NovelToon NovelToon
CINTA Di Ujung PISAU

CINTA Di Ujung PISAU

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Nona Rmaa

Elina Widiastuti, dengan rambut sehitam malam yang terurai lembut membingkai wajahnya yang cantik jelita, bukanlah putri seorang bangsawan. Ia hidup sederhana di sebuah rumah kecil yang catnya mulai terkelupas, bersama adik perempuannya, Sophia, yang masih belia, dan kedua orang tuanya. Kehidupan mereka, yang tadinya dipenuhi tawa riang, kini diselimuti bayang-bayang ketakutan. Ketakutan yang berasal dari sosok lelaki yang menyebut dirinya ayah, namun perilakunya jauh dari kata seorang ayah.

Elina pun terjebak di pernikahan tanpa dilandasi rasa cinta, ia pun mendapatkan perlakuan kasar dari orang orang terdekatnya.

bagaimana kelanjutannya?

silahkan membaca dan semoga suka dengan ceritanya.

mohon dukung aku dan beri suportnya karena ini novel pertama aku.
jangan lupa like, komen dan favorit yah 😊
kunjungan kalian sangat berarti buat aku. see you

selamat membaca


see you 😍

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Rmaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30

Setelah mengakhiri panggilan telepon dengan Luna, Elina kembali merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Belum sempat matanya terpejam, ketukan pelan terdengar di pintu kamarnya. Dengan hati berdebar.ia membuka pintu dan mendapati Elizabeth, ibu mertuanya, berdiri di ambang pintu. Ekspresi Elizabeth datar, bahkan terkesan dingin. Kehadirannya terasa seperti ancaman, bukan kunjungan hangat.

ia masuk kedalam dengan langkah gontai, mengamati seluruh ruangan yang ditempati Elina saat ini. Elizabeth memejamkan matanya, menghirup udara didalam kamar yang telah lama dikosongkan itu. bayangan nya kembali muncul ketika Alexa kecil tertawa dan bermain bersama nya dengan gembira didalam kamar itu. butuh waktu lama dan kekuatan yang cukup untuk bisa memberanikan diri masuk kedalam kamar itu lagi.

Elina mematung tak tahu harus mengucapkan apa. raut wajah ibu mertuanya tak mampu membuat mulutnya terbuka bahkan hanya sekedar menyapa ia tak bisa. Elizabeth mengalihkan tatapannya pada Elina, raut wajahnya datar dan sorot matanya tajam. Elina tertunduk, ia menggulung pelan baju bawahnya karena salah tingkah dan cemas.

"ternyata sifat seseorang tak menjamin dengan apa yang terlihat dari wajahnya" ungkap Elizabeth dengan sedikit menekan perkataannya.

"aku telah salah menafsirkan kan nya" kata nya lagi.

"maaf kan aku ma" Ujar Elina pelan dan dengan hati yang tulus. ia, seharusnya menolak pernikahan itu. pernikahan yang yang dilandasi karena sifat arogan seseorang,memaksanya untuk menerima sesuatu yang di luar kendalinya.

"mama?" kata Elizabeth pelan namun penuh amarah diwajahnya.

"jangan panggil aku dengan sebutan itu" katanya lagi.

Setelah beberapa saat hening Elizabeth kembali memulai, suaranya tenang tapi tegas.

"Elina" katanya

"Kita perlu bicara. Aku… aku kecewa padamu." Kata-kata itu seperti batu es yang jatuh ke danau tenang di hatinya, membuat air di dalamnya membeku. Elina merasakan campuran rasa takut,sedih dan bingung yang tak tertahankan.

"Aku selalu menganggap mu baik, dan aku tak menyangka… aku tak menyangka kau akan melakukan hal seperti ini" Rasa takut dan cemas Elina semakin meningkat. Ia merasa seperti sedang berdiri di jurang, tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Ia ingin membela diri, tapi kata-kata seakan terjebak di tenggorokannya. Ia merasa sangat kecil dan tak berdaya di hadapan Elizabeth.

Saat Elizabeth menuduhnya mencoba menggoda Axel, Elina merasakan sebuah gelombang amarah yang tiba-tiba meledak. Amarah bercampur dengan rasa sakit hati yang luar biasa. Ia merasa sangat tidak adil diperlakukan seperti ini. Ia ingin berteriak, menjelaskan semuanya, tapi air matanya justru mengalir lebih dulu. Ia merasa sangat terluka, dihina, dan disalahpahami. Rasa malu dan harga diri yang terluka membuatnya semakin terpuruk. Ia merasa sangat kecil dan tak berdaya. Namun, di balik semua itu, seutas harapan kecil masih menyala. Harapan bahwa kesalahpahaman ini masih bisa dijelaskan.

"Nyonya, ini semua salah paham" Ia mencoba menjelaskan, tetapi kata-kata itu terhenti di tenggorokannya. Ia tidak bisa menceritakan tentang perjanjian pernikahan yang terjalin di antara mereka, tentang bagaimana Axel yang memaksanya. Jika Nyonya Elizabeth tahu, Axel pasti akan marah besar padanya.

"Jangan bohong padaku" Nyonya Elizabeth menunjuk ke arah Elina dengan jari telunjuknya yang gemetar.

