Elina Widiastuti, dengan rambut sehitam malam yang terurai lembut membingkai wajahnya yang cantik jelita, bukanlah putri seorang bangsawan. Ia hidup sederhana di sebuah rumah kecil yang catnya mulai terkelupas, bersama adik perempuannya, Sophia, yang masih belia, dan kedua orang tuanya. Kehidupan mereka, yang tadinya dipenuhi tawa riang, kini diselimuti bayang-bayang ketakutan. Ketakutan yang berasal dari sosok lelaki yang menyebut dirinya ayah, namun perilakunya jauh dari kata seorang ayah.
Elina pun terjebak di pernikahan tanpa dilandasi rasa cinta, ia pun mendapatkan perlakuan kasar dari orang orang terdekatnya.
bagaimana kelanjutannya?
silahkan membaca dan semoga suka dengan ceritanya.
mohon dukung aku dan beri suportnya karena ini novel pertama aku.
jangan lupa like, komen dan favorit yah 😊
kunjungan kalian sangat berarti buat aku. see you
selamat membaca
see you 😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Rmaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Bayangan panjang Axel jatuh di lantai kamar yang remang-remang, menerangi wajah Elina yang pucat pasi. Ia masih terduduk di lantai, tubuh kecilnya terkulai seperti boneka kain yang dibuang sembarangan. Debu beterbangan di sekitar Elina, menari-nari dalam cahaya redup, seakan ikut menyaksikan kekejaman yang baru saja terjadi.
Axel belum bergerak. Tatapannya kosong, seperti mata binatang buas yang baru saja memuaskan dahaganya. Tidak ada penyesalan, tidak ada sedikit pun rasa iba yang terpancar dari wajahnya yang keras itu. Hanya ada kekosongan, jurang yang dalam dan gelap yang menelan segala rasa kemanusiaan.
Elina meringkuk, berusaha meredam isakan yang mengganjal di tenggorokannya. Rasa sakit di sekujur tubuhnya masih terasa menusuk, campuran luka fisik dan luka batin yang lebih dalam. Ia merasakan tangannya gemetar saat mencoba menyentuh lengannya yang terasa nyeri. Darah segar masih menetes dari luka kecil di siku, bekas benturan keras dengan lantai yang dingin dan keras.
Axel menghela napas panjang, suaranya berat dan serak seperti batu yang digosok-gosok.
"Kau terlalu lemah," gumamnya, suaranya tanpa emosi, seperti bisikan iblis yang dingin dan mematikan. Ia melangkah mendekati Elina, bayangannya menjulang tinggi di atas tubuh mungil itu, menciptakan rasa takut yang mencekam.
Elina memejamkan mata, berharap mimpi buruk ini akan segera berakhir. Namun, ia merasakan sentuhan kasar Axel di lengannya. Bukan sentuhan lembut, bukan sentuhan yang menunjukkan sedikit pun rasa peduli, melainkan sentuhan yang penuh dengan kebencian dan dominasi. Sentuhan yang membuat Elina semakin menyadari betapa rapuhnya dirinya di hadapan kekejaman Axel.
Elina tersentak, terbangun dari tidurnya yang tak nyenyak. Sikunya masih terasa nyeri, perban basah oleh darah. Ia menatap langit-langit kamarnya yang sederhana, sebuah kontras yang menyakitkan dengan kemewahan kamar Axel. Tatapan dingin Axel, sentuhan kasarnya, kata-kata yang menusuk hatinya.
Air mata mengalir deras. Ia bergumam pelan, suaranya hampir tak terdengar.
"Kenapa?" bisiknya, suaranya terisak. "Kenapa harus aku?"
Ia meraih buku harian usang nya, menuliskan segala perasaannya. Tinta hitam memenuhi halaman, menceritakan kisah kekecewaan yang mendalam. Ia menulis tentang harapan yang hancur, tentang cinta yang tak terbalas, tentang kebaikan palsu yang membungkus kekejaman.
Tiba-tiba, suara ketukan pintu memecah kesunyian. Elina tersentak, menutup buku hariannya dengan cepat. Ia ragu ragu sejenak, lalu menjawab dengan suara pelan.
"Siapa?"
"Ini aku, Rina," jawab suara lembut dari balik pintu. Rina adalah anak dari bi Tuti yang seumuran dengan Elina saat ini. satu-satunya orang yang ia percaya dan menjadi teman ceritanya.
Elina membuka pintu, menatap Rina dengan mata sembab. Rina langsung memeluknya, memberikan Elina rasa nyaman yang selama ini ia rindukan.
"Aku dengar kau terluka"kata Rina, suaranya penuh empati.
"Ceritakan padaku."
Elina menceritakan semuanya, dari kejadian di kolam renang hingga di kamar Axel. Ia menceritakan tentang rasa sakit, kecewa, dan pengkhianatan yang ia alami. Rina mendengarkan dengan sabar, sesekali mengusap air mata Elina.
Setelah Elina selesai bercerita, Rina berkata.
