyza. Marah? Jelas sekali. Ingin rasanya menghampiri keduanya tapi dirinya tahan karena dia punya rencana lain yang lebih bagus dan akan membuat Sheyza memohon ampun kepadanya.