"Aku melihat bagaimana kau menatapnya, cara kau berbicara dengannya. Kau jelas-jelas menggoda dia dengan wajah polos mu itu"

Elina menggelengkan kepala, merasakan air mata mulai menggenang di matanya.

"Nyonya, itu semua hanya… hanya… " Ia kehilangan kata-kata. Ia merasa terjebak dalam situasi yang sulit, di mana ia harus memilih antara melindungi Axel atau melindungi dirinya sendiri.sementara Axel tidak peduli sedikitpun dengannya.

Nyonya Elizabeth semakin marah.

"Jangan berpura-pura polos, aku tahu kau menginginkan nya bukan? Kau ingin merebutnya dari Clara, Kau tidak akan pernah bisa mendapatkannya, kau dengar itu?"

Elina terdiam, merasakan kepedihan yang menusuk hatinya. Ia tidak menginginkan Axel, tidak seperti yang Nyonya Elizabeth bayangkan. Ia hanya ingin melindungi Sophia dan juga dirinya sendiri, menjaga agar ia tidak terluka lebih jauh. Tapi bagaimana caranya menjelaskan semua itu tanpa mengungkap rahasia yang tersembunyi di balik pernikahan mereka.

Elizabeth mendekat, seolah ingin menerjang Elina.

"Kau harus pergi, Pergi dari hidup Axel Sebelum kau menghancurkan segalanya"

Elina hanya bisa terdiam, merasakan amarah Nyonya Elizabeth yang seperti membakarnya. Ia merasa terjebak dalam pusaran emosi, tanpa tahu bagaimana caranya keluar dari situasi ini. Ia harus menemukan cara untuk menjelaskan semuanya, tanpa mengungkap rahasia yang bisa menghancurkan hidupnya.

Malam semakin larut, dan Elina duduk di tepi ranjang dengan perasaan hampa yang menyelimuti. Kegelapan di sekitarnya seolah mencerminkan kekosongan di dalam hatinya. Setiap detik yang berlalu terasa semakin menekan, seolah semua beban emosional yang ia rasakan semakin berat. Ia merasa seperti terperangkap dalam ruang kecil yang dipenuhi dengan bayangan dan kenangan yang menyakitkan.

Kalimat Nyonya Elizabeth.

"Kau tidak pantas berada di keluarga ini" terus berputar dalam benaknya. Kata-kata itu seperti mantra yang menggerogoti rasa percaya dirinya, membuatnya merenung dan mempertanyakan semua yang ia lakukan.

"Apa aku benar-benar tidak pantas?" tanyanya dalam hati, perasaan tidak berharga merayap masuk ke dalam jiwanya. Ia merasa seperti pengacau, orang asing dalam kehidupan orang lain, seolah-olah ia hanya menjadi pengisi ruang yang tidak diinginkan.

Setiap kali ia mencoba mengalihkan pikirannya, ingatan akan tuduhan Nyonya Elizabeth kembali menghantuinya, mengguncang ketenangannya. Rasa marah dan frustrasi bercampur menjadi satu, tetapi ia tidak tahu pada siapa ia harus mengarahkan perasaannya.

"Aku berusaha melakukan yang terbaik" bisiknya, tetapi suara hatinya seolah teredam oleh keraguan dan rasa bersalah.

"Apakah semua usaha ini sia-sia?"

Ditambah lagi, rasa takut menyelimuti pikirannya. Takut akan reaksi Axel jika Nyonya Elizabeth tahu tentang kebenaran pernikahan mereka, takut akan konsekuensi yang mungkin terjadi. Ia merasa terjebak dalam sebuah kebohongan yang semakin rumit, dan setiap langkah yang ia ambil hanya memperburuk keadaan.

"Bagaimana jika semuanya berakhir buru" pikirnya, jiwanya dipenuhi dengan kecemasan yang mendalam.

Elina meraih bantal dan memeluknya erat, seolah bantal itu bisa menyerap semua rasa sakit dan kebingungan yang ia rasakan. Kulitnya terasa hangat, tetapi hatinya justru dingin dan kosong.

"Aku tidak ingin menjadi orang jahat," pikirnya, merindukan masa-masa ketika hidupnya terasa lebih sederhana dan penuh harapan. Kini, semua itu terasa seperti impian yang jauh.

Di tengah keheningan malam, Elina merasakan kesedihan yang dalam. Ia merindukan cinta dan penerimaan, tetapi ia juga merasa terasing.

"Siapa yang bisa aku percayai?" tanyanya dalam hati, merasakan kekecewaan yang menggerogoti rasa percaya dirinya. Dalam kegelapan itu, ia merasa seolah-olah ia sedang berjuang melawan angin kencang yang berusaha mendorongnya ke jurang.

Dengan napas yang berat, Elina akhirnya memejamkan mata, berharap bisa menemukan ketenangan dalam mimpi. Namun, ia tahu, dengan semua beban di dalam hatinya, tidur pun terasa seperti sebuah kemewahan yang tak bisa ia capai. Ia terjebak dalam emosi, berjuang untuk menemukan jalan keluar dari kegelapan yang mengelilinginya.

.

.

.

.

.

Lanjut yah

Jangn lupa like komen dan favorit.

See you 😊

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!