"Kau tidak sendirian, Elina. Aku ada untukmu" Rina berusaha menghibur nya. ia sangat beruntung,dirumah itu masih ada yang peduli ladanya, setidaknya ia tidak begitu kesepian.
.
.
.
Di ruangan kerja Axel suasana semakin tegang. Ryan, dengan wajah serius, duduk di kursi yang berhadapan dengan Axel. Bukan kunjungan persahabatan yang membawa Ryan ke sini, melainkan niat untuk meminta jawaban Axel tentang perlakuannya terhadap Elina.
Axel, dengan sikap acuh tak acuh, menatap Ryan dari balik gelas minuman yang digenggamnya. Ia tahu maksud kedatangan Ryan, tapi ia tak menunjukkan sedikit pun penyesalan.
"Jadi, kau datang untuk Elina?" tanya Axel, suaranya datar.
Ryan mengangguk, tatapannya tajam.
"Aku datang untuk menanyakan perlakuanmu padanya. Apa yang kau lakukan itu sangat kejam"
Axel tertawa kecil, suara tawanya terdengar dingin dan mengejek.
"Kejam? Aku hanya bermain-main. Dia terlalu bodoh untuk menyadari itu"
"Dia bukan mainanmu, Axel" Ryan membentak, suaranya dipenuhi amarah.
"Dia manusia, ia punya perasaan. Kau telah melukai fisik dan hatinya."
Axel meneguk minumannya lagi, lalu meletakkan gelasnya di atas meja dengan suara nyaring yang keras.
"Aku tidak peduli. Aku tidak mencintainya. Aku hanya menggunakannya untuk membuat Clara cemburu" Ia menambahkan dengan nada dingin,
"Dan itu berhasil" Axel menyesal rokoknya perlahan lalu membuangnya ke udara.
"Kau benar-benar menjijikkan" kata Ryan, suaranya bergetar menahan amarah.
"Kau memanfaatkannya, mempermainkan perasaannya, lalu melukai dirinya. Kau tidak pantas disebut sebagai manusia"
Axel berdiri, mendekati Ryan.
"Dan kau? Apa urusanmu dengannya?"
"Aku mencintainya" jawab Ryan, suaranya tegas.
"Dan aku akan melindunginya dari orang sepertimu."
Suasana menjadi hening, diisi oleh tatapan tajam antara Ryan dan Axel. Dua sahabat yang kini menjadi musuh karena seorang wanita. Elina. Wanita yang tak pernah dicintai Axel, tapi telah mencuri hati Ryan. ini bukan hanya tentang Elina, tapi juga tentang persahabatan mereka yang telah hancur. Persahabatan yang telah dihancurkan oleh kekejaman dan keegoisan Axel.
Suasana di ruang tamu rumah mewah Axel tegang. Ryan, wajahnya dipenuhi campuran amarah dan kecemasan, berhadapan dengan Axel. Bukan pernikahan yang telah terjadi yang menjadi fokus, melainkan durasi pernikahan itu sendiri.
"Jadi, kau hanya akan menikahi Elina selama dua tahun?" Ryan bertanya, suaranya berat, mencoba menahan amarah.
Axel tersenyum sinis, menghirup minumannya dengan tenang.
"Ya" jawabnya, suara datar tanpa emosi.
"Setelah dua tahun, aku akan menceraikannya. Kau bisa mendapatkannya setelah itu."
Ryan merasa dikhianati, bukan karena pernikahan itu sendiri, tapi karena cara Axel menyampaikannya dan Axel telah mempermainkan sebuah pernikahan.
"jika saja aku tahu lebih awal tentang perjanjian itu,aku akan membawa Elina pergi sebelum kau menikahinya. Kau membuat Elina menderita" Jelas Ryan.
Axel mengangkat bahu acuh tak acuh.
"Aku tidak berbohong. Aku memang akan menceraikannya setelah dua tahun. Apa masalahnya? Aku hanya menggunakan cara yang lebih licik untuk membuat Clara cemburu. Dan itu berhasil"
Ryan merasa mual mendengar penjelasan Axel yang dingin dan egois. Ia merasakan amarah yang membuncah, tapi ia harus menahannya. Ia harus memikirkan Elina.
"Aku tidak akan membiarkan ini terjadi," kata Ryan, suaranya tegas.
"Dan aku akan memastikan Elina bebas darimu setelah dua tahun dan kau akan menyesal"lanjut Ryan lagi. ancam nya tidak main main.
"Kau pikir itu mudah? Dua tahun adalah waktu yang lama. Banyak hal bisa terjadi dalam dua tahun. Kau harus menunggu dengan sabar, Ryan. Menunggu Elina menjadi milikmu." Axel tertawa mengejek.
Ryan mengepalkan tangannya, menahan amarah dan kecemasan. Ia tahu dua tahun adalah waktu yang sangat lama, tapi ia harus bertahan. Ia harus memastikan bahwa setelah dua tahun, Elina akan benar-benar bebas dari cengkeraman Axel. Ia harus memastikan bahwa Axel akan menepati janjinya.
.
.
.
Lanjut yah
See you 😊
Like komen dan favorit